Mesin fotokopi itu seperti kehabisan napas. Usianya yang lumayan uzur tidak bisa bekerja maksimal untuk membuat setumpuk salinan dokumen dengan cepat. Kepanikan langsung membelit Umar Hadi, staf Menteri Luar Negeri bagian media yang kebagian tugas memperbanyak rilis yang akan dibacakan Presiden Megawati pagi itu. Gemuruh mesin plus jarum jam yang terus bergerak benar-benar membikinnya tegang. Sesaat lagi, acara penting akan digelar di kediaman Presiden, Jalan Teuku Umar, Jakarta.
Acara pada Ahad pagi pekan lalu itu memang teramat penting. Untuk pertama kalinya dalam sejarah pemerintahan Megawati, pagi-pagi Presiden sudah memanggil para wartawan untuk datang ke rumahnya. Acaranya, menggelar konferensi pers tentang sikap pemerintah terhadap bom yang meledak di Legian, Kuta, pada Sabtu tengah malam sebelumnya.
Sejak pagi, orang penting dalam kabinet seperti Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Jusuf Kalla, Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Kepala Kepolisian RI Da'i Bachtiar, dan Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, berbondong-bondong datang. Cuma Kepala Badan Intelijen Negara, A.M. Hendropriyono, yang tak kecium baunya. Katanya, sedang di luar kota.
Saat membacakan pernyataan resmi pemerintah, raut wajah Mega tak berseri-seri seperti biasanya. Informasi penting itu dibacakan dengan intonasi yang datar nyaris tanpa gairah. Maklum, bom meledak di rumah sendiri, ratusan warga asing dan Indonesia tewas. Pembacaan pernyataan yang datar itu hampir saja memberi kesan kepada pemirsa bahwa sang Presiden enggan membacakan itu. Namun, sumber TEMPO, yang sehari-harinya selalu bersama Megawati, menyatakan tidak benar bila sang presiden itu enggan memberikan konferensi pers. Ia menuturkan bahwa Megawati hari itu memang merasa terpukul dengan ledakan di Bali.
Tak mengherankan jika akhirnya Megawati sendiri yang memberikan keterangan pers langsung kepada wartawan. Ini tentu sebuah kejutan, karena biasanya untuk urusan berbicara dengan wartawan, Megawati lebih suka menyorongkan mikrofon kepada pembantu dekatnya. "Saya pikir salah satu dari menteri koordinator yang akan ngomong, ternyata Presiden sendiri yang memberikan pernyataan," ujar sumber Tempo itu.
Tapi, apa yang membuat Megawati kali ini langsung memberikan pernyataan pers? Sumber itu kembali bertutur, selama ini Megawati cukup tersiksa dengan kritik yang ditujukan kepadanya ketika dia lebih memilih pergi ke Johannesburg menghadiri Konferensi Bumi ketimbang mengunjungi para tenaga kerja Indonesia yang mengungsi di Nunukan, setelah terusir dari Malaysia. Karena itu Mega langsung terbang ke Bali. Apalagi Mega melihat persoalan terorisme memiliki dimensi yang lain. "Kalau dia enggak langsung ke Bali, kan jelek betul," kata sumber itu lagi.
Meski begitu, toh kritik untuk Megawati tak juga sepi. Di mata masyarakat dan media internasional, pemerintah Indonesia dianggap lamban dalam menangani kasus bom di Legian, Bali. Tidak hanya soal evakuasi korban, tapi juga untuk penyelidikan mengungkap pelaku pengeboman. Namun Menteri Susilo Bambang Yudhoyono tidak sependapat kalau dikatakan pemerintah lambat. "Tidak. Langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah daerah tidak terlambat. Juga langkah-langkah yang dilakukan pemerintah pusat," kata Susilo.
Mangara Siahaan, salah satu ketua pengurus pusat PDI Perjuangan, lebih ngotot lagi. Dengan rinci ia menjelaskan upaya yang telah dilakukan partainya. Setelah 20 menit mendengar kabar tentang bom itu, keesokan harinya dia langsung diperintahkan terbang ke Bali. "Saya pikir, ini pasti instruksi Ibu Ketua Umum," katanya. Rombongannya tiba di Bali pagi harinya dan langsung mengumpulkan kader PDI Perjuangan, terutama satuan tugas PDIP, untuk segera turun tangan membantu para korban.
Kapan sebenarnya anggota kabinet mengetahui bom meledak di Bali itu? "Saya mendengar berita itu dari salah satu televisi sekitar pukul 23.00 WIB," kata Menteri Hassan Wirajuda. Sebenarnya, saat itu Hassan langsung mengontak koleganya di kabinet. Tapi, karena mereka kebanyakan berada di luar kota, pertemuan dengan Presiden baru bisa dilakukan keesokan harinya. Pertemuan pagi itu pun sesungguhnya belum mengarah pada penanganan kasus itu, tapi lebih pada tahap mencari formula untuk segera melakukan aksi. Sedangkan formula praktisnya baru Senin paginya dalam sidang kabinet, setelah peninjauan ke Bali pada Ahad siang.
Apa boleh buat, keesokan harinya, dalam rapat kabinet, soal penanganan tragedi itu hampir tak sempat dibahas. Dalam rapat di Istana Merdeka yang dihadiri semua anggota kabinet, malah terjadi pertengkaran antara Wakil Presiden Hamzah Haz dan beberapa orang yang ditudingnya tidak bekerja apa-apa dalam penanganan kasus ini.
Susilo Bambang Yudhoyono sambil mengacungkan sebuah koran menyatakan tersinggung dengan ucapan Hamzah Haz. "Terus terang, saya tersinggung dengan pernyataan Bapak Wakil Presiden di luar, yang menyebut kami hanya NATO (no action, talk only). Kami sudah bekerja keras, tapi mengapa dipermalukan begitu di luar," kata Susilo memprotes.
Giliran koleganya di bidang politik dan keamanan, yakni Kepala Badan Intelijen Negara, A.M. Hendropriyono, ikut angkat tangan. Ia juga mengecam pernyataan Hamzah Haz di koran-koran. Menurut Hendro, kata-kata itu tak pantas dilontarkan oleh seorang wakil presiden.
Mega yang memimpin rapat hanya diam. Ia sama sekali tidak berupaya menetralkan ketegangan yang terjadi. Karena itu keadaan makin tegang ketika Hamzah membalas ocehan kedua pensiunan jenderal itu. Berbalas pantun itu pun hampir terus berlangsung andai saja Menteri Jusuf Kalla tak menjawil tangan Susilo yang terpancing oleh jawaban Hamzah.
Alhasil, rapat yang dimaksudkan mencari solusi untuk soal penanganan bom itu berlangsung molor hingga lima jam dan baru usai pada pukul tiga sore. Untungnya, rapat itu masih meninggalkan kesepakatan bahwa pemerintah akan memberlakukan peraturan pemerintah pengganti undang-undang tentang antiterorisme. Belakangan peraturan itu dimatangkan terus dan sudah diberlakukan akhir pekan silam. Nah, baru separuh jalan yang sudah diambil pemerintah.
Sudah cukupkah langkah-langkah Megawati? Barangkali ia melihatnya sudah cukup. Buktinya, Megawati tak merasa kagok untuk berangkat ke Meksiko guna mengikuti KTT APEC. Kepergian ini pun sesungguhnya mengundang cibiran. Pada saat negara masih dalam keadaan seperti ini, ia kembali pergi meninggalkan Tanah Air. Namun Mega punya dalih. Acara ini akan dimanfaatkan Presiden untuk membicarakan masalah terorisme dalam forum informal antarkepala negara, termasuk dengan Presiden Amerika Serikat George W. Bush.
Setelah sebentar pulang, agenda Mega selanjutnya adalah bertemu dengan kepala negara Asean, awal November di Kamboja. "Dalam pertemuan itu kan banyak kepala negara yang hadir, dan di situ pula bisa dijelaskan masalah dampak ledakan bom Bali itu," tutur sebuah sumber di Istana. Nah, siapa tahu Mega berhasil mengajak para kepala negara itu datang ke Bali, supaya ada citra bahwa Bali sudah aman.
Irfan Budiman, Tomi Lebang, Fajar W.H.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini