MEN Sudina, seorang warga kota Denpasar, dijatuhi denda Rp 2.000
karena membiarkan hewan peliharaannya berkeliaran di jalan umum.
Pada hari yang sama Tjan Swie Gan Juga harus membayar denda yang
sama di hadapan Pengadilan Negeri Denpasar. Kedua orang itu
dipersalahkan melanggar peraturan daerah (Perda) mengenai
pemeliharaan ternak dan kebersihan.
Tercatat lebih 1000 kasus semacam itu, yang kepergok aksi
pembersihan kota, 13 September berselang. "Tindakan tegas itu
sebagai langkah membersihkan Kota Denpasar dari kejorokan
lingkungan, " kata Sekretaris Pemerintah Kota Administratif
Denpasar, I Wayan Muja. Perda no. 34, yang mengatur urusan
pembuangan sampah dan kebersihan lingkungan, antara lain
menetapkan bahwa setiap pelanggar bisa dikenakan hukuman
kurungan paling lama 30 hari atau denda Rp 2000--belum termasuk
biaya perkara.
Umur Perda sebenarnya sudah lewat 10 tahun. Tapi baru hendak
dilaksanakan sejak 3 tahun yang lalu tatkala Denpasar resmi
menjadi kota administratif. Walikota Gusti Ngurah Wardana
bertekad memberlakukan kembali Perda tersebut dengan pelbagai
cara. Misalnya, Dinas Kebersihan Kota dibentuk April tahun
lalu.
Tapi dinas itu belum dapat berbuat banyak. Adat dan kebiasaan
setempat rupanya jadi hambatan. Khususnya yang mengenai babi.
Bagi wanita Bali, babi tergolong peliharaan kesayangan, yang
dibiarkan berkeliaran di jalan umum.
Jawatan Penerangan setempat berusaha meyakinkan penduduk bahwa
babi-babi harus dikandangkan. Tapi pendekatan itu tidak
dihiraukan.
Sangat beralasan jika kemudian Kepala Dinas Kebersihan Kota,
Sukawana menghimbau pihak kejaksaan, agar setiap pelanggar Perda
diseret saja ke pengadilan. Setelah kejaksaan bersedia, barulah
Sukawana mulai melancarkan operasi tilang.
Sekarang, jalan-jalan protokol di Denpasar bersih, tanpa sobekan
kertas apalagi sampah. Tapi di kampung-kampung belum tercipta
kebersihan yang demikian. Aparat Dinas Kebersihan masih terbatas
(20 orang staf dan petugas lapangan 470 orang) untuk dapat
menjelajah dan menilang ke seantero kampung.
Denda yang lebih besar di Jakarta belum mampu membersihkan
jalan-jalan dari segala macam sampah. Di Jakarta tilang sampah
berkisar antara Rp 1.500 sampai Rp 10.000. Karena itu menurut
Ka.Sub.Dit Perlindungan Masyarakat, Muchrodji Sutomo, denda
harus dinaikkan menjadi Rp 50.000.
Sementara itu ia membantah ketika dikatakan bahwa Dinas yang
dipimpinnya tenang-tenang saja menanggulang kebersihan. "Denda
terus meningkat dari bulan ke bulan," ujarnya seraya menunjukkan
angka denda yang masuk ke Kas Negara, yang seluruhnya lebih Rp
20 juta, terhitung dari Januari sampai Agustus.
Menurut keterangan Muchrodji, yang paling banyak terkena tilang
adalah pedagang kaki-lima dan pemilik bengkel sepeda motor dan
mobil. Melihat keadaan mereka maka denda yang dijatuhkan cuma
bergerak antara Rp 1500 sampai Rp 10.000 saja. Dikatakan
Muchrodji denda yang kecil itulah yang menyebabkan para
pelanggar tidak jera.
Yang repot menghadapi para pendatang baru. Mereka ini, menurut
Muchrodji, sama sekali tidak tahu-menahu adanya Perda no. 3
tahun 1972 mengenai kebersihan linkungan.
Hal lain yang merisaukan Muchrodji adalah tempat pembuangan
sampah yang cuma satu-satunya dan terletak di kawasan Cakung.
Juga sarana angkutan yang terbatas (hanya setengah dari 450 truk
yang jalan.
Selalu Melimpah
Di Padang Ka.Bag. Ketertiban Umum Buchari A.Y. dengan keras
membantah.
Ternyata razia memang tetap dilakukan, tapi proses tilang
terhenti. "Untuk apa Perubahan memang sudah terjadi," tutur
Buchari. Perubahan memang terlihat di jalanjalan protokol, di
depan kantor-kantor pemerintah dan juga di sebagian pusat
perbelanjaan seperti Pasar Hiligoo dan Pondok. Tapi di luar itu,
keadaannya tidak menggembirakan, bahkan tidak jarang menimbulkan
rasa jijik.
Baik di Denpasar, Jakarta maupun Padang, armada kebersihan tidak
sanggup menanggulangi seluruh onggokan sampah yang selalu
melimpah ruah. Di Denpasar, yang berpenduduk 260.000 jiwa itu,
sampah yang bisa dibereskan ke pembuangan hanya sepertiga dari
30 m3. Produksi sampah di Padang tiap hari rata-rata 600-800 m3
tapi yang bisa dibereskan hanya separuh. Sedangkan di Jakarta,
dari 16.500 m3 sampah, yang bisa ditanggulangi hanya 12.000 m3.
Denpasar sedang menunggu "dana sampah" dari Bank Dunia sebesar
Rp 1 milyar, dari Departemen PU Rp 350 juta, dari APBD Tk. I
Bali Rp 150 juta dan dari APBD Tk. II Rp 500 juta. "Semuanya
sudah disetujui tinggal menunggu realisasinya saja," kata I
Wayan Muja. Tapi sebegitu jauh ia belum dapat memperinci untuk
apa saja uang sekian banyak itu. "Masih dalam proses," kata
Wayan Muja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini