Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sampah, Oi Sampan

Perda no.34 yang mengatur urusan pembuangan sampah & kebersihan lingkungan dihidupkan kembali di Denpasar, Padang dan Jakarta. Denda sudah dilakukan, tapi armada kebersihan masih terbatas.

3 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEN Sudina, seorang warga kota Denpasar, dijatuhi denda Rp 2.000 karena membiarkan hewan peliharaannya berkeliaran di jalan umum. Pada hari yang sama Tjan Swie Gan Juga harus membayar denda yang sama di hadapan Pengadilan Negeri Denpasar. Kedua orang itu dipersalahkan melanggar peraturan daerah (Perda) mengenai pemeliharaan ternak dan kebersihan. Tercatat lebih 1000 kasus semacam itu, yang kepergok aksi pembersihan kota, 13 September berselang. "Tindakan tegas itu sebagai langkah membersihkan Kota Denpasar dari kejorokan lingkungan, " kata Sekretaris Pemerintah Kota Administratif Denpasar, I Wayan Muja. Perda no. 34, yang mengatur urusan pembuangan sampah dan kebersihan lingkungan, antara lain menetapkan bahwa setiap pelanggar bisa dikenakan hukuman kurungan paling lama 30 hari atau denda Rp 2000--belum termasuk biaya perkara. Umur Perda sebenarnya sudah lewat 10 tahun. Tapi baru hendak dilaksanakan sejak 3 tahun yang lalu tatkala Denpasar resmi menjadi kota administratif. Walikota Gusti Ngurah Wardana bertekad memberlakukan kembali Perda tersebut dengan pelbagai cara. Misalnya, Dinas Kebersihan Kota dibentuk April tahun lalu. Tapi dinas itu belum dapat berbuat banyak. Adat dan kebiasaan setempat rupanya jadi hambatan. Khususnya yang mengenai babi. Bagi wanita Bali, babi tergolong peliharaan kesayangan, yang dibiarkan berkeliaran di jalan umum. Jawatan Penerangan setempat berusaha meyakinkan penduduk bahwa babi-babi harus dikandangkan. Tapi pendekatan itu tidak dihiraukan. Sangat beralasan jika kemudian Kepala Dinas Kebersihan Kota, Sukawana menghimbau pihak kejaksaan, agar setiap pelanggar Perda diseret saja ke pengadilan. Setelah kejaksaan bersedia, barulah Sukawana mulai melancarkan operasi tilang. Sekarang, jalan-jalan protokol di Denpasar bersih, tanpa sobekan kertas apalagi sampah. Tapi di kampung-kampung belum tercipta kebersihan yang demikian. Aparat Dinas Kebersihan masih terbatas (20 orang staf dan petugas lapangan 470 orang) untuk dapat menjelajah dan menilang ke seantero kampung. Denda yang lebih besar di Jakarta belum mampu membersihkan jalan-jalan dari segala macam sampah. Di Jakarta tilang sampah berkisar antara Rp 1.500 sampai Rp 10.000. Karena itu menurut Ka.Sub.Dit Perlindungan Masyarakat, Muchrodji Sutomo, denda harus dinaikkan menjadi Rp 50.000. Sementara itu ia membantah ketika dikatakan bahwa Dinas yang dipimpinnya tenang-tenang saja menanggulang kebersihan. "Denda terus meningkat dari bulan ke bulan," ujarnya seraya menunjukkan angka denda yang masuk ke Kas Negara, yang seluruhnya lebih Rp 20 juta, terhitung dari Januari sampai Agustus. Menurut keterangan Muchrodji, yang paling banyak terkena tilang adalah pedagang kaki-lima dan pemilik bengkel sepeda motor dan mobil. Melihat keadaan mereka maka denda yang dijatuhkan cuma bergerak antara Rp 1500 sampai Rp 10.000 saja. Dikatakan Muchrodji denda yang kecil itulah yang menyebabkan para pelanggar tidak jera. Yang repot menghadapi para pendatang baru. Mereka ini, menurut Muchrodji, sama sekali tidak tahu-menahu adanya Perda no. 3 tahun 1972 mengenai kebersihan linkungan. Hal lain yang merisaukan Muchrodji adalah tempat pembuangan sampah yang cuma satu-satunya dan terletak di kawasan Cakung. Juga sarana angkutan yang terbatas (hanya setengah dari 450 truk yang jalan. Selalu Melimpah Di Padang Ka.Bag. Ketertiban Umum Buchari A.Y. dengan keras membantah. Ternyata razia memang tetap dilakukan, tapi proses tilang terhenti. "Untuk apa Perubahan memang sudah terjadi," tutur Buchari. Perubahan memang terlihat di jalanjalan protokol, di depan kantor-kantor pemerintah dan juga di sebagian pusat perbelanjaan seperti Pasar Hiligoo dan Pondok. Tapi di luar itu, keadaannya tidak menggembirakan, bahkan tidak jarang menimbulkan rasa jijik. Baik di Denpasar, Jakarta maupun Padang, armada kebersihan tidak sanggup menanggulangi seluruh onggokan sampah yang selalu melimpah ruah. Di Denpasar, yang berpenduduk 260.000 jiwa itu, sampah yang bisa dibereskan ke pembuangan hanya sepertiga dari 30 m3. Produksi sampah di Padang tiap hari rata-rata 600-800 m3 tapi yang bisa dibereskan hanya separuh. Sedangkan di Jakarta, dari 16.500 m3 sampah, yang bisa ditanggulangi hanya 12.000 m3. Denpasar sedang menunggu "dana sampah" dari Bank Dunia sebesar Rp 1 milyar, dari Departemen PU Rp 350 juta, dari APBD Tk. I Bali Rp 150 juta dan dari APBD Tk. II Rp 500 juta. "Semuanya sudah disetujui tinggal menunggu realisasinya saja," kata I Wayan Muja. Tapi sebegitu jauh ia belum dapat memperinci untuk apa saja uang sekian banyak itu. "Masih dalam proses," kata Wayan Muja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus