Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sertifikat Lima Ekor Ayam

Proyek operasi nasional agraria memberikan penyuluhan tentang pemberian sertifikat tanah secara massal dan murah, dilancarkan bertepatan dengan hari agraria 24 sept. hukum tanah di yogya berbeda.

3 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Kelurahan Tanah Tinggi, Jakarta Pusat, pertemuan dimulai pukul 10.30 dengan acara penjelasan dan peraaan pendaftaran sertifikat. Acara memang disesuaikan dengan tujuan utama Prona (Proyek Operasi Nasional Agraria) pemberian sertifikat tanah secara massal dan murah bagi, terutama, golongan penduduk ekonomi lemah. Lalu disusul acara tanyajawab. Banyak ditanyakan soal surat tanah dan biaya pembuatan sertifikat. Penduduk di situ umumnya tidak memiliki surat pembelian tanah yang merupakan salah satu syarat untuk dapat mengisi formulir pendaftaran sertifikat. Jika surat beli tanah tidak ada, menurut Pasaribu, seorang petugas agraria yang bertugas waktu itu, bisa kompromi. Asalada bukti-bukti bahwa penduduk yang bersangkutan sudah lama menetap di situ -- setidaknya selama 20 tahun ke atas. Seorang ketua RW mengusulkan agar petugas agraria berkantor di kelurahan saja. Jawab Pasaribu akan dipertimbangkan. Tapi ditegaskannya bahwa peragaan soal sertifikat itu akan dilanjutkan-bahkan dari pintu ke pintu demi kesuksesan Prona. Dilancarkan bertepatan dengan Hari Agraria, 24 September, Prona di Jakarta dalam tahap pertama mengadakan penyuluhan agar terbuka minat warga kota untuk mengurus sertifikat tanah. Dari lima wilayah di Jakarta terpilih 29 kelurahan sasaran Prona. Sesudah penyuluhan, 29 kelurahan itu akan memperoleh sertifikat massal. Mengapa usaha yang bermutu ini baru dilakukan sekarang? Kepala Direktorat. Agraria DKI Sumardiono, menyatakan bahwa proyek yang diselenggarakan dua tahun lalu dalam rangka menggiatkan wajib daftar tanah ternyata kurang mendapat tanggapan rakyat. "Untuk menuju pada wajib daftar, pemerintah perlu menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang kegunaan sertifikat," kata Sumardiono. Ia optimistis usaha ini akan berhasil karena sudah dipersiapkan matang. Proses penyuluhan berikut pemberian sertifikat menurut Sumardiono akan berlangsung dari September sampai awal tahun depan. Supaya lancar, Direktorat Agraria akan bekerjasama dengan aparat Pemda DKI dari tingkat Walikota ke bawah. siayanya, menurut Sumardiono tidak akan memberatkan karena yang dipungut hanya biaya administrasi, formulir dan biaya pengukuran. "lni 'kan proyek pemerintah, jadi ada subsidi," ia menambahkan. Biaya tertinggi yang harus dibayar warga kota cuma Rp 23.000 dan terendah Rp 3000. Bagaimana kalau status tanah masih dalam sengketa? Pasaribu menyatakan sengketa itu akan ditampung, diselesaikan dulu, kemudian baru dapat diuruskan sertifikatnya. Dalam pada itu Kadit Agraria-Jawa Tengah, Drs. Mulyono menyatakan bahwa "Prona kami pilih dengan sasaran yang tepat." Sebenarnyalah, sebelum Yrona dilancarkan, Pemda Jawa Tengah sudah lebih dulu memberikan sertifikat massal kepada 45.000 penduduk. "Dengan biaya yang relatif sangat rendah," ujar Mulyono pula. "Kami ajak masyarakat untuk sertifikat minded, agar sadar bahwa sertifikat itu merupakan jaminan hidup dan kepastian hak." Jual Ayam Kalau masyarakat sudah memiliki sertifikat, lanjut Mulyono, maka Direktorat Agraria bisa menjadi pusat data. Dia hanya menyayangkan bahwa pengalihan hak sering disalahgunakan. Maksudnya, sebidang tanah yang sudah dipunyai pemilik baru, tapi seolah-olah masih ada dalam kuasa pemilik lama. "Ini yang harus ditertibkan. Semua ini harus diteliti dengan sistem intel," katanya. Arthy Soedjono SH, Kepala Kantor Agraria Kodya Semarang yang terkenal sebagai Mantri Botol, dengan mantap berkata bahwa di daerahnya sertifikat massal bukan barang baru. Awal tahun ini saja direktoratnya berhasil memberikan sertifikat massal untuk 3000 lebih penduduk. Khusus dalam rangka Prona, kantor agrarianya akan menggarap lima desa di empat kecamatan (Genuk, Gunung Pati, Mijen dan Tugu) yang kesemuanya terletak di wilayah pengembangan Semarang. Kalau lokasi tak bisa dijangkau karena dana Pusat rerbatas, Walikota Semarang tak segan membantu. Peralatan ukur yang kurang juga bisa dipinjam dari Kantor Agraria. Sehingga penduduk seperti Djuhaeni, 55 tahun, dari Desa Genuksari yang punya tanah seluas 2 ha boleh merasa terbantu. Surat tanah yang ada padanya cuma surat leter D--yakni surat tanah yang digunakan untuk membayar Ipeda. Dengan adanya Prona, ia ingin mengurus sertifikat. "Saya setuju sekali, Pak Camat bilang cuma Rp 12.500, jual ayam lima ekor sudah cukup," ujar Djuhaeni. Djuhaeni pun tahu bahwa dengan sertifikat di tangan, dia bisa pinjam uang ke bank. Sekarang memang belum bermaksud begitu, tapi kalau nanti peternakannya perlu dikembangkan maka dengan sertifikat di tangan ia akan berani pinjam uang ke bank. Sebaliknya di DI Yogyakarta, yang berdasar UU No. 3 tahun 1950 dinyatakan otonom dalam urusan agraria, pemberian sertifikat massal tidak ada. Yang ada hanya peningkatan hak milik sementara atas tanah model E menjadi model D. Secara simbolis, dalam rangka peringatan hari agraria yang dipusatkan di Bantul, telah diserahkan 2667 sertifikat model D kepada pemilik yang berhak. Kadit Agraria DI Yogyakarta, Mujud Hadikusumo mengatakan bahwa sertifikat model D bisa dijadikan jaminan memperoleh kredit bank. Tapi H. Abdul Malik SH, anggota Komisi E DPRD DIY menyatakan, sertifikat leter D itu sulit dipakai mendapatkan kredit bank. "Bank tidak mau kalau tidak ada sertifikat penuh," ujar Malik. "Padahal rakyat Yogya tidak ada yang punya sertifikat begitu." Mengapa? Menurut Malik, hukum tanah di Yogya berbeda dengan hukum tanah yang umum berlaku di tempat lain. Tatkala ada himbauan Pemerintah Pusat untuk mengadakan unifikasi hukum tanah, Sultan Hamengkubuwono IX dikabarkan menolak dengan halus, dan hanya setuju jika keahlian pegawai agraria DIY ditingkatkan. Karena itu Abdul Malik sampai pada kesimpulan bahwa "khusus mengenai pemilikan tanah di DIY tidak ada kepastian hukum."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus