Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mendiskusikan Polisi

Hukum acara pidana disahkan dalam rapat paripurna DPR, a.l: menyangkut tugas polisi sebagai penyidik tunggal bagi semua perkara pidana. Status polisi yang ABRI didiskusikan.

3 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERISTIWA bersejarah itu terjadi di ruang sidang utama DPR di Senayan. Hukum Acara Pidana yang disebut sebagai: "pengakuan terbesar hak-hak asasi di Indonesia" disahkan dalam rapat paripurna yang sebagian besar kursinya kosong akhir bulan lalu. Semula sidang memang mencapai quorum--berarti lebih dari 230 orang anggota yang menandatangani absensi. Namun menjelang sidang, ketika Agus Djamili dari F-ABRI membacakan pendapat akhir fraksinya, anggota yang hadir tinggal puluhan. Di mana pimpinan hanya duduk seorang Wakil Ketua DPR/MPR R. Kartidjo. Yang tidak bergeser dari tempatnya wakil pemerintah: Menteri Kehakiman Ali Said beserta staf intinya di balkon kanan. Di luar ruang sidang terdengar tawa keras dari srombongan anggota FKP beserta ketua fraksi, Sugiharto, asyik mengobrol. Sikap Militer Hari itu -- di samping menyetujui pasal-pasal HAP lainnya--DPR mengesahkan polisi sebagai penyidik tunggal bagi semua perkara pidana. Cuma, yang masih dipertanyakan banyak ahli hukum, mengenai polisi yang ABRI. I.G.N. Gde Jaksa SH dari Fraksi PDI dalam pendapat akhirnya masih menyetujui seorang sipil diperiksa oleh polisi yang ABRI itu. Sebab, jurubicara Fraksi PDI ini percaya, "kalau keadaan sudah mengizinkan, polisi akan disipilkan kembali." Rekan sefraksi V.B. da Costa, berpendapat lain. Anggota Sigab (Sidang Gabungan) HAP yang terkenal keras ini menunjuk UUD '45 yang tidak menyebutkan Polri sbagai jajaran angkatan. "Untuk saat ini kita bisa menerima Polri itu masuk Hankam tetapi idealnya harus dikembalikan ke sipil, " ujarnya. Yang dikhawatirkan da Costa adalah dasar bertindak polisi sebagai penyidik akan tetap sebagai militer jika Polri masih berada dalam jajaran ABRL "Sikap militer," kata da Costa, "kalau tidak membunuh akan dibunuh, sebab itu banyak terjadi kasus main tembak." Polri perlu dikembalikan kepada statusnya sperti sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Menurut da Costa, Polri masuk jajaran Hankam pada saat itu, akibat adanya konflik antar angkatan. Situasi ini kemudian dikukuhkan oleh Undang-Undang no. 13/1961 yang menyebutkan kepolisian negara adalah angkatan bersenjata. Cara mengembalikan status? "Gampang! Kita buat undang-undang untuk itu," kata da Costa. Seorang pejabat tinggi hukum punya penilaian sendiri soal polisi: "Ini masalah yang jauh lebih rumit dan serius daripada masalah-masalah yang sudah diselesaikan di dalam HAP." Lihat saja. Dalam HAP, petugas yang salah menangkap atau menahan, misalnya ia adalah polisi, bisa dituntut ganti rugi. "Lalu bagaimana cara menuntutnya smentara yang berhak mengadili polisi adalah peradilan militer? " begitu dipertanyakan pejabat tadi. Sebab itu ia mengusulkan agar polisi diberi status agar hukum sipil berlaku padanya. "Untuk itu polisi tidak perlu dilepaskan dari Departemen Hankam, toh departemen itu juga punya pegawai sipil," katanya. Kecemasan lain adalah kesan militerisme--seperti disebutkan seorang pejabat di kejaksaan. "Kasarnya, kalau kiu digebukin polisi, tidak bisa membalas, " kata jaksa itu. Tapi, harapan banyak pihak itu agaknya masih akan lama terwujud. Sebab, jurubicara Fraksi ABRI H. Sumrahadi Parto Hadiputro, berketetapan status Polri skarang ini sudah mantap dan akan terus dimantapkan. Gagasan menyipilkan Polri dinilai F-ABRI sebagai hasil pengamatan yang tidak menyeluruh dan hanya melihat segi penegakan hukum smata-mata. Padahal, menurut Sumrahadi, Polri mempunyai dua fungsi utama: fungsi keamanan ketertiban dan fungsi penegak hukum. Menilai Polri akan bersikap seperti militer, karena masih jajaran angkatan perang, dianggap Sumrahadi "tidak bijaksana". Sebab sudah ditegaskan Menhankam, "Polri itu bukan angkatan perang, walaupun ABRI," kata Sumrahadi. Selain itu sikap keras beberapa orang anggota ABRI tidak identik dengan tingkah laku dan sikap ABRl keseluruhan. Sikap tegas Hankam terhadap tingkahlaku negatif ini tidak diragukan lagi," kata Sumrahadi lagi. Taufik Hidayat, FKP, mempercayai akan adanya kontrol dari atasan Polri atas tindakan-tindakan yang dilakukan polisi dalam tugas penyidikan nantinya. Jurubicara Fraksi Karya dalam pengesahan HAP itu, spendapat, apa pun status Polri sekarang ini tidak perlu dipersoalkan lagi. "Sebab selain kontrol dari atasan, akan ada kontrol dari kejaksaan," ujar Taufik Hidayat. Kapolri Awaluddin Djamin mengakui, tugas utama penyidikan yang diberikan kepada Polri oleh HAP, merupakan tugas yang berat. Kapolri tak mempersoalkan status Polri -- sebagai sipil atau militer. Yang jelas, "nanti tidak akan ada lagi orang yang ditahan sampai stahun," janji Kapolri ketika melantik Kadapol Jawa Barat Brigjen Pol. Herman Soedjana, pekan lalu di Bandung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus