Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seberapa serius sebetulnya ancaman obat palsu dan ilegal di pasaran? Ada indikasi peredaran obat palsu cenderung menurun, meski tidak berarti habis sama sekali. Di Jepang pun, obat palsu masih ada. Obat-obat palsu diproduksi secara sembunyi dan beredar di pasar gelap. Demikian pula obat-obat ilegal. Beberapa waktu lalu, di Jakarta, kami melakukan operasi bersama dengan kepolisian. Hasilnya, kami menemukan tiga apotek yang selama ini dikenal sebagai penjual obat-obat tak terdaftar (ilegal). Mereka lalu kami proses secara hukum. Selama Januari-Mei tahun ini, kami juga menemukan lima item obat palsu berbentuk tablet, yakni Alphaphist, Etambutol, Codein, Himagen, dan Hiralgen. Diketahui lewat pengujian, ternyata zat aktifnya tidak ditemukan dalam obat-obatan tersebut. Bagaimana strategi memeranginya? Ada dua strategi besar yang kami ambil. Pertama, kami memutus mata rantai pasokan ke pasar gelap itu. Siapa pun orang yang memasok obat keras resmi ke pasar gelap akan kami uber terus. Kedua, yang tak kalah penting adalah meningkatkan kesadaran dan edukasi pada masyarakat bahwa membeli obat di pasar gelap itu berisiko bagi kesehatan mereka sendiri. Jadi, jangan membeli di situ, apalagi membeli obat dengan resep. Itu sangat berbahaya! Mengapa BPOM terkesan kurang berani bertindak tegas? Berhadapan dengan pasar gelap, terus terang saja kami tidak mau frontal. Selain tidak akan efektif, langkah seperti itu juga bisa menimbulkan ekses. Kita mesti melihat jauh ke depan, tak sekadar kepentingan hari ini. Karena itulah kami melempar peringatan ke masyarakat. Jadi, urusannya bukan sekadar berani atau tidak berani. Untuk memberantasnya, kami juga bekerja sama dengan badan-badan lain seperti kepolisian dan pemerintah daerah. Dalam urusan operasi di pasar gelap, polisi harus di depan. Sering kali rencana operasi bocor duluan. Bagaimana mencegahnya? Sebelum berangkat, kami tidak menentukan tujuannya mau ke mana. Saat di jalan, barulah kami ngomong mau ke mana. Jadi, sebelumnya anggota tim tidak tahu tujuan. Operasinya sendiri ada yang terbuka, ada juga yang under cover. Biasanya kami lakukan operasi diam-diam dulu, baru yang terbuka. Berapa banyak pemalsu obat dan pengedar obat ilegal yang sudah diproses secara hukum? Selama April-Desember 2000, kami memproses 80 kasus. Dari jumlah itu, yang sudah sampai ke penuntut umum ada 22 kasus, sedangkan yang sudah diputus di pengadilan sebanyak 2 kasus. Putusannya bervariasi, di antaranya berupa denda Rp 200 ribu atau satu bulan kurungan. Ada yang didenda Rp 250 ribu atau dua bulan kurungan. Hukuman yang ringan ini jelas tak membuat jera, tapi malah mendorong orang berani berbuat lagi. Barangkali di situlah pentingnya sosialisasi bahaya obat palsu. Tak hanya pada masyarakat, tapi juga penentu keadilan. Kalau tahun ini? Selama Januari-Mei 2001, sudah ada 10 kasus yang kami proses secara hukum. Dari jumlah itu, baru ada dua kasus yang sampai ke penuntut umum. Ada pula kasus di Mataram, Nusatenggara Barat, tempat pelakunya divonis bebas. Kami sangat menyayangkan, pemalsu obat yang notebene punya risiko tinggi bagi kesehatan manusia kok hanya dihukum ringan. Tapi hal-hal seperti ini tidak membuat kita mundur. BPOM sendiri tampaknya belum optimal bekerja. Kalau melihat grafiknya, kami memang belum optimal. Yang penting, dari waktu ke waktu ada kemajuan. Kami menyadari bahwa harapan masyarakat memang begitu besar. Dalam hal ini, kami tidak lagi melihat kekurangan dan alasan klasik seperti keterbatasan tenaga dan dana. Justru, dengan kekuatan yang ada, kami harus bisa meningkatkan kualitas kerja. Yang penting, kami punya komitmen dan motivasi untuk terus maju.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo