Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sandi Kiai Proyek Kitab Suci

Komisi Pemberantasan Korupsi membongkar dugaan suap pada pembahasan anggaran proyek penggandaan Al-Quran. Politikus Golkar dan anaknya kini tersangka. Aktivis muda MKGR disebut-sebut terlibat.

2 Juli 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

POLITIKUS Partai Golkar itu berkali-kali mengucapkan istigfar—memohon ampun kepada Tuhan. Suaranya bergetar. "Kaget saya," kata Zulkarnaen Djabar, sang politikus, ketika ditanya tentang statusnya sebagai tersangka perkara suap proyek penggandaan ­Al-­Quran, Kamis malam pekan lalu.

Terdiam beberapa detik, Zulkarnaen menyatakan belum sekali pun diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia malah menanyakan tahun anggaran proyek yang diduga berlumur suap itu. "Saya tidak tahu sama sekali," ujarnya.

Menjadi anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi agama sejak 2004, Zulkarnaen sepi dari berita. Pria 59 tahun ini hanya sesekali muncul di media massa, termasuk ketika mengikuti studi banding ke Australia tahun lalu. Kini aktivis Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR), organisasi sayap Partai Golkar, itu menjadi pusat perhatian publik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkannya sebagai tersangka.

Pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi menuduh Zulkarnaen terlibat suap pembahasan anggaran. Surat perintah penyidikan perkara ini diteken Selasa pekan lalu. "ZD sudah ditetapkan menjadi tersangka," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto merujuk pada Zulkarnaen.

Sumber Tempo mengatakan keterlibatan Zulkarnaen dicurigai penyidik KPK sejak pertengahan tahun lalu. Hubungan telepon dia dengan beberapa pejabat Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam terpantau komisi antirasuah. "Komunikasi mereka intens sekali," katanya.

Zulkarnaen diduga menjadi pengawal anggaran proyek Kementerian Agama. Pengusaha transportasi ini adalah anggota Badan Anggaran di Komisi Agama. Dengan posisi strategis itu, ia selalu dijadikan penghubung oleh para pejabat Kementerian Agama pada saat pembahasan anggaran.

Pada Mei 2011, ketika usulan proyek-proyek masuk melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan, informasi penting masuk kantor KPK. Zulkarnaen diduga merancang pertemuan dengan pejabat Kementerian Agama dan seorang utusan perusahaan percetakan.

Dalam pertemuan, pengusaha percetakan yang mengerjakan proyek penggandaan Kitab Suci dicurigai hendak menyerahkan tas berisi uang kepada Zulkarnaen. "Mereka janji bertemu di sebuah hotel di kawa­san Pancoran, Jakarta Selatan," katanya.

Tas berisi uang itu diduga merupakan ongkos jasa mengamankan anggaran penggandaan Al-Quran melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan senilai Rp 22,8 miliar. Menjelang siang, penyidik bergerak menuju hotel. Sejumlah titik yang diperkirakan menjadi tempat pertemuan diawasi ketat. "Mereka menjadi target OTT, operasi tangkap tangan," kata sumber tadi.

Hingga sore, transaksi gelap itu ternyata tak kunjung terjadi. Tas berisi uang yang sudah disiapkan tidak jadi berpindah tangan. "Operasi bocor. Target tidak jadi datang," katanya. Pengusaha yang kerap memenangi proyek di Kementerian Agama itu pulang tetap dengan tasnya.

Zulkarnaen membantah ikut aktif dalam pembahasan anggaran penggandaan Al-Quran. "Saya normal-normal saja," katanya. Dia mengaku tidak ingat satu demi satu anggaran Kementerian Agama yang dibahas di komisi ataupun Badan Anggaran.

Toh, petugas KPK menggeledah ruang kerja di lantai 13, Gedung Nusantara 1 kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Jumat siang pekan lalu. Berkutat selama enam jam, penyidik membawa dua unit komputer meja warna hitam dan satu komputer tablet putih merek Dell.

Penyidik juga mengangkut dokumen yang dimasukkan ke dua kardus besar berwarna cokelat, satu kardus berukuran sedang, dan satu kardus kecil. "Ada sebagian dokumen bahan rapat yang dibawa," ujar salah seorang pegawai sekretaris jenderal yang mendampingi penggeledahan.

Dalam waktu bersamaan, dua rumah Zulkarnaen di Jalan Cenderawasih 9 Nomor 158, RT 9 RW 12, Jati Cempaka, Bekasi, dan di Kompleks Perumahan DPR di Kalibata, Jakarta Selatan, digeledah.

l l l

PROYEK penggandaan Kitab Suci rutin digelar Kementerian Agama. Anggarannya menjadi lahan obyekan politikus Senayan dan pengusaha percetakan. Kebutuhan dua juta eksemplar setiap tahun yang disebar ke semua daerah tidak bisa dipe­nuhi percetakan milik Kementerian Agama. Percetakan di daerah Cisarua, Jawa Barat, itu hanya mampu memasok 60-70 ribu eksemplar.

Seorang mantan anggota Dewan mengatakan proyek penggandaan Kitab Suci ditangani Zulkarnaen sejak 2009. Menurut dia, dalam periode itu, proyek penggandaan Kitab Suci hampir tidak pernah jatuh ke pengusaha lain. "Pengusaha itu-itu saja," katanya.

Modus yang dipakai relatif "sederhana". Proyek penggandaan Kitab Suci diajukan pejabat Kementerian Agama dengan berkoordinasi dengan Zulkarnaen. Politikus kelahiran Padang, Sumatera Barat, ini diberi tugas "mengawal" pembahasan pada tingkat komisi dan Badan Anggaran. Semua ongkos kegiatan ditanggung pengusaha percetakan. "Pengawalan menjadi mudah karena semua anggota komisi kebagian," kata mantan anggota Dewan tadi.

Zulkarnaen mengajak anak sulungnya, Dendy Prasetya. Dendy tercatat sebagai Direktur Utama PT Karya Sinergi Alam Indonesia, salah satu perusahaan pemenang tender. Menurut sumber, Dendy bersama aktivis Fahd A. Rafiq aktif mengatur pemenang tender di Kementerian Agama.

Fahd telah menjadi tersangka pada perkara lain, yakni suap Dana Percepatan Infrastruktur Daerah. Bersama Dendy, ia aktif dalam Gerakan Muda MKGR, organisasi kelompok muda yang berafiliasi dengan Partai Golkar. Fahd menjadi ketua umum dan Dendy sebagai sekretaris jenderal.

Komunikasi dua pemuda ini lewat telepon seluler juga terekam penyidik KPK. Dalam beberapa kesempatan, Fahd menitipkan pesan penting kepada Dendy. "Apakah 'kaveling untuk kiai' sudah disediakan?" katanya. Ada juga pernyataan, "Itu jatah 'ustad dan pesantren', jangan diutak-atik."

Belakangan istilah "kiai", "ustad", dan "pesantren" diketahui merupakan sandi untuk para penerima dana hasil permainan proyek. "Kiai" menunjuk pada politikus di Senayan, "ustad" dipakai untuk menyebut pejabat Kementerian Agama, lalu "pesantren" untuk partai politik.

Ketua KPK Abraham Samad mengatakan Dendy bersama ayahnya berperan menyetir pejabat Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam guna memenangkan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia dan PT Karya Sinergi Alam Indonesia sebagai pemenang proyek.

Menurut Abraham, sepanjang dua tahun terakhir, Dendy diketahui mengalirkan uang ratusan juta hingga miliaran rupiah ke ayahnya." Dilakukan secara bertahap," katanya.

Tidak hanya terlibat di proyek penggandaan Al-Quran, Dendy dan Zulkarnaen juga terseret menerima suap dalam pembahasan proyek laboratorium komputer di Kementerian Agama pada 2011. Menurut Abraham, ayah dan anak ini menyetir agar panitia lelang memenangkan sebuah perusahaan berinisial PT BKM.

Sumber lain menyebutkan proyek laboratorium komputer terhubung dengan Grup Permai, kelompok perusahaan milik Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat. Dalam data keuangan Grup Permai yang disita KPK dari komputer kerja Yulianis, Direktur Keuangan Grup Permai, tercatat nama Zulkarnaen.

Dibukukan pada 24 Januari 2010, uang senilai Rp 1 miliar dituliskan dengan kode MK2/11/02/2401 untuk "Support Komisi VIII Depag 2010". Uang diterima Zulkarnaen Djabar dan "Nurul Iwan" lewat seorang karyawan Grup Permai bernama Bayu.

Dendy belum bisa dimintai komentar. Adapun Fahd A. Rafiq membantah terlibat dalam pengaturan proyek. Dia mengatakan hanya kenal dekat dengan Dendy sebagai kolega di organisasi. "Saya tidak tahu apa-apa," katanya. Putra penyanyi dangdut kawakan, A. Rafiq, ini menantang dibuktikan apakah namanya ada dalam akta perusahaan pemenang tender. "Silakan cari saja."

l l l

GEBRAKAN Komisi Pemberantasan Korupsi membongkar perkara suap pembahasan anggaran Kitab Suci ini menjadi kabar buruk bagi Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar. Sebab, proyek dilakukan ketika dia menjabat Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama. "Saya kaget dan tidak menyangka," katanya.

Sumber Tempo mengatakan posisi Nasaruddin genting karena dia dinilai membiarkan korupsi pada proyek tersebut. Sebagai pejabat eselon I yang memegang kuasa pengguna anggaran, dia dinilai bertanggung jawab.

Dalam sejumlah dokumen, proyek sepanjang 2009-2011 menghabiskan dana Rp 28,5 miliar. Pada empat kali proyek penggandaan Kitab Suci, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam sebenarnya bisa menghemat anggaran hingga Rp 3,05 miliar. "Namun dana tidak masuk kas negara," kata sumber tadi.

Sumber tadi melanjutkan, Nasaruddin terkesan membiarkan semua permainan proyek itu. Tapi hal itu diduga akibat tekanan Ermalena Muslim, staf khusus Menteri Agama Suryadharma Ali. Ermalena tercatat menjadi Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan.

Pengacara Adi Warman mengatakan pernah mendapat keluhan dari pejabat pembuat komitmen Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Rohadi Abdul Fatah pada November 2011. Menurut dia, Rohadi ketika itu mengatakan, "Kalau proyek ini kacau, Ermalena harus bertanggung jawab."

Dua bulan kemudian, Rohadi tidak bisa melanjutkan pekerjaan sebagai pejabat yang mengawasi kegiatan tender. Desember tahun lalu, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah ini meninggal mendadak dalam perjalanan dari Jakarta menuju Bandung.

Ermalena belum bisa dimintai tanggapan. Permohonan wawancara dan pertanyaan tertulis yang dikirimkan ke ruangan kerjanya belum dibalas. Nasaruddin Umar menolak menjawab saat ditanyakan soal intervensi yang dilakukan kawan separtai Menteri Suryadharma. "Tidak ada komentar soal itu," katanya.

Nasaruddin menyatakan tidak mengawasi semua kegiatan tender penggandaan Al-Quran. Ia mengeluh, "Sangat banyak, tidak mungkin saya pantau satu per satu."

Setri Yasra, Ananda Badudu, Gadi Makinta, Elliza Hamzah, Subkhan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus