Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Puluhan ribu orang berkaus merah-putih dan mengenakan topi bisbol memadati stadion di pusat Kota Toluca, Meksiko, Rabu pekan lalu. Kedatangan mereka bukan untuk menonton pertandingan, melainkan ingin mendengarkan janji kandidat presiden dari Partai Revolusioner Institusional (PRI), Enrique Pena Nieto, 45 tahun, pada hari terakhir kampanye. Salah satu yang ditunggu: komitmen tentang perang melawan narkoba. Pemilihan presiden digelar pada 1 Juli 2012. "Saya akan menjamin negara ini hidup damai, tenang, dan aman," kata Nieto berapi-api, yang dibalas pekikan pendukungnya, "Untuk presiden!"
Ungkapan Nieto melawan geng narkoba lebih lunak dibanding kandidat lain. Ia mengatakan akan berhati-hati saat menangkap pimpinan kartel karena bisa memperparah keamanan negara. Nieto bahkan berencana menarik separuh tentara yang bertugas memerangi narkoba.
Penduduk Meksiko resah terhadap kondisi keamanan. Presiden Felipe Calderon telah mencanangkan perang melawan narkoba sejak pertama menjabat enam tahun silam. Presiden dari Partai Aksi Nasional (PAN) ini terkenal dengan kebijakannya yang keras. Dia mengirim 6.500 tentara untuk memerangi kartel-kartel narkoba. Selain itu, ia berfokus memberantas pencucian uang pengedar narkoba, memperkuat lembaga peradilan, dan menciptakan lebih banyak pekerjaan agar anak muda tak bekerja untuk kartel. Selama 18 bulan pertama Calderon menjabat, pemerintah Meksiko telah menghabiskan US$ 7 miliar (sekitar Rp 66 triliun) untuk mendanai perang melawan narkoba. Namun 50 ribu jiwa telah menjadi korban perang ini.
Sebulan terakhir, puluhan orang tewas dalam kisruh geng narkoba. Pria bersenjata menyerang sebuah pusat rehabilitasi narkoba di Torreon, sebelah barat Kota Meksiko. Korban tewas 11 orang dan 9 orang luka-luka. Konflik antara kartel dan pemerintah merebak di mana-mana dan penduduk menjadi korban. Perang terhadap geng narkoba ini justru menyebabkan perekonomian Meksiko terpuruk. Pertumbuhan ekonomi tahunan rata-rata hanya dua persen, masih di bawah dua pemerintahan sebelumnya. Janji pemerataan pekerjaan belum terealisasi maksimal. "Saya akan memberikan kesempatan lagi kepada PRI. PAN telah gagal," kata Ignacia Rodriguez, 50 tahun, seorang pedagang kaki lima di Toluca.
Empat hari menjelang pemilihan, popularitas Nieto berada di puncak. Melalui jajak pendapat yang digelar surat kabar Reforma pada 21-24 Juni lalu, popularitas Pena Nieto melonjak dari 32,2 persen pada awal bulan menjadi 41,2 persen. Lopez Obrador berada di posisi kedua (25,4 persen). Adapun Josefina Vaquez Mota dari Partai Aksi Nasional berada di posisi ketiga dengan 20,8 persen.
Kandidat presiden PAN, Josefina Vazquez Mota, berjanji melanjutkan program Calderon melawan kartel narkoba dan korupsi yang melanda Meksiko selama kepemimpinan PRI—PAN menumbangkan PRI pada 2000. PAN terkenal keras memerangi kartel narkoba. Mota berjanji akan menambah tentara untuk memerangi narkoba hingga 150 ribu atau empat kali lipat tentara saat ini. Sedangkan Andres Manuel Lopez Obrador, dari partai kiri Revolusioner Demokratik, bersikap lebih lunak ketimbang Mota.
Uang kartel narkoba memang akrab dengan PRI. Pengadilan di Texas, Amerika Serikat, Februari lalu, mengadili Antonio Pena atas kasus pencucian uang. Menurut pengadilan Distrik San Antonio, mereka memiliki bukti kartel Zetas telah menggelontorkan dana sebesar US$ 4,5 juta atau sekitar Rp 42,5 miliar untuk para pejabat di Tamaulipas, salah satu negara bagian di Meksiko.
Dua negara bagian yang dikuasai PRI, Tamaulipas dan Veracruz, memang kuat dengan kontrol kartel narkoba. Pemerintah Amerika Serikat memiliki bukti-bukti kuat bekas Gubernur Tamaulipas asal PRI, Tomas Yarrington, menerima suap duit dan kondominium di San Antonio seluas 18,6 hektare dari kartel narkoba. Pemerintah Meksiko telah memerintahkan pembekuan rekening. Selain itu, merebak isu kandidat Gubernur Michoacan, Silvano Aureoles, menerima duit US$ 2 juta (sekitar Rp 18,9 miliar) dari kartel.
Selama 71 tahun berkuasa, PRI menjalankan pemerintahan yang koruptif dan dekat dengan kartel narkoba. PRI dan kartel melakukan barter perdamaian dengan uang sogokan. Gubernur Coahuila yang berkuasa pada 1980, Nazario Ortiz Garza, secara terbuka membina kerja sama dengan kartel narkoba. Ia berteman dekat dengan bandar opium Antonio Wong Yin. Yin memberikan sebagian keuntungan bisnisnya. Kepala militer saat itu, Jenderal Jesus Garcia, juga menjadi antek gembong narkoba. Sebenarnya perselingkuhan Partai Revolusioner Institusional, partai penguasa saat itu, dan kartel narkoba telah terbina sejak 1947. Bahkan PRI memiliki kuasa menentukan wilayah perdagangan narkoba.
Partai juga menerapkan kelonggaran pada sistem peradilan. Pemerintah, melalui pengadilan, sering memberikan kekebalan hukum kepada para bos kartel yang memiliki hubungan baik dengan penguasa. Petinggi kartel yang tertangkap dengan mudah lolos. Sebuah survei lembaga pemantau peradilan, ICESI, tentang persepsi publik pada sistem peradilan mencatat, dari 100 kejahatan, 78 persen kasus hukum ditutupi dan hanya 22 kasus yang terbuka. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2002, sebanyak 50-70 persen hakim diduga korup.
Uang mengalir deras ke politikus, hakim, dan polisi. Bekas polisi, Jesús Fierro Méndez, mengaku telah menjadi centeng Sinaola, satu dari dua kartel narkoba terbesar di Meksiko. "Semuanya digaji mereka," katanya. Dana yang dikeluarkan untuk polisi mencengangkan: US$ 1 miliar (sekitar Rp 9,4 triliun) setahun. Méndez bercerita, seorang petinggi kartel Sinaola bebas dari hukuman penjara setelah merogoh US$ 3 juta (sekitar Rp 28 miliar) untuk para pejabat jaksa dan hakim. Mereka juga menggaji warga sipil sebesar US$ 100 (Rp 944 ribu) untuk menjadi mata-mata penggerebekan polisi. Semua sisi dibentengi dengan suap. Dalam neraca keuangan kartel, pengeluaran terbesar adalah untuk penyuapan. "Sopir taksi pun kebagian," ujarnya.
Meski kocek yang dirogoh mencapai miliaran dolar, bisnis narkoba tetap menggiurkan. Tahun ini omzetnya bisa mencapai US$ 70 miliar (sekitar Rp 660 triliun) atau setara dengan tiga persen anggaran belanja pemerintah Meksiko. Jumlah ini merupakan perdagangan obat terbesar di dunia. Keuntungan besar didapat dari penjualan narkoba ke perbatasan dengan Amerika Serikat. Kartel membeli kokain dari Kolombia dan Peru, lalu dijual empat kali lipat. Di perbatasan Meksiko dengan Amerika, nilainya bisa mencapai 15 kali lipat.
Tak cukup dengan suap, kartel narkoba juga menggunakan kekerasan untuk meneror. Mereka mempersenjatai jaringannya dengan senapan. Bahkan para petani ganja di sejumlah wilayah diberi pegangan AK-47. Dalihnya, suap belum tentu efektif sehingga kekerasan perlu digunakan. Kekerasan pun melonjak.
Bila PRI kembali berkuasa, bisa dipastikan kartel narkoba juga memperoleh tempat nyaman. Seperti kampanye yang diteriakkan kandidat presiden dari PRI, Nieto, "Saya akan menjamin negara ini hidup damai, tenang, dan aman", tapi bersama kartel narkoba.
Eko Ari Wibowo (Reuters, CNN, New York Times, scholarship.claremont.edu)
Meksiko Vs Kartel Narkoba
2006:
Felipe Calderon memenangi pemilihan presiden. Ia mengirimkan tentara dan polisi untuk membendung kekerasan kartel narkoba yang meningkat di wilayah barat Meksiko.
2007:
Calderon memusnahkan 23 ton kokain. Eskalasi kekerasan meningkat. Sebanyak 3.000 orang tewas.
2008:
Sebanyak 6.300 penduduk di Meksiko tewas dalam kekerasan kartel narkoba.
Januari 2010:
Polisi menangkap gembong narkoba, Teodoro Garcia Simental. Ia terkenal sebagai penjahat berdarah dingin dalam menghadapi musuhnya.
April 2011:
Kuburan massal berisi 193 mayat ditemukan di Tamaulipas, negara bagian yang terkenal dikuasai kartel.
Agustus 2011:
Sebuah kasino di Monterrey dibakar. Sebanyak 52 orang tewas.
Mei 2012:
Pimpinan kartel ditangkap atas pembunuhan 49 orang, yang dimutilasi. Mayat-mayat itu dibuang di sebuah jalan di Nuevo León.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo