Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sang wartawan dan Samseng

Seorang wartawan dari medan disekap di kampung lalang, medan, di kompleks penampungan cina rrc eks dari aceh. wartawan tersebut, julius rivai, mendapat info adanya judi besar-besaran di kompleks tersebut. (kt)

13 Oktober 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG wartawan yang membantu sebuah grup penerbitan di Jakarta yang berkantor di Medan Baru mendapat info ada judi besar-besaran di kompleks penampungan Cina RRC eks Aceh di Kampung Lalang, dalam jumlah omzet ratusan jura. Info itu diterimanya jam 11.00 Senin 24 September. Tapi karena masih ada kerja yang harus diburu dikirim ke Jakarta, baru jam 14.00, dengan selop jepit dan pakaian agak kumuh, dia ke Kampung Lalang mengendarai motor Yamaha biru. Tustel dimasukkan ke dalam baunya. Memasuki kompleks tanpa dicurigai (karena berpakaian kumuh itu), Julius Rivai, sang wartawan berhasil mendapati sebuah rumah melalui beberapa lorong yang di dalamnya sedang berkecamuk orang-orang Cina main judi. Tak ayal, ia memotret. Tapi dalam sekejap lehernya dipiting oleh salah seorang samseng yang bernama Hongli. Terjadi tarik-menarik kamera. "Siapa kau?" tanya Hongli. "Saya wartawan," jawab sang wartawan. Hongli memaksa minta kartu wartawan, tapi ditolak. Kemudian beberapa oknum ABRI dan Polri yang sejak tadi berjaga-jaga ada yang menganjurkan: "Sudah, kalau saudara wartawan tunjukkan saja kartu saudara." Tapi wartawan itu tak mau menunjukkan kartu identitasnya. Sejumlah anak muda dan samseng-samseng lainnya mengepwng, disaksikan oknum-oknum ABRI dan Polri itu, sambil ketawa-ketawa. Di tangan para samseng dan beberapa preman pribumi tampak beberapa pisau dan parang, tapi dibungkus kertas koran. Tak lama kemudian muncul A Guan, katanya "Saudara jangan ganggu kami cari makan. Kalau saudara mau minta uang, ya, damai-damai saja." Boss Kami Wartawan itu lalu dibawa ke sebuah kedai kopi. Kameranya sudah disita A Guan, sang samseng yang badannya kayak raksasa itu. "Saudara jangan melawan. Jika saudara tidak mau memberikan film itu nyawa saudara tergantung pada lonceng ini," ancam A Guan yang mendekati sebuah lonceng di kedai kopi itu. "Kalau lonceng ini saya pukul sekali, saudara akan mati kami bunuh," kata A Guan. Sang wartawan akhirnya mengalah karena merasa nyawanya kini terancam. Film itu kemudian diserahkan pada A Guan. Tetapi kameranya, Canon FT, masih ditahan. Sekitar 1 jam, muncul 2 wartawan lain. Seorang dikenal sebagai pembantu penerbitan sebuah majalah Jakarta, namanya EP. Mereka menuju ke arah belakang kedai kopi setelah ngomong-ngomong dengan seorang oknum ABRI yang mengawal kompleks perjudian tersebut. "Dia wartawan dan kawan saya," kata EP pada oknum tersebut. Tak lama setelah EP dan kawannya keluar dari kompleks (mungkin setelah terima amplop), perlakuan terhadap wartawan yang disekap mulai lunak. Lalu dia minta dibebaskan. "Tunggu, apa kata boss kami," kata Hongli. Yang disebut-sebut boss rupanya bandar judi yang bernama A Hai, pengusaha taxi di Jalan Bogor. Hongli dan A Guan berunding dengan si boss di belakang kedai kopi. Lalu muncul Hongli sambil membawa kamera. "Sudahlah, kita damai-damai saja. Janganlah ganggu kami cari makan dan jangan coba-coba membuat laporan mengenai judi di sini. Nanti kami bunuh saudara," kata Hongli. "Itu kawan yang 2 orang tadi kita sudah kasih uang dan damai-damai. Kita juga mau kasih uang Rp 10.000 kepada sauN dara dan terimalah ini," kata A Guan sambil menyodorkan lembaran Rp 10.000. Wartawan itu menampik dan hanya minta kameranya diserahkan. Pertengkaran terjadi lagi. "Jadi saudara tidak mau menerima uang ini? Tidak mau damai-damai? " paksa Hongli. Sang wartawan mengatakan, damai boleh saja, tapi tak perlu memberikan uang. "Yang penting lepaskan saya, urusan selesai. Film kalau saudara mau, ambil saja. Dan tustel kembalikan kepada saya," kata wartawan. Angker Nampaknya Hongli dan A Guan lunak setelah berunding lagi dengan si boss. Pada jam 19.00 malam barulah si wartawan dibebaskan. "Aku betul-betul kehilangan semangat, " katanya setelah bebas. Ia singgah di mesjid dekat Markas Kodam 11 Bukit Barisan Jalan Binjai itu dan sembahyang magrib. Setelah kejadian itu, 27 September lalu sang wartawan melapor kepada polisi Medan dengan tembusan ke Kadapol II dan PWI Cabang Medan. Dia memang tidak bisa mendiamkan perlakuan terhadap dirinya, karena setelah bebas sudah 2 kali mengalami intimidasi. Sebelum ke kompleks tersebut wartawan itu telah menjumpai Letkol Jakob Rawi dari Dirsus Kantor Gubernur Sumatera Utara, yang jadi ketua tim penampungan Cina-cina eks RRC di kompleks tersebut merangkap Ketua Bakom-PKB setempat. Tentang judi itu dilaporkan pula. "Saya tidak tahu ada judi di sana. Tetapi nanti saya suruh cek ke Seksi I Kodim Medan Kota," kata Jakob. Dan ketika sang wartawan hendak pergi, Jakob berpesan lagi: "Tulislah baik-baik, jangan sampai orang salah sangka terhadap kompleks tersebut bahwa tempat itu begitu angker." Sebelum wartawan itu menuliskan pengalamannya, ia mengalami pengalaman lain yang nyaris meminta nyawanya. Dan besoknya memang ada penggerebekan di kompleks perjudian itu. Konon ada 11 pemain judi yang ditangkap, tapi kemudian dilepaskan lagi. Kini kompleks tersebut sudah sunyi dari kegiatan judi. Tapi mendadak muncul di Brahrang, dekat Kotamadya Binjai. Penggeraknya juga disebut nama Liem A Ba dan Liem Seng, yang berumah di Jalan Mesjid Medan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus