Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Masih tetap hanya bayangan

Lagu-lagu ismail marzuki dikasetkan & dinyanyikan oleh kris biantoro, zwesty wirabhuana, henny purwonegoro, masnun & jimmy samalo. terasa tawar karena dibawakan secara ngepop sehingga kehilangan bobot. (ms)

13 Oktober 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AKHIRNYA lagu-lagu Ismail Marzuki ditampilkan dalam kaset lengkap dengan liriknya oleh PT Eterna Tunggal Indonesia. Dengan aransemen dari Sudharnoto, 13 lagu dikeroyok oleh Kris Biantoro, Zwesty Wirabhuana, Henny Purwonegoro, Masnun dan Jimmy Samalo. Kris Piantoro menyanyikan Juwita malam, Rindu serta Karangan Bunga Lari Selatan. Tetapi karena kita sempat mendengar seorang Sam Saimun menyanyi, kaset ini terasa jadi tawar. Penyanyi-penyanyi lain juga tidak berhasil mengangkat Ismail Marzuki. Kecuali Zwesty yang sangat tertolong karakter Suaranya. Dalam sampul kaset, ada potret kereta-api. Para penyanyi yang menurut ukuran zaman revolusi nampak terlalu makmur dan lunak, dengan memakai pakian perjuangan--gaya TVRI--berdiri di depan lokomotip, mereka mengangkat tangan yang terkepal. Tersenyum manis, ada juga yang tertawa. Jelas memberi kesan artifisial. Suasana tersebut terbawa pula di dalam lagu-lagu. Kris menyanyikan Juwita Malam terlalu romantis. Sementara Henny Purwonegoro dengan Kopral Jono ampang sekali. Bahkan lagu Jangan Ditanya yang begitu bagus, encer sekali di tangan Jimmy Samalo. Semua ini membuat kita bertanya. Apakah memang tidak ada gunanya untuk membandingkan bagaimana lagu-lagu tersebut pernah dinyanyi kan? Apakah suasana jadi sedemikian berubah? Apakah penyanyi telah menjadi terlalu ngepop, kehilangan bobot, sehingga semua lagu-lagu sekarang hanya dendang-dendang yang merupakan garukan-garukan kecil saja? Ismail Marzuki hidup di zaman perjuanlan. Lagu-lagunya tercipta sementara orang bertempur. Percintaan, lirik-lirik yang romantis adalah bagian yang tak terpisahkan dengan suasana genting yang sedang berkecamuk. Di sana terasa ada kesederhanaan. Kata-kata masih mengandung makna yang sungguh-sungguh. Di dalam lirik Sepasang Mata Bola misalnya Kata "mata", "pahlawan", "angkara-murka", "bimbang--ragu" dan sebagainya, tidak merupakan letupan yang emosionil. Kata-kata itu didorong oleh kejujuran. Mungkin sekali kata-kata itu tersusun dalam kalimat yang bisa dianggap kuno sekarang--tapi kalau dinyanyikan, ia tetap memberikan kesan yang otentik. Ini tidak terucapkan oleh para penyanyi dalam kaset baru ini. Apakah tuntutan kita terlalu rewel? Tidakkah misalnya aransemen lagu, tempo yang dipakai serta warna yang hendak dicapai memang berbeda? Di sini kita boleh berhenti sebentar. Kalau didengarkan kembali seluruh lagu-lagu di dalam kaset, perlahan-lahan kita mengerti bahwa mungkin sekali semuanya bukan kesalahan penyanyi. Kaset ini memang lebih cenderung untuk barang dagangan, bukannya usaha untuk menampilkan Ismail Marzuki secara otentik. Kalaupun ada kehendak untuk mengenang, sudah pasti tidak disertai tekad untuk mengenangnya, secara penuh. Jadi ini masih tetap hanya sebuah bayangan Ismail Marzuki. Lagunya sama, liriknya sama. Tetapi kemantapann a sudah diterjemahkan menjadi sesuatu yang lebih enteng. Mungkin sekali prduser kaset tidak bermaksud mendokumentir karya-karya Ismail Marzuki. Karena dianggap jarang orang mendengarkan lagu dengan serius. Pembeli-pembeli lagu kebanyakan hanya orang-orang yang ingin mendapat hiburan di sore hari sambil bercakap-cakap dengan keluarganya. Tapi kesimpulan ini sekarang mungkin waktunya diuji kembali. Lagu-lagu Ismail Marzuki memerlukan sentuhan yang lebih bersungguh-sungguh dan total. Harapan itu ada kemungkinan terlaksana, kalau musisi muda kita ambil bagian. Mengingat belakangan ini demam untuk menyanyikan Tanah Air di kalangan pencipta dan penyanyi muda, cukup gencar. Putu Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus