Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JURI "Pemimpin Bisnis Perempuan" yang diminta Tempo menyeleksi pengusaha cemerlang telah memilih kandidat pada Maret lalu. Kakak-adik Peily Dian Lie dan Jenny Mochtar masuk daftar. Generasi kedua pemilik Bakmi GM ini dinilai juri bisa menjadi contoh bagus usaha keluarga yang berhasil.
Meski Bakmi GM tak menggurita hingga luar Jakarta, menurut pengusaha Anton Supit, yang menjadi juri, ahli warisnya mampu mempertahankan bisnis keluarga yang dibuka sejak 1959 itu. "Jenny dan Peily mempertahankan manajemen yang rapi," kata Anton.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri ini sekali waktu diundang makan oleh Peily dan Jenny. Anton terkejut ketika beres makan pelayan mendatangi mejanya dan menyodorkan tagihan. Padahal, kata Anton, para pegawai Bakmi GM tahu dua perempuan yang makan bersamanya adalah pemilik perusahaan. Bagi Anton, kejadian itu menunjukkan manajemen keluarga ini tak pandang bulu dalam soal bisnis.
Pilihan juri atas Peily dan Jenny pun disampaikan kepada keduanya oleh wartawan Tempo, sekaligus meminta waktu wawancara dan pemotretan. Di luar dugaan, Peily menolak dengan halus. "Terima kasih, tapi saya merasa tak layak," kata perempuan 61 tahun ini. Jenny sedang di luar negeri dan, kata Peily, adik bungsunya itu juga tak akan bersedia diwawancarai meski sedang di Jakarta.
Tempo meminta Anton membujuk keduanya agar bersedia tampil di edisi khusus ini. Kepada Anton, Peily memberikan penolakan serupa. Ia bahkan menganggap juri telah salah memilih. "Mereka memang low profile, tidak mau menonjol," kata Anton.
Padahal perjalanan bisnis Bakmi GM layak dicatat. Suami-istri Tjay Sioe Tjung dan Loew Kwai Fong mendirikan kedai bakmi tanpa nama di teras rumah mereka di Jalan Gajah Mada 77, Jakarta Pusat, pada 1959, bermula agar sebelas anak mereka tak jajan. Situasi politik seusai Pemilihan Umum 1955 membuat bisnis mebel Sioe Tjung seret sehingga ekonomi keluarga turut morat-marit.
Awalnya Kwai Fong menyediakan bakmi ayam, bakso, dan pangsit pada saat jam makan siang sebanyak seratus porsi. Tak dinyana, bakmi buatannya diminati orang pasar dan kantoran di daerah yang terkenal dengan sebutan Moolenvliet itu. Anak-anak mereka yang masih belasan tahun turut membantu mengiris sayuran dan melayani pembeli. Peily memulai "karier" di Bakmi GM sebagai kasir pada usia 10 tahun.
Usaha ini berkembang hingga Sioe Tjung menamai kedainya Bakmi GM pada 1962. GM tentu saja kepanjangan dari Gajah Mada. Bakmi GM kian populer setelah ada permintaan dari pelanggan agar membuka cabang di Jakarta Selatan pada 1970. Cabang itu pun sukses, disusul cabang-cabang lain di sekujur Jakarta. Kini Bakmi GM memiliki 29 gerai yang meluber ke Depok, Tangerang, dan Bekasi. Setiap hari terjual 30 ribu porsi. Jika seporsi harganya rata-rata Rp 50 ribu, omzet Bakmi GM sekitar Rp 1,5 miliar sehari.
Meski Bakmi GM kini sudah populer, Peily dan Jenny, yang resmi mengelolanya ketika sang ayah meninggal pada 1990 pada usia 89 tahun, tak berminat melebarkan sayap bisnisnya ke luar Jabodetabek. Alasannya sederhana, agar cita rasa bakmi tetap segar begitu disantap pembeli. Sebab, Peily dan Jenny setia mempertahankan satu dapur agar cita rasanya seragam di semua gerai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo