Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Satu Hari Di Meja Judi Indonesia Tanpa Judi ?

Menjelang hari pelarangan rumah-rumah judi mendapat keuntungan. nasib para karyawan yang akan dirumahkan belum menentu. banyak proyek pembangunan dibiayai dari dana judi, sumber penggantinya dipertanyakan.

21 Februari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMBESIHAN terhadap tempat judi sudah dimulai dari provinsi di ujung Pulau Sumatera. Sabtu malam pekan lalu, Kepolisian Kotabesar Medan menggerebek tempat judi gelap di Taman Persahabatan, Jalan Prof. Moh. Yamin. Dalam penggerebekan itu 25 orang penjudi, termasuk beberapa orang yang tergolong kelas kakap, tertangkap. Antara lain Tan Tek Gan, penjudi terkenal di Kota Medan, pemilik Taman Persahabatan. Sebelumnya ia telah berkali-kali kena jaring dan ditangkap karena mengadakan judi liar. Namun rupanya belum jera. Penjudi profesional lainnya adalah Liem Seng, bekas bandar judi gelap di kota itu beberapa waktu lalu. Karena kejahatan yang dilakukannya ia pernah menjadi buronan Interpol. Semenjak E.W.P. Tambunan menjadi gubernur, tak satu jenis judi pun diperkenankan di daerah ini. Termasuk berbagai judi yang berkedok ketangkasan. Karena itu, dengan tertangkapnya tokoh-tokoh judi kota itu minggu lalu, diharapkan judi liar akan mulai tersingkir dari Medan. "Dan mudah-mudahan mereka dihukum berat, agar kapok," kata Dantabes Medan, Letkol Pol. Suhardi. Tapi di Jakarta dan kota-kota lainnya, tempat-tempat judi resmi masih bergemerincing. Bagai hendak berpacu dengan batas mulai pelarangan judi 1 April nanti, pusat-pusat judi itu terus menimba kemenangan. Berikut ini adalah potret beberapa tempat judi itu. PETAK IX Dengung AC dan kipas angin berbaur dengan suara pengunjung. Seperti malam-malam Minggu lainnya, Sabtu sore pekan lalu Petak IX (PIX) di kawasan Jakarta Kota itu dipadati penjudi. Ruang tingkat bawah berukuran sekitar 10 x 15 meter itu hampir tak mampu menampung para pengadu untung. Semua kursi yang mengelilingi meja-meja black jack penuh. Bahkan seakan hendak tergeser terus oleh desakan pemain yang berdiri berdesakan di sekitarnya. Meja-meja panjang, penuh angka dalam petak-petak rolet maupun dadu kancing, tak kurang sesak pula. Malahan beberapa pemain baru hanya sempat mengulurkan tangan untuk meletakkan koin di angka pasangan. Belum lagi mereka yang lalu-lalang, pindah dari meja satu ke tempat permainan lainnya. Tapi suasana kelihatan santai. Di loket tempat penukaran koin, di timur ruangan, dua orang pengunjung sempat ngobrol dengan petugas di belakang dinding kaca sambil membeli koin. Di satu meja black jack malahan seorang penjudi setengah tua tertawa-tawa dengan petugas pembagi kartu yang berdasi kupu-kupu merah. "Theo kok tidak nongol" tanya si pembagi kartu. "Besok dia ngawinin anaknya," jawab si penjudi sambil mengintip kartu kedua yang baru saja disodorkan lawan bicaranya. "Tiap bulan mengawinkan anak, habislah uang keno yang Rp 25 juta itu," sambung si dasi merah. Pembicaraan terhenti ketika penjudi di ujung sana mengetuk-ngetukkan koin tanda minta tambahan kartu. Waktu game terjadi, koin di depan sahabat si Theo dikuras cepat oleh si dasi kupu-kupu. Para pengunjung kebanyakan hanya bersandal. Bahkan beberapa di antaranya bersandal cepi karet. Sekitar sepertiga penjudi yang datang terdiri dari wanita. Beberapa di antaranya menenteng tas belanja. Tapi hampir seluruh pengunjung dari kalangan nonpri. Di sudut kiri pintu masuk, sebuah pesawat televisi sirkuit tercogok. Di sekitarnya memanjang papan berkotak-kotak berisi lembaran-lembaran kertas untuk permainan keno. Para pemain black jack, rolet maupun dadu kancing dapat terus main sambil mengikuti permainan keno. Angka yang keluar pada tiap game akan disiarkan televisi tadi dari pusat keno yang ada di lantai III gedung PIX. Di lantai II keadaan hampir tak berbeda. Jenis permainan juga hampir sama dengan lantai I. Tetapi di lantai II ini, di pinggir-pinggir ruangan, terlihat lebih banyak tampang-tampang angker yang melingkarkan tangan di dada, bermata sipit ataupun lebar. Bahasa Indonesia hampir tak terdengar di lantai ini. Malahan beberapa penjudi kelihatan berpakaian lebih rapi. Menurut seorang pelayan, mereka itu adalah penjudi-penjudi turis dari Singapura dan Bangkok (lihat box: Wisatawan Judi). Suasana lebih santai terlihat di lantai III. Ruang lebih besar lantai ini disediakan untuk para pemain keno. Lima baris kursi empuk penuh pengadu nasib, menunggu angka-angka dikocok dan diumumkan di layar kaca di hadapan para pemain. Mepet pada dinding di belakang para pemain, para petugas mengecek lembaran pasangan. Pusat judi di bekas gedung Lindeteves ini hampir selalu penuh pengunjung selama 24 jam. Lebih-lebih di malam Minggu. Menurut seorang petugas PIX, pengunjungnya memang kebanyakan nonpri. "Terutama mereka yang berjualan di toko-toko sekitar Glodok," tutur petugas yang tak mau menyebut nama itu. Pasar Glodok memang hanya terletak beberapa ratus meter di utara PIX. Pusat judi ini di bawah manajemen NIAC (New International Amusement Centre). COPACABANA SELESAI membeli fiches (koin dari plastik yang berharga senilai uang yang ditukarkan), di dekat pintu masuk kasino Copacabana, di Ancol Jakarta Utara, suami-istri itu berpisah. Sang suami langsung tenggelam diantara para penjudi yang memadati meja-meja rolet, black jack, maupun bakarat. Si istri langsung menuju eskalator, naik ke tingkat II tempat perrnainan keno. Berkarpet abu-abu, lantai I Copacabana yang luas itu tampak lebih rapi dibanding PIX. Meja-meja permainan pun lebih banyak. Hampir dengan bentuk membulat, di tengah ruangan terbentang meja-meja black jack dan bakarat. Sedangkan di sisi timur dan barat terhampar meja-meja rolet. Kasir maupun loket-loket penukaran fiches hampir menempel pada dinding utara ruangan. Tapi di sebuah sudut di sebelah barat tergeletak empat pasang meja rolet yang rupanya sudah lama tak terpakai. Berbeda dengan PIX, pengunjung kasino di bawah manajemen Summit International Amusement Centre ini, lebih bermacam-macam mulai dari yang berdasi sampai yang berjaket kumal dan bersandal tua. Hampir seperempat pengunjung kasino ini adalah wanita. Tua muda. Yang bertampang intelek, yang berias menyolok, yang aduhai, yang loyo, yang berkain maupun berbaju setengah terbuka. Yang datang dengan suami atau sendiri. Yang benar-benar membawa modal untuk berjudi, atau hanya sekedar bermodal lirikan. Lantai II gedung di samping kiri Hotel Horizon itu disediakan khusus untuk mengadu untung lewat permainan keno. Kursi-kursi yang ditempeli asbak berderet memenuhi ruangan besar, menghadap sebuah layar yang pada saatnya memancarkan nomor-nomor keno yang keluar pada suatu game. Satu lembar kertas pasangan, berharga Rp 1.000, berisi deretan angka 1 sampai 80. Penebak dipersilakan memilih 3 angka sampai 10 angka di antara 20 angka yang bakal keluar setelah dikocok. Kemenangan paling tinggi adalah Rp 25 juta, yaitu apabila ke-10 angka yang ditebak keluar. Bila hanya 3 angka, uang pasangan yang 1.000 dikembalikan oleh kasir yang terletak di bagian belakang tempat duduk pengunjung. Satu game memakan waktu sekitar setengah jam. Sambil menunggu, penebak-penebak bebas duduk di kursi atau mengambil minuman dingin di samping kasir. Ada pula penebak yang sambil menunggu game turun ke bawah bermain rolet. Tak sedikit pula yang memanfaatkan waktu menunggu game sambil menantikan kawan atau sang suami berjudi di lantai bawah. Ruang VIP atau Royal Room dari pusat perjudian ini terletak di sebelah kiri eskalator, jika hendak naik ke lantai II. Ada tiga unit meja black jack di dalamnya. Sebelum ada pengumuman pemerintah untuk menghapus tempat-tempat perjudian sejak 1 April nanti, tak sembarang orang boleh memasuki Royal Room. Sekurang-kurangnya tiga orang penjaga di kiri kanan pintu masuk akan meneliti tiap pengunjung yang mencoba masuk. Hanya mereka yang sudah dikenal sebagai penjudi bertaruhan besar yang diperkenankan berada di dalamnya. Tapi sejak pengumuman tadi, pintu itu agak lebih longgar bagi yang hendak main, ataupun bagi yang hanya untuk melihat-lihat. Tapi memang sulit bagi para penjudi amatir mengadu untung di ruang ini. Sebab fiches yang terhampar di meja hampir seluruhnya berbentuk persegi empat dan bernilai Rp 100 ribu sebuah. Yang lazim bermain di sini adalah petaruh kawakan -- terutama mereka yang tergabung dalam wisata judi, dari Singapura, Malaysia dan Muangthai. JAKARTA TEATRE KASINO di lantai II gedung Jakarta Theatre yang megah itu ternyata tak semewah gedung itu sendiri. Ruangan-ruangan yang ada tak begitu luas. Meja-meja judi tak beraturan. Bahkan di bagian keno, beberapa kursi tampak sudah reyot, sementara permadaninya di sana-sini sudah kusam atau terkelupas. Kasino dengan karyawan sekitar 2000 orang milik grup Yan Darmadi ini menyuguhkan jenis-jenis judi bakarat mini, black jack, rolet dan keno. Tapi siang maupun malam pengunjungnya tetap padat. Bahkan penjudi-penjudi asing hampir tak putus-putus mendekam di seputar meja -- terutama di ruang VIP. Seperti halnya di tempat-tempat judi lain, kasino di Jakarta Theatre yang berada di bawah manajemen NIAC ini selalu menyuguhkan minuman gratis bagi para pengunjung. Kasino ini dikenal sebagai tempat judi paling ramai di antara tempat-tempat judi lainnya di Jakarta. Pendapatannya juga lebih tinggi. Menurut seorang karyawan yang telah diberhentikan dari kasino ini, selain karena memberi pelayanan yang "sangat menyenangkan", kasino ini juga memakai berbagai ilmu gaib. Misalnya, jika ada meja yang selalu kalah -- lebih dari tiga kali -- dianggap ada sesuatu yang tak beres pada tempat judi itu. Maka meja itu pun disingkirkan untuk dimantra-mantrai sambil memotong anjing hitam. "Tapi beberapa tahun belakangan ini, tak lagi dipotongkan anjing, diganti sesaji kembang," tambah W. Chaniago, bekas karyawan kasino Jakarta Theatre itu. Dalam hal pelayanan, kasino ini memang luar biasa. Penjudi kawakan selalu disuguhi makanan kesukaannya -- jika perlu dipesan langsung dari luar negeri. Si penjudi senang rokok apa, minuman apa, harus selalu disuguhkan pada saat-saat yang tepat. Dan tak heran lagi, cewek-cewek pendampingnya haruslah pilihan. LOTTO FAIR, HAILAI MENGENAKAN sandal kulit tua, wanita berkain batik itu tersenyum datar kepada tiga orang petugas keamanan yang berdiri di depan pintu masuk. Yang disenyuminya hanya meringis, sambil melirik tas plastik hitam yang dikepit wanita itu. Di depan loket, wanita itu mengeluarkan lembaran uang sepuluh ribu. Sepuluh buah koin Segera berpindah tangan dari petugas di balik loket langsung ke dalam tas plastik tadi. Sambil sedikit mengangkat kain, wanita itu mulai terbata-bata menaiki tangga. Di ujung tangga lantai II ia membelok ke kanan. Dengan agak menyipitkan mata, ia mencoba menembuskan pandangan ke balik kaca lebar di ujung gang. Setelah melewati pintu kaca pula, ia mulai memasuki sebuah ruang besar. Tiga buah AC dan lima kipas angin yang selalu mendesah, rupanya tak mampu mendinginkan ruang itu. Namun para pengunjung Lotto Fair di Jalan Samanhudi (Krekot) Jakarta Pusat itu tak menghiraukan keringat mereka yang terus meleleh. Di lantai II gedung bertingkat tiga itu, wanita berkaun batik tadi segera mendekati meja tempat tumpukan kertas-kertas yang penuh nomor. Dua lembar kertas bertulisan Keno diraihnya lalu langsung menotolkan semacam potlot yang telah dilumuri tinta stempel ke salah satu angka di kertas tadi. Nomor demi nomor. Sambil memandang meja-meja tombola dan lotto yang sesak dikerumuni pemain, wanita setengah baya kelahiran Surakarta itu duduk di salah satu kursi yang memang disediakan untuk mereka yang menunggu nomor-nomor keno maupun lotto diundi. Setengah jam kemudian, dari pengeras suara ia mulai mendengar angka-angka yang keluar pada game yang diikutinya. Dalam game itu ia hanya menebak tepat satu angka. Tak ada reaksi kecewa di wajah wanita itu. Ia kembali mengambil kertas-kertas pasangan. Mengisi. Menunggu. Kalah. Memasang lagi. "Saya hanya sekali menebak tepat empat angka," tuturnya ketika ditanya. Selanjutnya tak pernah lagi, paling-paling tiga angka. Namun ia tak jera. "Daripada ngelamun sendirian di rumah," ungkapnya. Siang hari ia membuka warung kopi di samping rumahnya, tak jauh dari tempat pelacuran Kramat Tunggak, Tanjungpriok. Setiap malam ia bersama kawannya meninggalkan Lotto Fair rata-rata setelah jam 24.00. Memang, tak semua orang berjudi untuk kemenangan -- dan kekalahan -- besar. Banyak yang sekedar iseng, untuk hiburan. Permainan judi yang banyak mengandung hiburan maupun olahraga, misalnya Hailai di jajaran terdepan Taman Impian Jaya Ancol dan Kim di Jakarta. Di Hailai para pengunjung menebak pemain tercepat dalam menepis bola, perorangan maupun beregu. Minat bertaruh cukup besar di sini. Pengunjungnya lebih banyak pribumi yang membawa anak istri sambil mencari hiburan. Sebab tanpa turut berjudi pun, orang bisa menikmati Hailai, tontonan yang memang mengasyikkan. Permainan ini diperkenalkan sejak 10 tahun lalu. Pemukul-pemukul bola cepat itu kebanyakan didatangkan langsung dari Spanyol. Beberapa orang lainnya dari Filipina. Para pletoris itu dikontrak untuk 4 uhun. Karena dikabarkan Hailai termasuk permainan yang digolongkan judi, para pletoris itu pun sudah bersiap-siap pulang ke negeri asal masing-masing. Yang tak akan pulang ke negeri jauh ialah permainan Kim. Di Jakarta Kim masih terdapat di kompleks bangunan Pekan Raya Jakarta, yaitu Masita Kim dan Kim Agogo. PERMAINAN judi yang konon tradisional Minang ini memperdengarkan musik mulai pukul 20.00 setiap malam. Deretan bangku-bangku panjang berlapis busa di Kim Agogo yang sanggup menampung 500 pengunjung, rata-rata selalu berisi 75%. Bahkan di malam Minggu, pengunjung yang main atau hanya asyik mendengarkan musiknya -- luber sampai ke halaman. Pengunjung Kim hampir sama banyak antara yang benar-benar telah kecanduan judi dengan yang hanya sekedar iseng menghibur diri. Pihak terakhir ini malahan tak jarang membawa serta anak istri. Sementara sang bapak asyik menimbang-nimbang angka, anak istri bersenandung kecil mengikuti musik sambil menikmati makanan kecil. Tapi bukan berarti tak ada suami istri yang sekaligus telah kecanduan judi ini. Pasangan bisa Rp 50 atau Rp 100, paling tinggi Rp 500, jumlah-jumlah yang relatif kecil. Tapi kalau sedang bernasib mujur, hadiah yang diperoleh dapat mencapai ratusan ribu. Pekan lalu, seorang petugas parkir di Kim Agogo menunjukkan pasangan suami istri yang hampir tiap malam main di sana. "Dulu mereka pakai motor, sekarang naik bis kota," tutur juruparkir sambil tersenyum. Tapi tradisi tak mati-mati. Di Bali, judi tradisional adalah sabung ayam. Berasal dari upacara keagamaan yang dikenal dengan nama tabuh rah (mengorbankan hewan dengan mengucurkan darahnya), sabung ayam selalu disertai taruhan oleh penontonnya. Awal bulan ini di Denpasar telah berlangsung satu diskusi untuk menentukan, apakah sabung ayam termasuk judi atau tidak. Dan bagaimana melepaskan unsur taruhan yang sudah begitu mendarah-daging di kebanyakan penduduk Pulau Dewata ini pada setiap upacara tabuh rah. Tapi diskusi tak membuahkan hasil pasti. Pertaruhan lewat hidup matinya dua ekor ayam yang bertarung itu sudah lama menjalar hampir ke seluruh pelosok pulau. Dengan sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Untuk melokalisirnya, sejak 4 tahun lalu Pemda Bali mengeluarkan izin untuk satu tempat sabungan ayam. Yaitu di Desa Pemedilan, di barat Kota Denpasar. Penyabung lari seluruh Bali bebas mengadu untung di sini setiap Jumat, Sabtu dan Minggu. Dalam satu hari sabungan, tak boleh lebih dari enam ronde. Pada hari-hari sabungan, gelanggang Pemedilan selalu padat pengunjung. Petaruh-petaruh maupun pemilik ayam terdiri dari segala lapisan: mulai penyapu jalan sampai pejabat-pejabat pemerintahan. Hasilnya lumayan juga. Dari karcis pengunjung saja, setiap sabungan Pemda Kabupaten Badung mengantungi Rp 250 ribu bersih. Uang itu pun tak sia-sia. "Sulit menghituug berapa banyak balai banjar, pura ata sekhe yang dibangun dengan bantuan uang sabungan ini," ungkap Gde Kompyang, salah seorang petugas gelanggang Pemedilan. Nampaknya dari Taman Persahabatan di Medan sampai dengan Pemedilan di Bali, judi begitu berbeda-beda -- tapi nampak satu menjelang April 1981.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus