Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Satu Kartu Penangkal Calo

26 September 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tiga tahun lalu, 88 ribu kartu tanda penduduk "asli tapi palsu" disita di Jakarta. Dalam rentang yang sama, 25 juta data pengguna telepon seluler bocor, yang membuat penggunanya dihujani pesan-pesan sampah. Lalu rekening-rekening atas nama orang lain juga bebas dibuka di kantor perbankan.

Daftar itu hanya sebagian keburukan akibat tak adanya sistem penomoran tunggal di Tanah Air. Penggunaan identitas palsu oleh para teroris, pelaku penggelapan pajak, dan penyelundup masuk daftar itu. Gayus Tambunan, terpidana perkara mafia pajak, bisa leluasa ke luar negeri ketika menjadi tahanan di Markas Komando Brigade Mobil Kepolisian. Ia menggunakan paspor atas nama orang lain.

Untuk menangani masalah itu, pemerintah menggenjot proyek e-KTP alias kartu tanda penduduk elektronik. "Ini dibuat untuk menghilangkan pemalsuan kartu tanda penduduk," kata Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Jumat pekan lalu.

Kelak, KTP elektronik akan mengarah ke sistem identitas tunggal. Satu seri nomor akan digunakan untuk KTP, paspor, akta kelahiran, kartu jaminan sosial, surat izin mengemudi, rekening listrik dan bank, nomor pokok wajib pajak, serta surat tanda nomor kendaraan. Tak akan ada lagi segunung kartu dengan nomor tak berkaitan di dompet.

Proyek ini sebenarnya terlambat dijalankan dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Malaysia memiliki MyKad, yang berfungsi untuk kartu identitas, surat izin mengemudi, data kesehatan, alat tarik tunai, pembayaran fasilitas umum, plus kartu transit. MyKad memiliki lebih dari 30 aplikasi. Di Thailand ada e-ID, yang menjadi kartu identitas, kartu kesehatan, kartu lintas batas elektronik, dan alat pembayaran aneka jasa online. Di Portugal, kartu identitas, kartu pajak, kartu pengamanan sosial, kartu kesehatan, plus kartu pemilihan dijadikan satu kartu.

Bukan sekadar administrasi, penataan kependudukan mendatangkan keuntungan finansial. Pada pengujung 2003, Direktorat Pajak Bumi dan Bangunan Departemen Keuangan membuktikan manfaat itu. Dengan biaya Rp 40 miliar, lembaga itu menambah kapasitas komputer dan memasang perangkat lunak khusus. Dalam tiga tahun, setidaknya 84 juta nomor obyek pajak terdata lengkap.

Dengan membuka peta satelit dalam wilayah tertentu, petugas dengan mudah menemukan bidang tanah dan rumah yang disasar. Lalu "klik", muncul data pemilik lahan, lengkap dengan ukuran dan penghuninya. Dari situ, petugas mencocokkan data yang disetorkan wajib pajak. "Biaya itu kecil sekali dibanding triliunan rupiah yang bisa ditarik dari obyek pajak yang sebelumnya bersembunyi di balik buruknya pendataan," kata Soeharno, kini Kepala Kantor Wilayah Pajak Jawa Timur, yang pada 2003 menjabat Direktur Pajak Bumi dan Bangunan.

Dengan kemungkinan terbukanya "lemak-lemak" birokrasi, menurut Gamawan, banyak yang tak suka terhadap proyek KTP elektronik. Katanya, "Calo paspor, calo SIM, dan calo TKI pasti akan terganggu."

Y. Tomi Aryanto, Anton Septian, Fanny Febiana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus