ANDA barangkali tahu kisah Dr. Jekyll and Mr Hyde. Yaitu satu
orang yang diceritakan memiliki dua kepribadian yang
bertentangan. Siang hari Jekyll seorang dokter yang penuh peri
kemausiaan. Malam hari ia seorang Mr. Hyde yang mengerikan.
Sekitar tahun 1960-an, para penggemar film barangkali ingat pula
film lain -- The Three faces of Eve, juga diputar di Jakarta,
dan mengisahkan seorang wanita dengan tiga kepribadian yang juga
bertentangan.
Orang-orang yang seperti itu ternyata bukan hanya khayalan para
pengarang. Paling tidak di Amerika: para ahli telah banyak
menelitinya.
Alkisah, Marianna suatu malam terjaga dari tidurnya karena rasa
nyeri yang sangat. Setelah menghidupkan lampu, ia melihat
goresan darah hitam pekat di sepreinya. Semuanya 30 goresan, di
lengan dan kaki -- dengan pisau silet. Di meja toiletnya, di
samping tempat tidur, tergeletak sepucuk surat dengan tulisan
cakar ayam. Ternyata dari 'Si Penyabik'. Isinya ancaman, agar
Marianna "menghentikan kebohongannya itu". Dan melarang 'Si
Bocah' buka mulut, membocorkan rahasia yang bertahun-tahun
dipendam Si Penyabik. "Kalau tidak, akan saya bunuh," bunyi
ancaman itu.
Yang jadi soal: baik Si Penyabik, Si Bocah maupun Marianna,
ketiganya berada dalam satu jasad. Kepribadian mereka berbeda
satu sama lain, dan ketiganya tidak merasakan perasaan yang
sama. Bagi Si Penyabik -- tokoh lelaki beringas -- Si Bocah dan
Marianna adalah orang-orang lain. Ia tak menyadari bahwa
kematian dua tokoh itu berarti juga kematian dirinya sendiri .
Apa yang dituturkan Marianna (nama-nama dalam tulisan ini sudah
diubah, demi keselamatan para pelaku) oleh para dokter jiwa di
Amerika dikenal sebagai sindrom yang disebut 'penyimpangan
kepribadian yang bermacam-macam' (multiple personality
disorder), yang sampai hari-hari kemarin kurang mendapat
perhatian para peneliti ilmu kedokteran jiwa. Padahal sudah
sejak 1791 seorang dokter Italia mengisyaratkan adanya penyakit
ini. Ada pula sebuah buku, yang beberapa tahun lalu terbit di
Amerika, Sybill, yang menceritakan hal tersebut.
Toh baru tiga tahun belakangan ini kalangan psikiatri yakin
sungguh-sunguh -- demikian ditulis wartawan kedokteran Ellen
Hale dalam majalah The New York Times. Sebelumnya mereka
menganggap penderita hanya sebagai orang yang "pintar
berpura-pura".
Dr. Frank W. Putnam, Jr., psikiater dan fisiolog di Institut
Nasional Kesehatan Jiwa di Bethesda, Maryland, telah menemukan
perbedaan yang mengejutkan dalam getaran-getaran otak para
penderita kelainan kepribadian. Suara mereka juga berubah. Waktu
jadi tokoh beringas Si Penyabik, misalnya, Marianna yang
perempuan itu bisa memperdengarkan suara laki-laki yang galak.
Sebaliknya waktu jadi Si bocah.
Dalam literatur kedokteran Amerika, sedemikian jauh baru kurang
dari 300 kasus penyimpangan kepribadian seperti itu yang
dilaporkan. Tapi seorang ahli, Dr. Richard P. Kluft, asisten
profesor psikiatri di Universitas Pennsylvania, baru-baru ini
menulis tentang perawatan yang diberikan kepada 70 dari 154
pasien yang pernah dilihat atau ditanganinya sendiri.
Menurut para ahli, penderita penyimpangan kepribadian itu sering
disalah diagnosa sebagai para pengidap histeria, depresi,
neurotik, borderline (keterbatasan intelijensi), schizophrenia
epilepsi, atau kecanduan obat atau alkohol. Sekitar tahun 1910,
diagnosa penyimpangan kepribadian di Amerika menurun. Bersama
dengan itu diagnosa tentang schizophrenia, yang sedang jadi
mode, banyak muncul -- demikian menurut profesor psikiatri
terkemuka Dr. Milton Rosenbaum dari Fakultas Kedokteran
Universitas Marshall di Huntington, Virginia Barat, dua tahun
lalu.
Dalam pada itu para ahli rupanya sepakat dalam satu hal: untuk
penyakit ini belum ada obat yang mujarab. Sebagian besar mereka
berpendapat, berbagai kepribadian yang menyimpang-nyimpang pada
seseorang itu harus 'dilebur' melalui psikoterapi jangka lama.
Atau, kalau tidak, bila watak sadis seorang penderita bisa
dilenyapkan, sebagian mereka bisa tetap bertahan hidup, meski
kepribadiannya tetap menyimpang.
Salah seorang pasien Dr. Putnam, Ann (45 tahun), baru diketahui
penyakitnya setelah observasi lebih dari setahun. Ann dikirim
keluarganya ke Pusat Klinik Institut Nasional Kesehatan Mental.
Tapi keadaannya makin memburuk, meski sudah setahun dirawat. Ia
diperiksa berkali-kali, baik secara psikiatri maupun neurologi.
Dua kali seminggu Ann menghadiri terapi kelompok Dr. Putnam.
Keadaannya sama sekali tak membaik. Pucat, dan suka memukul.
Tapi kadang-kadang bersemangat dan jenaka, tanpa ia sendiri
menyadari perubahan itu. Dalam kebingungan, Dr. Putnam meminta
kepada perawat Ann untuk menanyakan kepadanya: adakah ia merasa
"ada lebih dari satu orang" dalam dirinya. Ketika Ann menjawab
'ya', mulailah orang-orang itu diteliti satu demi satu. Akhirnya
Dr. Putnam dan perawatnya menyadari, apa yang selama ini mereka
duga sebagai penyakit kelainan mental pada Ann ternyata
"pertarungan" antara bermacam-macam kepribadian dalam dirinya.
Selama tiga tahun, sang dokter telah menyaksikan lebih dari 60
orang yang didiagnosa sebagai menderita sindrom seperti itu. Ia
lalu mempersiapkan studi yang paling ambisius -- untuk
menentukan betapa sesungguhnya kepribadian yang menyimpang itu,
seberapa luas pengaruhnya, dan apa sebabnya.
Natasha bercerih di rumahnya di Maryland. Sejak usia dua sampai
16 tahun, ia sering diperkosa ayahnya sendiri. Bahkan sampai
usia 12 tahun perkosaan acap berlangsung dengan disaksikan
ibunya, yang kadang-kadang aktif membantu ayahnya. Kebejatan
seperti ini memang tidak bisa dibayangkan terjadi di negeri
kita. Baru ketika Natasha berusia 12 tahun, dan perkembangan
tubuhnya mulai tampak, ibunya minta ayahnya menghentikan
perbuatan itu.
Ayah Natasha, bankir dan petani di Oklahoma itu, tak kehilangan
akal. Anaknya dibawanya ke kantor, dengan dalih akan diajari
masalah perbankan. Ini terjadi tiap Sabtu pagi, di saat kantor
tutup. Dan di sana, di meja kerjanya, si bapak "mengerjain" anak
kandungnya. Pada usia 16 itu pula Natasha mengandung jabang bayi
ayahnya sendiri. Dan kini, pada usia 29, ia mengaku punya 127
(seratus dua puluh tujuh) kepribadian yang berlainan dalam
dirinya.
Yang terdapat dalam kasus itu ialah salah satu mekanisme
pertahanan diri manusia yang dikenal sebagai paling ruwet dan
sejati, kata Dr. Putnam. Nampaknya penyimpangan kepribadian itu
berkembang sejak masa kanak-kanak, sebagai akibat penyiksaan
fisik dan mental yang terus-menerus dan keji oleh orantua
sendiri. Atau oleh sanak saudara dan teman dekat, misalnya,
dalam kasus-kasus lain. Sekitar 100 psikiater di seluruh AS
yang disurvei Dr. Putnam melaporkan, lebih dari 90% pasien yang
pernah mereka diagnosa dan rawat sebagai penderita kepribadian
menyimpang, memang telah mengalami penyiksaan fisik atau seksual
untuk waktu lama di masa kanak mereka.
Kenyataan ini telah lama dilaporkan para ahli. Tapi survei Dr.
Putnam telah memperkuat pula apa yang sebelumnya hanya jadi
dugaan alias hipotesa belaka. Dari laporan para perawat dalam
surveinya diketahui, 85% penderita terdiri dari wanita. Tapi ini
mungkin hanya mencerminkan kecenderungan masyarakat yang memberi
perlakuan berbeda kepada pria dan wanita yang berperi laku
keras. Sementara yang pria dijebloskan ke penjara, wanitanya
lebih sering hanya dikirim ke dokter jiwa.
Dalam pada itu karena tidak semua anak yang pernah disiksa
mengalami penyimpangan kepribadian, tentu ada unsur lain yang
menyebabkan kelainan pada yang sebagian itu. Ini dimulai dari
kemampuan yang wajar untuk "memisahkan diri" atau menghipnotis
diri sendiri. Karena selalu dikurung, diperkosa, dipukuli dan
disiksa secara fisik maupun psikologis oleh orang-orang yang
mestinya mencintai mereka, anak-anak ini belajar melarikan diri
"secara mental dan emosional". Mereka menciptakan kepribadian
yang lain dalam dirinya untuk menghadapi penyiksaan.
Dalam keadaan terjepit, siapa pun akan berusaha menyelamatkan
diri. Itu berarti melawan atau menghindar secara nyata, kata Dr.
Frances C. Howland, asisten profesor psikiatri klinis dari
Fakultas Kedokteran Universitas Yale, yang sudah bertahun-tahun
merawat penderita seperti ini. Dan, "yang tak mampu berbuat
kedua-duanya, lalu melakukannya dalam angan-angan atau secara
simbolis. Memisah-misahkan kepribadian dalam diri merupakan
tindakan pelarian simbolis itu."
Dalam perkembangan berikutnya, proses penyelamatan diri itu
menjadi mekanisme yang sulit diterapkan setelah si anak dewasa.
Semakin dewasa ia, semakin kukuh berbagai kepribadian itu.
Seorang penderita lain, yang menamakan dirinya Sybill, dalam
usia 60 tahun juga menceritakan betapa ia sering diperlakukan
kejam oleh orangtuanya sejak kanak-kanak. Lalu 16 macam pribadi
yang bersarang dalam dirinya 'dibaurkan' dalam analisa 11 tahun
-- oleh Dr. Cornelia B. Wilbur, dari Fakultas Kedokteran
Universitas Kentucky di Lexington. Dr. Wilbur percaya, jumlah
kepribadian yang dikembangkan seorang penderita menunjukkan
tingkat keparahan penyiksaan yang dialaminya semasa kanak-kanak.
Semakin parah, dan semakin si anak tidak berdaya, semakin
banyak.
Tiap kepribadian biasanya membawakan peranan khusus. Si Penyabik
dalam diri Marianna, misalnya, menubuhkan aspek kemurkaan dan
dendam. Yang lain menjelmakan kenangan yang mengguncangkan di
masa kecil. Lalu ada pula yang tampil untuk suasana romantis.
Dalam diri seorang penderita, Judy, misalnya, 31 tahun, ada
pribadi seorang sarjana yang gagap. Namanya Mary, dan kononnya
merupakan sarjana yang disegani di lingkungan Harvard karena
hasil penelitiannya yang bermutu tinggi. Di samping itu masih
ada figur Emma, yang datang seminggu sekali untuk membersihkan
rumah.
Emma munculnya hanya sebentar dalam diri Judy. Para ahli
menamakannya 'fragmen kepribadian' dalam diri Judy, yang
datangnya hanya untuk waktu dan tujuan tertentu.
Di antara berbagai pribadi yang silih beranti dalam diri satu
orang itu, terdapat perbedaan fisiologis yang menyolok. Ini
tampak pada hasil riset Dr. Putnam, yang memusatkan kegiatannya
pada usaha mengukur getaran dan kegiatan otak. Risetnya
menggunakan tes dengan teknik yang disebut 'potensi yang
dibangkitkan' (evoked potential), yang mengukur pola reaksi
otak terhadap rangsangan tertentu.
Putnam memilih para penderita 'fungsional' -- yang bisa hidup
wajar sehari-hari, dan tidak merasa terganggu oleh kelainannya.
Kepala mereka dipasangi elektroda pesawat elektroencephalograf
(EEG = pencatat getaran otak). Empat orang yang paling stabil
dan dominan, di antara sepuluh pasien yang dites, menjalani
teknik itu -- dan selama lima hari diteliti untuk memastikan
hasilnya. Sebagai kontrol, dites pula sepuluh orang normal
dengan cara yang sama.
Dr. Putnam mencatat, tinggi rendahnya getaran otak -- berapa
lama ia mencapai puncaknya, setelah penderita disinari cahaya --
sangat besar perbedaannya pada seorang penderita, sementara pada
orang normal tidak banyak perubahan. Penemuan ini menunjukkan
bahwa seseorang bisa punya beberapa kesadaran independen yang
berdampingan dalam satu otak. Berarti, secara elektrofisiologis
orang-orang ini punya otak yang secara fungsional berbeda. "Dan
inilah yang paling penting," kata Dr Howland. Karena mereka
nampak memproyeksikan kenyataan milik mereka sendiri.
Ditambah dengan tes lain yang menggunakan apa yang disebut para
sarjana sebagai 'analisa spektral EEG', Putnam sampai pada
kesimpulan sementara -- bahwa penderita kepribadian menyimpang
bisa menyimpan berbagai intelijensi yang berbeda.
Dan ketika suara pribadi-pribadi itu dianalisa, ditemukan pula
perbedaan yang tak kalah menariknya. Jika si penderita
'mengganti' pribadinya, suaranya pun berganti, termasuk aksen,
tata bahasa. Natasha, ketika menjadi dirinya sendiri, berbicara
dalam bahasa Inggris dengan aksen berat daerah selatan Amerika.
Sebagai Susan, ia hanya berbahasa Prancis. Pribadinya yang lain
lagi dengan lancar berbahasa Cina dan Spanyol, bahkan
menuliskannya sekalian.
Menurut Natasha, bahasa-bahasa tersebut dipelajari secara
terpisah "oleh masing-masing pribadi"nya. Yang berbahasa Spanyol
belajar dari seorang pengurus rumah tangga yang pernah tinggal
dengan keluarga Natasha selama beberapa tahun. Bahasa Prancis
Susan didapatnya di sekolah, sedang bahasa Cina diperdapat dari
tukang kebun keluarganya. Ketika Natasha dan Judy diperiksakan
pada seorang ahli kelainan bicara, Christy L. Ludlow, hasilnya
"sungguh mengejutkan".
Mary, pribadi yang sarjana dalam diri Judy, bicaranya
tergagap-gagap. Kelainan bicara seperti ini "tak mungkin terjadi
secara berkala atau atas perintah," kata Dr. Ludlow, setelah
memeriksa rekaman suaranya. Sedang pribadi Judy yang lain
bicaranya sangat lancar. Ini berarti, pada saat yang sama
seseorang bisa bicara lancar dan tergagap-gagap suatu hal yang
tidak mungkin, menurut Dr. Ludlow.
Nada suara Natasha "fenomenal", menurut Ludlow, yaitu 1.000
hertz atau dua kali lipat dibanding pada kebanyakan orang.
Penyanyi atau aktor terlatih sekalipun tidak semua punya nada
suara seperti itu. Ketika mengetes Natasha, Dr. Ludlow
dikejutkan oleh pertemuannya dengan Candy, pribadi lain lagi
dalam diri wanita itu.
Candy rupanya baru berusia empat tahun, dan menggunakan bahasa
Inggris yaag biasa diucapkan kalangan Negro-Amerika. Ini diakui
Candy sendiri, ketika ditanya apa warna kulitnya. Nampaknya
semua penderita kepribadian menyimpang memang punya satu pribadi
dalam dirinya -- biasanya anak-anak -- yang punya ingatan
lengkap dan kesadaran total akan pribadi-pribadi lain
'rekannya'. Beberapa psikiater menamakannya 'penolong intern',
karena sering kali besar bantuannya dalam psikoterapi.
Dr. Putnam dan rekan-rekannya sedang menyelenggarakan tes lain
yang amat khusus -- untuk melacak ingatan, emosi, motivasi, dan
bahasa tubuh, di samping memeriksa apakah getaran otak penderita
menuju normal sementara terapi diberikan. Sarjana ini "belajar
banyak" dari para penderita. Tapi ilmu psikiatri modern masih
memandang konsep mengenai penyimpangan kepribadian yang
bermacam-macam itu dengan skeptis.
Dr. Martin T. Orne, misalnya, dari Fakultas Kedokteran
Universitas Pennsylvania, menamakan penyimpangan itu folie a
deux antara pasien dan terapis. Yaitu kelainan mental yang sama
dan menimpa dua orang, biasanya para anggota keluarga yang
tinggal bersama. Si terapis, melalui sugesti yang halus dan tak
disadari, sebenarnya bisa menciptakan berbagai kepribadian pada
diri pasien yang mudah kena sugesti. Dan itulah yang sebenarnya
terjadi, katanya.
Dr. Orne, ahli hipnotis yang disegani itu, tidak meragukan
adanya penyimpangan itu. "Hanya barangkali diagnosanya terlalu
berlebihan."
Kasus Sherry barangkali yang paling berat yang pernah ditangani
Dr. Bliss dari Universitas Utah. Sebelum ketemu Bliss, selama 15
tahun Sherry berobat kepada 12 dokter di seluruh AS. Tapi baru
Dr. Bliss yang mendiagnosanya sebagai penderita kepribadian
menyimpang.
Ia mengamuk ketika mula-mula ketemu si dokter: menyangka melihat
bercak-bercak darah di kemeja prakteknya. Dalam perawatan
beberapa bulan kemudian Sherry tak lagi melihat darah itu,
setelah "seseorang" dalam dirinya menceritakan kepada dokter
tersebut bagaimana ayah Sherry "main dokter-dokteran" dengan dia
waktu masih kecil. Ayahnya dulu suka mengenakan jas dokter putih
sambil .... memperkosanya -- dan darah bercipratan di jas sang
bapak.
"Seseorang" lain, bernama Cleo, akhirnya lenyap pula dari dalam
diri Sherry setelah terapi berbulan-bulan. Cleo ini suka
mencekik kucing. Ini merupakan kebiasaan ayah Sherry pula:
membunuh kucing, sebagai ancaman kepadanya agar tidak
membocorkan rahasia bersama. Kini, betapa pun, Sherry hidup
sebagai wanita pengusaha yang sukses di Salt Lake City. Tak
banyak orang tahu penyimpangan kepribadiannya.
Cara biasa yang ditempuh para dokter dalam penyembuhan ialah
"menyatukan" bermacam kepribadian dalam diri pasien mereka.
Setiap pribadi harus mengenal pengalaman mengerikan yang
menyebabkan penyimpangan itu, dan mulai bekerja sama dan
berkomunikasi satu sama lain. Dengan waktu cukup lama -- dan
dengan nasib baik, atau pertolongan Tuhan -- pribadi yang
berbeda-beda itu akhirnya membaur. Kadang-kadang dilaporkan
terjadinya penyatuan secara 'spontan', tapi umumnya diperlukan
waktu bertahun-tahun.
Sekarang ini para dokter menganggap penyimpangan kepribadian
sebagai salah satu dari sedikit kelainan mental yang tak bisa
disembuhkan dengan obat-obatan, seperti halnya schizophrenia,
depresi dan lain-lain. Pasien nampaknya hanya bisa membaik
dengan psikoterapi yang tepat, menurut Dr. Howland.
Tapi tentang 'penyatuan', sebagian penderita sendiri
menganggapnya bukan jawaban yang tepat. Lebih merupakan norma
umum yang dipaksakan: Judy yang bertubuh ramping itu malah
mengatakan "banyak sekali manfaatnya" jadi penderita
berkepribadian menyimpang. Mary, misalnya, si sarjana Harvard
dalam diri Judy itu, adalah penulis berbakat dan cantik padahal
Judy sendiri lemah dalam tata bahasa dan ejaan. Pribadi-pribadi
lain dalam dirinya adalah ini: penyair, pelukis, atlet --
semuanya 27 "orang". Maka, membaurkan aneka kepribadian ini
menjadi satu bisa berarti mengorbankan demikian banyak
'keahlian' bagi Judy.
Bahkan John, tunangan Judy, kepala jurusan sosiologi Universitas
Middle Western, mendukung keputusan Judy untuk tetap
berkepribadian banyak. Yang paling disukainya tentu saja pribadi
Judy asli, meski ia mengagumi pribadi Mary yang pintar. Ia
sendiri berhasil terhindar dari usaha pembunuhan oleh Lea,
pribadi yang ganas dalam diri tunangannya itu. Mula-mula,
mengetahui keadaan pacarnya, John memang sangat bingung. Suatu
saat ia harus bertarung dengan satu pribadi yang liar, dan
tiba-tiba berbicara dengan orang lain yang sama sekali tidak
tahu terjadinya perkelahian tadi. Dan semua ini dialaminya
dengan satu orang -- Judy, tunangannya sendiri.
Bagi sebagian penderita, penyembuhan tak mungkin bisa sempurna.
Bagi Judy, kunci penyembuhan hanyalah menyingkirkan tokoh-tokoh
jahat dalam dirinya. Bagi penderita lain, satu-satunya jawaban
ialah 'pembauran' tadi. Sedang bagi banyak orang di Indonesia,
misalnya, berbagai kasus penyimpangan itu sering dianggap
termasuk dalam satu pengertian yang sama sekali lain: kesurupan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini