Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Seangkatan Beda Kepangkatan

TIBA-tiba saja nama dua polisi yang hampir sembilan tahun menjadi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi diperbincangkan di kalangan pengusut rasuah.

29 Oktober 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Seangkatan Beda Kepangkatan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIBA-tiba saja nama dua polisi yang hampir sembilan tahun menjadi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi diperbincangkan di kalangan pengusut rasuah. Pada Oktober lalu, Ajun Komisaris Besar Roland Ronaldy dan Komisaris Harun dikembalikan ke Markas Besar Kepolisian RI dan mendapat promosi.

Roland tengah menunggu penempatan di pos baru karena telah mengikuti Sekolah Staf dan Pimpinan Polri Tingkat Menengah tahun lalu. Sedangkan Harun masih ikut Sekolah Staf dan Pimpinan di Bandung. Harun masuk kelas ketika matrikulasi pada tahun ajaran baru sudah dimulai. "Karena keterbatasan tempat," kata juru bicara Markas Besar Polri, Brigadir Jenderal Rikwanto, pekan lalu.

Dua polisi itu lulusan Akademi Kepolisian tahun 2001. Keduanya bersama-sama pula mendapat tugas menjadi penyidik KPK pada 2009. Yang berbeda, Roland melanjutkan pendidikannya setingkat sarjana di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian angkatan 48. Ia bahkan mengambil magister di Australia.

Ada 45 mahasiswa di angkatan 48. Mereka membentuk komunitas di dunia maya dan mempercakapkan karier dan pekerjaan. "Komunitas itu memang ada, tapi sudah lama tak aktif lagi," ujar Ajun Komisaris Besar J.P. Sinaga, teman seangkatan Roland, pekan lalu. Sinaga kini bertugas di PTIK.

Saat bertugas di KPK, Roland dan Harun banyak menangani perkara besar. Harun, misalnya, menangani pengusutan korupsi proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Kementerian Kehutanan dengan tersangka pengusaha Anggoro Widjojo. Ia pun ikut dalam operasi pemulangan Anggoro yang tertangkap di Shenzhen, Cina, pada 29 Januari 2014 setelah bertahun-tahun jadi buron.

Dalam kasus suap terhadap mantan hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, Harun dan Roland yang menanganinya bersama beberapa penyidik lain dengan ketua satuan tugas Hendri N. Christian. Pengusutan keduanya membuat Patrialis divonis delapan tahun bui. Patrialis dianggap terbukti menerima suap dari importir daging sapi, Basuki Hariman.

Juru bicara KPK, Febri Diansyah, membenarkan bahwa keduanya merupakan penyidik senior di komisi antirasuah. Setelah sembilan tahun bertugas mengusut kasus-kasus korupsi di KPK, keduanya dikembalikan ke kepolisian. Mereka tak ikut mendaftar menjadi pegawai tetap KPK pada 2012.

Waktu itu sedang ramai pengusutan korupsi alat uji surat izin mengemudi di Korps Lalu Lintas Polri. Kasus inilah yang membuat mantan kepala dan wakil kepala Korps Lalu Lintas, Inspektur Jenderal Djoko Susilo dan Brigadir Jenderal Didik Purnomo, menjadi terpidana dan masuk penjara. Ketika perkara ini diusut, beberapa penyidik polisi hengkang dari KPK, tapi sebagian memilih bertahan. Roland dan Harun di antaranya.

Menurut Rikwanto, penghargaan sekolah bagi Harun dan posisi baru untuk Roland merupakan penghargaan Mabes Polri karena keduanya telah banyak terlibat dalam pemberantasan korupsi. Rikwanto menyanggah kabar bahwa keduanya ditarik karena terindikasi menghilangkan barang bukti perkara suap impor daging sapi oleh perusahaan Basuki Hariman. "Kami tak mengetahui masalah teknis di luar Polri," ujarnya.

Asisten Sumber Daya Manusia Polri Inspektur Jenderal Arief Sulistyanto mengatakan posisi dan penugasan baru untuk keduanya akan diputuskan pada Selasa pekan ini. Ia memastikan mereka mendapat apresiasi dari Mabes Polri karena bekerja membawa nama institusi KPK.

Baik Harun maupun Roland tak bisa dimintai konfirmasi. Beberapa nomor telepon yang diberikan teman-temannya sesama polisi tak aktif sepanjang pekan lalu. Rikwanto diminta meneruskan surat wawancara dari Tempo kepada keduanya, tapi belum diperoleh jawaban. "Saya cek dulu," katanya.

RP

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus