Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MEMBAWA air zamzam dan kurma, Deddy Mizwar mendatangi kantor Partai Amanat Nasional Jawa Barat di Bandung pada Selasa siang pekan lalu. Wakil Gubernur Jawa Barat ini baru pulang umrah selama sepekan.
Oleh-oleh umrah itu ia tenteng untuk melobi partai tersebut agar mendukungnya dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat tahun depan. "Zamzam diminum sambil berdoa agar keinginan kita dikabulkan," katanya pada Jumat pekan lalu. "Kurma adalah obat berbagai masalah."
Deddy memang sedang dirundung masalah. Partai Gerindra, yang sejak awal menyokongnya bersama Partai Keadilan Sejahtera, tiba-tiba mengumumkan menarik dukungan. Gerindra beralasan pembatalan dukungan dilakukan karena Deddy tak mau menjadi kader mereka. Syarat ini mutlak karena calon pendamping Deddy adalah kader PKS, Ahmad Syaikhu. Deddy dan Mulyadi, Ketua Gerindra Jawa Barat, bahkan melakukan perang kata-kata di media tentang "perceraian" mereka.
Kursi PKS, yang hanya 12 di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Barat, tak cukup menyokong Deddy sendirian. Butuh delapan suara lagi agar sesuai dengan syarat calon gubernur menurut Undang-Undang Pemilihan Umum, yang tadinya cukup dengan 11 kursi Gerindra. Deddy mengeluhkan minimnya dukungan tersebut kepada beberapa pengurus Dewan Pimpinan Wilayah PAN Jawa Barat yang ia kunjungi Selasa siang itu.
Sebetulnya Deddy sudah berbaikan dengan Gerindra. Sepulang dari Mekah pada 23 Oktober lalu, ia langsung mendatangi kantor partai ini di Bandung. Namun ia tak bertemu dengan Mulyadi karena sedang di Jakarta, dan Gerindra tak mengendurkan syarat utama menyerahkan dukungan kepada Deddy. Walhasil, belum ada kesepakatan mereka rujuk.
Pucuk dicita, ulam tiba. Pada Selasa malam pekan lalu itu, Ketua PAN Zulkifli Hasan datang ke Bandung setelah dari Cibodas karena hendak berkunjung ke PT Pindad dan Institut Teknologi Bandung sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat. Ia ditemani Siswanda Harso Sumarto, Wakil Sekretaris Jenderal PAN Jawa Barat. Pengurus PAN menemui Zulkifli dan Siswanda di Hotel Sheraton, tempat mereka menginap. Maka malamnya Zulkifli mengundang Deddy ke hotel.
Setelah mengobrol ke sana-sini, Zulkifli akhirnya setuju partainya mendukung Deddy. Deklarasi bahkan diusulkan dilakukan esoknya mumpung Zulkifli masih di Bandung. Deklarasi juga diharapkan memicu partai lain ikut mendukung Deddy. Maka, di Restoran Raja Sunda di Jalan Doktor Djundjunan pada Rabu pekan lalu, PAN resmi mendukung Deddy dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat. "Semua serba spontan," kata Siswanda.
Masalahnya, meski mendapat tambahan empat kursi, Deddy masih harus bergerilya ke partai lain untuk mendapat dukungan. Ia mesti mendapat lebih banyak kursi karena akan menantang Ridwan Kamil, yang sudah pasti mengantongi 38 kursi sokongan dari Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Golkar, yang belakangan mengumumkan mendukung Ridwan pada Jumat pekan lalu.
Deklarasi Golkar ini sekaligus mengubah peta persaingan pemilihan Gubernur Jawa Barat karena partai itu berarti meninggalkan kader mereka sendiri, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, sebagai calon gubernur. Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno melihat peluang mengawinkan Deddy dengan Dedi. Selain bisa merebut pendukung Golkar yang lumayan besar di Jawa Barat, elektabilitas Dedi lumayan bagus.
Menurut survei Saiful Mujani Research and Consulting pada Juli lalu, Dedi meraup dukungan 12,3 persen, sedangkan Deddy sebesar 13 persen. Jika digabung pun elektabilitas keduanya masih kalah dibanding Ridwan Kamil, yang sebesar 31,4 persen. Dalam survei lain oleh Indobarometer sebelumnya, popularitas Ridwan hanya 22 persen. Karena itu, menurut Eddy, Deddy Mizwar perlu sokongan partai lain untuk melawannya.
Eddy sadar ini pilihan sulit karena PKS belum tentu menerima skenario ini. Menurut dia, PKS tentu tak ingin Ahmad Syaikhu terpental dari kursi calon pendamping Deddy. Apalagi Jawa Barat adalah kekuasaan mereka karena, Ahmad Heryawan, gubernur saat ini, menjadi pemimpin dua periode di provinsi dengan jumlah suara terbesar di Indonesia ini. "Padahal duet Deddy-Dedi ini bagus karena Deddy didukung oleh kaum muslim yang solid," katanya. "Sementara Dedi cakap dalam hal tata kelola."
Untuk mencari sokongan partai lain itu, Eddy mendekati Demokrat. Ia menemui Sekretaris Jenderal Demokrat Hinca Panjaitan. Ketika dimintai konfirmasi, Hinca mengatakan partainya belum menentukan pilihan. "Butuh waktu," ujarnya.
Partai lain yang masih belum punya calon adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Partai ini sudah menolak mengusung Ridwan Kamil karena urusan sopan santun deklarasi sebelum waktunya. Pada Jumat pekan lalu, Eddy Soeparno dan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto membicarakan kemungkinan mengusung Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi.
Dukungan PDIP amat sedap karena partai ini bisa mengusung calon sendiri dengan 20 kursi. Hasto mengakui ia membicarakan urusan Jawa Barat bersama Eddy. Namun, ketika pembicaraan sampai pada duet Deddy-Dedi, Hasto mengatakan belum terlalu sreg. "Kami masih harus mencari titik temu," ucap Eddy.
Lagi-lagi PKS akan menjadi ganjalan. Dalam banyak pemilihan kepala daerah, PDI Perjuangan dan PKS tak pernah satu sekoci mendukung satu calon.
Masalah lain, meski Deddy datang dari keluarga Partai Nasionalis Indonesia, ia pernah mengatakan di media tak ingin didukung oleh partai pendukung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok karena dianggap menistakan agama Islam. Pernyataan Deddy mewakili suara PKS yang aktif menyokong demo besar umat Islam memprotes Basuki. Dalam pemilihan Gubernur Jakarta pada April lalu, PDI Perjuangan menyokong Ahok.
Namun politik adalah soal kepentingan dan urusan dukung-mendukung. Deddy Mizwar, seperti ketika kembali mendatangi kantor Gerindra meski pernah mengatakan tak sudi mengunjungi kantor partai itu, toh datang juga ke kantor PDIP Jawa Barat pada 16 Oktober lalu, atau dua hari sebelum berangkat umrah. "Semua partai yang belum punya sikap saya datangi," ujarnya.
Agaknya Deddy harus lebih sering mendatangi kantor partai dengan membawa kurma dan air zamzam seperti ketika ia menaklukkan PAN.
Gadi Makitan (jakarta), Ahmad Fikri (bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo