Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sebagian Fraksi Menentang Penerbitan Perpu KPK

Jokowi dianggap tak menghormati DPR jika merealisasi rencana ini.

30 September 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Agustus lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Mayoritas fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat menentang rencana Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi hasil revisi. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), pemenang pemilihan legislatif yang juga penyokong utama Jokowi dalam pemilihan presiden lalu, paling keras menolak rencana tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan revisi Undang-Undang KPK merupakan keputusan bersama antara pemerintah dan DPR. Karena itu, undang-undang tersebut harus dilaksanakan lebih dulu sebelum dievaluasi. "Terlebih ketika Presiden Jokowi dan seluruh partai politik di DPR sudah menjadi satu-kesatuan yang bulat untuk melakukan revisi. Maka, mengubah undang-undang dengan perpu sebelum undang-undang tersebut dijalankan adalah sikap yang kurang tepat," kata Hasto di Jakarta, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di tempat terpisah, Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP Bambang Wuryanto mengatakan presiden bisa dianggap tidak menghormati DPR jika memaksa menerbitkan perpu. "Bukan dengan perpu. Kalau perpu tetap terbit bagaimana? Ya, mohon maaf (artinya) Presiden tidak menghormati kami," katanya. Sekretaris Fraksi PDIP di DPR ini mengatakan ada mekanisme uji materi di Mahkamah Konstitusi bagi mereka yang menolak UU KPK hasil revisi.

Jokowi mempertimbangkan untuk menerbitkan perpu guna membatalkan Undang-Undang KPK hasil revisi setelah terjadi serangkaian aksi mahasiswa di berbagai kota, pekan lalu. Selain menolak revisi UU KPK, mahasiswa menentang pembahasan rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan sejumlah rancangan undang-undang bermasalah lainnya. Aksi mahasiswa di berbagai kota disambut dengan tindakan represif kepolisian. Di Jakarta, ratusan mahasiswa terluka, sedangkan puluhan orang lainnya sempat ditangkap. Tindakan represi aparat keamanan dalam menghadapi unjuk rasa di Kendari, Sulawesi Tenggara, bahkan menewaskan dua mahasiswa Universitas Haluoleo, yakni Immawan Randi dan Muhammad Yusuf Kardawi.

Rencana penerbitan perpu disampaikan Jokowi saat menemui 41 tokoh nasional di Istana Negara, Kamis pekan lalu. Sejumlah tokoh yang hadir antara lain mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md., budayawan Goenawan Mohamad, dan pakar hukum Bivitri Susanti. Para tokoh menilai masifnya penolakan publik terhadap UU KPK hasil revisi bisa menjadi landasan untuk dikeluarkannya perpu karena memenuhi syarat kegentingan.

Anggota Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa, Maman Imanulhaq, meminta Jokowi tidak mengeluarkan perpu. Maman berharap Jokowi menghargai kerja DPR yang telah berbulan-bulan membahas revisi UU KPK. "Kalau dipatahkan hanya dengan perpu, misalnya, bisa menjadi preseden buruk. Itu kan akan melelahkan sekali," ujar dia.

Anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Nasir Djamil, mengatakan partainya bakal menolak perpu yang diterbitkan Jokowi jika tak memenuhi syarat kegentingan memaksa seperti yang ditentukan Mahkamah Konstitusi. Ia menjelaskan, sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi, ada syarat kegentingan memaksa, yaitu adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum dengan cepat, ada kekosongan hukum, dan jika menggunakan prosedur biasa akan membutuhkan waktu lama. "Unjuk rasa itu kan bagian dari demokrasi. Bukan hal yang genting," kata Nasir.

Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Achmad Baidowi, mengatakan saat ini fraksinya masih menunggu sikap Jokowi. Ia mengatakan PPP bakal melihat isi perpu yang diterbitkan Jokowi sebelum memutuskan untuk menolak atau menerima. "Jika terbit perpu, bukan berarti kembali ke undang-undang lama, sehingga mesti dilihat dulu isinya. Bisa jadi hasil evaluasi terhadap pasal-pasal di undang-undang yang baru," katanya.

Adapun Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem, Johnny G. Plate, mengatakan partainya akan mendukung langkah presiden. Meski begitu, dia mengingatkan, fraksi lain masih bersikap berbeda, sehingga ada kemungkinan perpu itu ditolak. Untuk mencegah kemungkinan tersebut, Jokowi mesti membangun komunikasi yang baik dengan seluruh fraksi. "Kami yakin Presiden akan mengambil keputusan terbaik bagi bangsa ini," ujarnya.

DEWI NURITA | MAYA AYU PUSPITASARI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus