Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sebuah negeri dilimbur utang

Setelah rezim militer dikalahkan dan munculnya pemerintahan sipil, negaranya diwarisi hutang yang nyaris runtuh. upaya raul alfonsin dalam membenahi ekonomi. wawancara khusus dengan fortune. (sel)

6 Oktober 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERANG Malvinas" kembali berkobar. Kini lebih seru dan lebih gencar. Lawan Argentina, sekali ini, tidak cuma Inggris, tapi semua negara yang berpiutang kepadanya. Pada penggal pertama 1984, Argentina seperti membuang tabiat setelah cukup lama berperangai mengesankan. Kini neeri itu bersika seolah semua masalah daiam negerinya yang salah kaprah timbul karena ulah pihak lain. Sejumlah bank dan negara asing yang meminjamkan begitu banyak uang, dalam masa delapan tahun rezim militer Argentina, khawatir tentang siapa yang akan bertanggung jawab. Argentina, yang kaya sumber alam dan sumber daya manusia, bisa terancam bila kepercayaan masyarakat perbankan hilang. Meksiko mencapai kesepakatan dengan negara-negara peminjamnya pada 1982 Brazil pada tahun berikutnya (1983). Tetapi Argentina mencarut-carut ketidakadilan dunia, dan masih juga menuduh kecerobohan bank-bank internasional yang kurang perhitungan ketika meminjamkan begitu banyak uang kepada para jenderalnya. Tetapi, "Semua itu tidak dapat mengubah angka pinjaman luar negerinya yang sebesar US$ 43,6 milyar atau menjadi paria dalam ekonomi dunia," tulis Jeremy Main dalam majalah Fortune, 20 Agustus silam. Kini Argentina terpaku memelototi permasalahannya yang sejati: keadaan ekonomi negeri yang dikepung tingkat inflasi 580%, yang dicoba ditutup-tutupi oleh pemerintah, sambil terus digangsir oleh para pengingkar pajak, dan larinya kekayaan secara besar-besaran ke luar negeri. Sumber alam paling kaya negeri itu, pertanian, menjadi kurang berperan karena berbagai beban rintangan. Di dalamnya termasuk pajak yang tinggi terhadap komoditi perdagangan yang diekspor, yang anehnya disuruh pula menopang industri yang sama sekali tidak memberi buah apa-apa. Kelakuan ganjil khas negeri sedang berkembang. Bagaimana kalau tidak ada topangan utang luar negeri? Ekonomi Argentina langsung bangkrut. Dan kebangkrutan itu baru bisa diatasi bila beban utang bisa diberesi - atau sebaliknya. Suatu lingkaran setan, memang. Ketika akhir Desember tahun lalu Raul Alfonsin mulai berkantor sebagai presiden pertama yang terpilih secara demokratis dalam masa sepuluh tahun terakhir, ia memang tidak berharap bisa santai-santai. Tapi begitu memegang tali kekang, ia bukannya berlaga bagai banteng di arena pampa, lingkungan tempat ia lahir dan besar, melainkan cuma menggaruk-garukkan kakinya ke tanah. Ia berjanji membenahi negeri dan menekan defisit yang melesat 63% dalam masa anggaran 1983, dan berharap agar segala sesuatunya bisa membaik. Menteri ekonominya yang garang, Bernardo Grinspun, mencoba-coba debat kusir dengan negara-negara kreditor, agar yang terakhir mau sedikit bersikap lunak - sambil mengajak berkomplot sesama negara Amerika Latin yang juga dibebani utang. Tapi, melihat upayanya gagal, Alfonsin akhirnya mengikhtiarkan cara lain. Dalam pidato televisinya yang murung, Juni lalu, ia berbicara pertama kalinya tentang pengencangan ikat pinggang dan kesediaan berkorban - gagasan yang sangat tidak mendapat sambutan di negeri yang sudah terbiasa menjalankan pola hidup foyafoya. Ia mengecam "kesewenangan yang angkuh" pihak-pihak yang meraih bunga bank yang dibayar Argentina. Pesan nyatanya, kendati tidak panjang lebar, adalah agar seluruh rakyat Argentina melakukan "upaya mahabesar" untuk melaksanakan berbagai "kewajiban yang sesungguhnya". "Ini kelihatannya seperti titik balik," kata Adalbert Krieger-Vasena, bekas menteri ekonomi Argentina yang kini wakil perusahaan First Boston Corp. di Buenos Aires. Apakah segala upaya Alfonsin cukup berhasil, itu tergantung pada Dana Moneter Internasional (IMF) yang sedang berunding dengan Argentina mengenai dasar-dasar pembiayaan kembali pinjaman negeri itu. Surplus perdagangan Argentina yang sehat dewasa ini, yang diproyeksikan sebesar US$ 3,5 milyar pada tahun 1984, tidak akan cukup bahkan untuk menutup bunga utang yang jumlahnya US$ 5,5 milyar. Pada saat Brazil dan Meksiko berhasil meminjam lagi, Argentina mempunyai rasio utang ekspor tertinggi di antara negara-negara peminjam. Sementara itu, pertengahan September silam pemerintah Argentina memberitahu bank-bank luar negeri bahwa mereka tidak mampu membayar utang US$ 750 juta yang jatuh tempo 15 September lalu. Demikian menurut kantor berita AP, yang mengutip Menteri Bernardo Winspun menjelang keberangkatannya ke pertemuan dengan IMF. Kesempatan itu juga akan digunakannya untuk menemui bank-bank swasta AS, agar pengangsuran utang US$ 750 juta itu dapat ditunda. Utang tiga perempat milyar dolar AS itu diberikan kepada Argentina pada 1982, ketika negara tersebut kekurangan uang kontan yang gawat. Sekarang Argentina, masih menurut AP, juga menghadapi masalah pembayaran bunga dari seluruh utangnya yang sebesar US$ 44,4 milyar. Bunga itu harus dibayar pada 30 September 1984. Melihat gelagatnya, bunga yang jumlahnya sekitar US$ 950 juta juga tidak akan bisa mereka bayar. Alfonsin meramalkan lahirnya persetujuan dengan IMF sebelum berakhirnya bulan September 1984 ini. Tetapi IMF, yang harus mempertimbangkan suara-suara dari kiri dan kanan, tetap tidak terkesan oleh janji-janji yang dinyanyikan presiden itu. Untuk itu, Alfonsin harus memanggungkan dulu sulap politik yang memukau, sehingga itikad dan upayanya menahan laju inflasi bisa meyakinkan khalayak. Ia harus membuktikan kepada partainya, dan serikat-serikat buruh yang sangat berpengaruh di negerinya, bahwa ia tidak akan mengorbankan taraf hidup rakyat Argentina demi pencicilan utang kepada bank-bank asing. Hal yang tidak gampang, memang. Berbeda dengan Brazil dan Meksiko, Argentina' menolak saran IMF untuk lebih mengetatkan ikat pinggang. Sikap kepala batu Presiden Alfonsin, yang tetap ingin menaikkan upah riil seluruh pekerja Argentina 6% sampai 8%, merupakan penghalang utama untuk menekan inflasi - juga guna mencapal kesepakatan dengan IMF. Di sini bedanya dengan Meksiko dan Brazil. Walaupun kemiskinan dan keterbelakangan mengepung kedua negeri itu, mereka bersedia menunda dulu peningkatan pendapatan riil kaum pekerjanya begitu dihadapkan dengan utang-utang luar negeri. Argentina, yang tidak pernah mengenal kesukaran-kesukaran dari jenis yang bagi Brazil dan Meksiko sudah lumrah, menolak melakukan itu. "Serikat buruh yang agresif akan melumpuhkan seluruh negeri jika Alfonsin mencoba-cobanya," kata Main, yang menulis karangan di Fortune dengan bantuan riset Lynn Fleary. Untuk sementara waktu, bank-bank AS, yang memikul beban piutang sekitar US$ 8,8 milyar, tidak dapat berbuat lebih banyak kecuali menunggu hasil pembicaraan antara IMF dan Argentina. Setelah menetapkan status riil pinjaman yang mereka berikan kepada Argentina untuk setengah tahun pertama, dengan kredit pengganti yang tidak menyelesaikan permasalahan mendasar, bank-bank - didorong oleh regulator federal - mulai mencatat piutang mereka kepada Argentina sebagai "tidak berjalan". Bank-bank AS biasanya dapat memasukkan bunga yang tidak terbayar ke dalam rekening keuntungan kuartal mereka, asal tidak lebih lama dari batas waktu 90 hari. Tetapi jika pinjaman didaftar sebagai tidak-berjalan, sebuah bank tidak dapat menghitung bahkan bunga tak terbayar sebagai penghasilan. Pemberi pinjaman terbesar, Manufactures Hanover Corp., menanggung rugi US$ 21,4 juta karena pemasukan kuartal keduanya terpotong dengan tertanamnya sekitar separuh dari US$ 1,3 milyar dalam paket pinjaman Argentina yang "tidak berjalan". Bank of America, Citibank, Chase Manhattan Corp., J.P. Morgan & Co., Chemical New York Co., dan lain-lainnya juga melaporkan tertahannya pemasukan kuartal kedua yang besar dari pinjaman Argentina-nya masing-masing. Pembayaran yang jatuh tempo pada kuartal itu seluruhnya akan berjumlah sekitar US$ 2 milyar empat kali jumlah kuartal-kuartal sebelumnya, dan kira-kira seluruh jumlah cadangan keuangan Argentina. * * * Argentina sesungguhnya mampu menjadi negeri yang berkembang baik. Ia dapat mencukupi sendiri kebutuhan minyak buminya, lagi pula penduduknya bebas buta huruf dan suka bekerja keras. Ladang-ladang pertaniannya yang produktif juga terentang luas mereka pengekspor biji-bijian terbesar ketiga di dunia setelah AS dan Kanada. "Bagaimanapun, tidak ada penjelasan yang rasional bagi apa yang terjadi di sini," ujar Jose Alfredo Martinez de Hoz, juga bekas menteri ekonomi, yang masuk barisan orang-orang Argentina yang mengalami frustrasi dan konon pernah berusaha mati-matian agar ekonomi di negeri itu berjalan. Barangkali lambang Argentina yang paling cocok pada masa kini adalah kusut masainya kawat-kawat telepon dari gedung ke gedung perkantoran di pusat Kota Buenos Aires. Kawat pesawat halo-halo itu terentang centang perenang di jalan-jalan dan gang-gang, lalu mencantel ke cerobong-cerobong asap, jendela, dan balkon-balkon. Banyak di antaranya terayun kendur dipermainkan angin. Keadaan itu bisa jadi hasil kerja petugas kantor telepon sendiri. Tapi boleh jadi juga dilakukan montir jalanan yang memotong seenaknya saluran orang lain dan mencantelkannya ke rumah atau kantor pemesan baru. Jangan heran, seperti juga di negeri awak, urusan perteleponan di negeri itu sering terasa ajaib. Mengapa keadaan ekonomi Argentina begitu parah, dan siapa yang bisa dipersalahkan, sampai kini masih dipertengkarkan dengan serunya di sana. Padahal, semua orang mengakui bahwa pada beberapa dasawarsa yang lalu, pada 1930-an dan sebelumnya, negeri ini memiliki potensi nilai yang sejajar dengan Kanada atau Australia. Argentina memang mulai rusak pada masa berkuasanya Juan Domingo Peron. Ia ini diktator militer yang pertama kali memegang kendali pada 1946. Dalam meletakkan kerangka politiknya, ia mengembangkan pakta kerja sama dengan organisasi buruh, untuk meningkatkan kekuasaannya dan upah riil. Ia juga memberlakukan pajak-pajak khusus di bidang pertanian untuk membiayai pembangunan sektor industri yang tidak efisien suatu cara memeras tuan tanah kaya untuk memerciki kelas pekerja kota. Malapetaka yang menimpa mereka sekarang ini berakar lebih dalam dari sekadar masa rezim militer mutakhir, yang mendepak terlalu jauh Isabelita Peron, janda sang diktator, pada 1976. Menteri ekonomi pertama rezim mutakhir itu, Martinez de Hoz, menerapkan apa yang dikenal dengan Process, suatu upaya mengagumkan untuk membebaskan ekonomi negara. Waktu itu inflasi merosot cepat - dari angka puncak 920% - yang pada 1976 menjadi hanya 150%. Celakanya, sementara sektor swasta dibebaskan bersaing dan berjuang untuk hidup, ketentuan itu tidak berlaku ferhadap badan-badan usaha milik negara (BUMN). Ini justru tidak menyehatkan BUMN yang bersangkutan. Penguasa militer membangun apa yang disebut orang Argentina sebagai "Proyek Firaun" - sejenis proyek mercu suar. Misalnya ini: proyek tenaga nuklir, superhighway, kompleks industri - yang biasanya raksasa, dan karena itu mahal. Padahal, acap kali tidak diperlukan, dan sering-sering tidak sempat rampung. Untuk mengendalikan proyek-proyek monopoli pemerintah yang menyedot dana besar-besaran itu - di sektor migas, perlistrikan, telepon, kereta api, angkutan udara, dan batu bara - kaum penguasa militer terjun lebih dalam ke pemilikan sektor industri. Akhirnya, separuh dari kapasitas produktif di Argentina jatuh di bawah kontrol pemerintah c.q. militer. Banyak orderdan obyekan masuk ke Fabricaciones Militares, konglomerat yang dimiliki ABRA (Angkatan Bersenjata Republik Argentina), yang tidak cuma membikin senjata, tetapi juga barang-barang, seperti peralatan pertanian, pupuk, dan alat pengeboran. Mereka juga mengendalikan industri petrokimia dan pertambangan. Karena aktivitasnya dirahasiakan, untung rugi Fabricaciones Militares tidak diketahui. Tetapi usahawan Argentina yang pernah bekerja sama dengan mereka akan kaget jika ada yang mengatakan bahwa kegiatan badan usaha milik militer itu dapat mencetak keuntungan. Utang luar negeri, US$ 7 milyar yang terkendalikan, pada 1975, mulai membesar dan berpacu terus ketika bank-bank internasional diserbu petrodolar dan itulah yang turut melimbah ke Argentina. Dan jumlah US$ 43,6 milyar yang diterima negeri itu tidak ada bekas-bekasnya - sedikitnya tidak bisa ditelusuri. Sebuah komite yudisial yang dibentuk tahun lalu untuk meneliti pinjaman telah dihentikan untuk sementara - agaknya karena tak menemukan apaapa. Bahkan Bank Sentral tidak dapat memberikan data yang diperlukan. Bila dihitung, kira-kira, senjata untuk perang dengan Chili yang tidak jadi berlangsung, ditambah bekal petualangan di Kepulauan Malvinas, mungkin masing-masing berjumlah US$ 10 milyar dan US$ 15 milyar. Sementara itu, Yacimientos Petroliferos Fiscales (YPF), yang memonopoli sektor minyak bumi, tidak tahu berapa banyak dana yang dipinjamkan kepada mereka - yang ternyata US$ 4,6 milyar dan bersikap acuh tak acuh. Pinjaman manis yang masuk lewat Bank Sentral dan didapa YPF dalam pesos - yang segera kena devaluasi - sebagian besar digunakan untuk menyubsidi harga minyak tanah. Masih ada yang lain. Rakyat Argentina memperoleh tiga buah stadion baru untuk keberhasilan kesebelasan nasionalnya menjadi juara sepak bola dunia 1978. Ditambah "hadiah" ekstra: TV warna dan jalur hubungan siaran internasional, konon agar negeri tersebut mendapatkan harga dirinya di kejuaraan dunia. Sementara itu, di dalam permasalahan ekonomi yang mendasar mereka tidak mendapatkan pemecahan apa-apa. Andil pemerintah untuk Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat dari 40% ke 50%, sementara PDB sendiri menyusut 10% pada basis per kepala dalam masa pemerintahan militer. Keadaan ekonomi negeri itu bangkrut, tapi segelintir orang Argentina malahan sebaliknya: subur makmur tujuh turunan. Pinjaman yang didapat dari luar negeri dibelanjakan untuk berfoya-foya, melancong, dan ditanamkan di luar negeri oleh orangorang kaya dan kelas menengah. Dolar beredar dengan bebas dan murah, karena kurs resmi berada di bawah pengaruh inflasi. Akibatnya, antara lain, impor Argentina melesat dari US$ 212 juta pada 1978 menjadi US$ 1,8 milyar pada 1980. Inflasi membuat orang-orang kaya Argentina mengkhawatirkan keadaan ekonomi negerinya maka dengan tergopoh-gopoh mereka mengirimkan uang ke luar. Mereka menanamnya di proyek-proyek hiburan dan rekreasi Uruguay yang gemerlapan, seperti di Punta del Este. Atau mereka menjadi nasabah bank New York. Lebih parah lagi, ketika pemerintah negeri itu mendevaluasikan peso empat kali pada 1981, orang-orang Argentina jadi semakin bernafsu melarikan uangnya ke luar negeri. Paling kurang US$ 20 milyar, atau barangkali lebih, dibawa kabur. Sampai kini, karena keadaan ekonomi dalam negeri, orang lebih suka memegang dolar. Para ekonom di Buenos Aires memperkirakan, sekitar US$ 4 milyar uang yang beredar di Argentina berbentuk dolar AS - berbanding US$ 2 milyar yang beredar dalam peso. "Jika Anda ingin membeli sebuah rumah atau ruang rumah susun, harga rundingnya adalah uang dolar, dan 50% uang muka yang diminta dalam bentuk uang kontan. Maaf, tidak terima cek," tulis Main. Perdagangan mata uang (money changer) yang di Argentina disebut cambista telah menjadi bisnis besar-besaran di Buenos Aires kesibukannya sama dengan kesibukan sebuah cabang bank di New York. Daun-daun pintu dan jendelanya ditempeli daftar kurs resmi - terakhir 58 peso untuk satu dolar. Tetapi itu hanya untuk pajangan. Seperti kata salah seorang pengusaha, "Tak seorang Argentina pun menganggap pajangan itu." Begitu sebuah cambista tahu siapa nasabahnya, langsung saja mereka menyebut kurs "paralel" atau penyesuaian dengan pasaran di pasar gelap - 76 peso untuk setiap dolar. Orang Argentina sebenarnya dilarang membeli dolar, tapi pemerintah nyatanya tidak ambil peduli - bahkan juga pasaran paralel. * * Dalam kekacaubalauan yang terbilang ganjil itu, toh mereka masih mendapatkan rahmat kehidupan yang mencengangkan. Bahkan, anehnya, ketika keadaan semakin buruk pada tahun-tahun belakangan, pendapatan per kapita penduduk mencapai US$ 2.520 per tahun - cukup tinggi di antara negara-negara dunia ketiga. Pendapatan itu menyebar di antara kaum kaya, si miskin, dan kelas menengah yang rasionya kira-kira sama dengan di AS - dan pembagian rezeki itu konon tidak begitu miring ke pihak si kaya, hal yang berlaku di negara-negara Amerika Latin lainnya. Sirioin steak (bistik daging pinggang) yang lezat dijual 70 sen dolar satu pon. Jadi, kemelaratan parah seperti yang ditemui di Meksiko hampir tak dikenal di sini. Buenos Aires, kota Amerika Latin yang paling bergaya Eropa, tetap memperagakan selera anggun dan kemegahan dari segi ekonomi. Mungkin gedung-gedungnya tampak agak menjemukan, sedangkan trotoarnya centang perenang. Namun, restoran-restorannya senantiasa dijejali tamu. Mobil-mobil sampai macet memperagakan dirinya di jalan protokol Avenida Nueve de Julio yang lebar, sedangkan kawasan pertokoan di sepanjang Avenida Santa Fe masih tampak gemerlap. Toh lapisan masyarakat di bawah kelas menengah tetap menampilkan sosok yang tak elok, meski yang dimaui sebaliknya. Secara resmi, pengangguran cuma 5%. Tapi di balik angka manis itu tersembunyi jumlah angkatan penganggur yang lebih besar, sementara mereka yang terlempar dari lapangan pekerjaan - dan menambah jumlah angka itu - kian menumpuk belakangan ini. Inflasi nyatanya telah mengakibatkan kehidupan nyaman karyawan Argentina berubah menjadi sengsara. Agar tidak lebih runyam, mereka harus membanting tulang. Pedro Chamorro, imigran Paraguay yang berusia 41 tahun, harus bangun pada pukul empat pagi buta di gubuk reyot yang ia bikin untuk dirinya, istri, dan tiga anaknya di villa miseria, pinggiran Buenos Aires yang disebut Adruge. Ia memerlukan satu jam "bergelantungan" istilahnya sendiri - di colectivo, sejenis metro mini gaya metropolitan Buenos Aires. Colectivo membawanya ke pinggiran kota lain yang berlumpur, becek, dan penuh sampah, yang disebut Lanus Este. Di sinilah letak pabrik tempat ia turut mengolah jangat domba yang jelek dan berbau busuk menjadi kulit mengkilap - salah satu barang kebanggaan Argentina. Ia bekerja 11 jam sehari, enam hari dalam seminggu, melayani mesin pengupas sisa-sisa daging dari jangatnya. Tidak seorang pun di antara 47 pekerjanya mau bekerja di sana kalau tanpa jaminan lembur yang cukup. Kecuali kalau mereka mau mati kelaparan. Gaji pokok Chomorro sekitar US$ 180 sebulan, tapi menurut hitungan pemerintah memerlukan US$ 319 untuk bisa menopang sebuah keluarga yang beranggotakan empat orang. Seperti kebanyakan orang Argentina sekarang ini, Chomorro membelanjakan pesonya ke bahan makanan, bahan pakaian, atau barang keperluan pokok lain. Sisanya, jika ada, dipakai untuk membeli bahan bangunan rumah yang pembangunannya ia kerjakan sendiri pada hari Minggu di sepotong tanah yang ia beli. Karena itu, alangkah malangnya keluarga Chomorro, jika pada suatu saat, lambat atau cepat, mereka kena gusur. Villa miseria adalah permukiman liar. * * * Inflasi juga mengganyang kaum pengusaha. "Inflasi merusakkan setiap kebijaksanaan yang Anda ambil," kata Rudolfo C. Clutterbuck, direktur Alpargatas SAIC. Padahal, perusahaan itu terbilang tua dan sudah dikenal tangguh di sana - namanya terkait dengan pembikinan sepatu kain dan tali khas Argentina yang klasik, alpargata. Harga sepatu itu cuma sekitar satu dolar sepasang, tapi cuma tahan dipakai satu bulan. "Semua perhitungan, laporan, dan kalkulasi yang dibuat harus bersesuaian dengan perkembangan inflasi dan harus direvisi saban bulan," kata Clutterbuck. Toh perusahaan ini bisa menegakkan kepalanya di tengah kekacauan ekonomi Argentina dan mampu bertahan dan berkembang. Tahun lalu, misalnya, Alpargatas berhasil meraih keuntungan US$ 41 juta dari omsetnya yang US$ 244 juta. Dengan catatan, jumlah itu antara lain didiversifikasikan jauh dari produksi aslinya, sepatu alpargata, ke jenis sepatu yang lain. Malahan juga ke barang-barang tekstil, minyak lepas pantai, asuransi, dan ekspor ikan. Dengan jeli Alpargatas menyimak keganjilan ekonomi Argentina. Ford Motor Argentina SA merupakan salah satu penerima onggokan investasi Amerika yang besar di Argentina, yaitu US$ 3 milyar. Mereka juga mencetak keuntungan, dengan cara yang tidak dikenal oleh agen Ford di mana pun. "Jika menjual mobil, kami harus menaruh harga yang mampu mengganti komponen yang dipasang di sana," kata Juan M. Courard, presiden direktur Ford Argentina. Harga yang dipasang berlaku bulanan - bahkan sehari semalam, kalau mau untung. Salah satu model Ford Argentina, Taunus, menderita rugi karena dihargai di bawah sistem -kontrol harga pemerintah yang setiap saat berubah-ubah. Dua model lainnya mencetak untung: Falcon kekar yang tidak dibuat lagi di AS sejak 16 tahun yang lalu, tetapi masih digemari di Argentina setelah tampangnya didandani, dan Siera baru yang bergaya sport. Pengusaha mobil yang memiliki pabrik di Argentina umumnya subur. Ini karena impor dibatasi, dan inflasi yang menjangkiti negeri membuat penduduknya ingin cepat-cepat melepas uang. Mereka malahan tidak peduli apakah harus membayar seharga US$ 10.000 sampai US$ 17.000 untuk sebuah new-old Falcon - hanya tergantung bagaimana modelnya. Karena kredit biasa tidak berlaku di sana, Ford merencanakan suatu sistem undian untuk membantu langganan yang tidak memiliki uang kontan sekaligus. Ford mengumpulkan sekelompok peminat yang terdiri atas 50 calon pembeli, yang tiap orangnya sudi membayar sebuah mobil dalam 50 bulan disesuaikan dengan tingkat inflasi yang berlaku pada bulan yang bersangkutan. Caranya, sebuah mobil diundi setiap bulan, sehingga tiap anggota dijamin memperoleh mobil pada salah satu dari 50 bulan tersebut. Kira-kira 21% penjualan mobil Ford berlangsung dengan cara ini. Ada yang mau meniru? * * Disebut pampa, wilayah pertanian Argentina terdiri dari dataran luas, berhumus, mempunyai pengairan cukup, dan lumayan subur. Bahkan diperkirakan wilayah itu mampu menjaga kelanggengan pemerintah yang salah urus sekalipun. Kendati demikian, para peternak dan petani, besar dan kecil, harus pintar-pintar melakukan penyesuaian. Manuel de Anchorena, misalnya. Ia, bekas dubes Peron di London, memiliki 14.000 estancia keluarga di selatan Buenos Aires, dan mengaku bingung jika melihat perputaran uangnya dalam bentuk tunai. Tagihan harus dilunasi dalam waktu 10 hari. Kalau tidak, penagih akan minta tambahan sesuai dengan laju inflasi. Karena itu, Anchorena mengirim piaraannya ke pasar ternak tidak dengan pikiran bisnis tulen, misalnya dalam keadaan gemuk atau ketika harganya sedang baik. Ia memasarkan ternaknya ketika memerlukan uang kontan. Budi daya peternakan Argentina, yang pernah membuat para pengusahanya kaya raya sehingga mampu berlama-lama menetap di Paris, kini berada pada tingkat kemerosotan yang menyedihkan. Pembatasan impor di Pasar Bersama dan di mana-mana, juga pajak ekspor pemerintah, dan nilai tukar yang pincang, merugikan ekspor. Ekspor daging Argentina merosot jatuh dari 967.000 ton pada 1978 menjadi 336.000 ton pada 1983. Masih untung, ekspor biji-bijian negeri ini tetap bergerak naik dan menemukan pasar baru di beberapa bagian dunia - Uni Soviet, Timur Tengah, Afrika, RR Cina, dan sejumlah negeri Asia lain. Panenan yang hampir mencapai rekor pada Desember tahun lalu, 30 juta ton, diharapkan dapat menyumbang US$ 3,4 milyar dari jumlah US$ 8 milyar proyeksi ekspor tahun ini. Petani dan eksportir berhasil mendapatkan perolehan, meskipun harus menghadapi berbagai rintangan yang tidak dihadapi rekan-rekannya di negeri lain. Misalnya, 6% dari harga yang mereka terima untuk gandum "dimakan" oleh ongkos tambahan yag diakibatkan penundaan bonkar muat di sejumlah pelabuhan Argentina. Pajak ekspor, 50% pada dasawarsa terdahulu, yang hampir ditiadakan pada masa awal Process, telah naik kembali sampai 25% ketika Alfonsin naik tahta. Alfonsin memang menurunkan pajak ekspor untuk gandum menjadi 18% - kemudian naik sedikit menjadi 19,5% - tapi membiarkan pajak jagung dan sorgum pada 26% dan pajak daging pada 18%. Karena pajak ekspor salah satu dari sedikit pajak yang dengan mudah dipungut di sebuah negeri yang pendapatannya, kekayaannya, dan pajak nilai tambahnya digelapkan besar-besaran dan beramai-ramai, sulit bagi pemerintah Argentina menurunkannya. Apalagi menghapuskannya sama sekali. Untuk lebih menggalakkan penggunaan pupuk, yang dapat meningkatkan produksi biji-bijian secara besar-besaran, pemerintahan Alfonsin mengurangi 25% bea masuk pupuk nitrogen impor dan 18% pajak nilai-tambah pupuk nitrogen dalam negeri. Tetapi, sejauh itu, para petani tidak cukup bersemangat memperluas tanaman hasil pertaniannya dan menggunakan pupuk lebih banyak. Mereka telah sering kali disakiti dan dikelabui di masa-masa lalu oleh kebijaksanaan pemerintah yang acap berubah-ubah. Para ekonom dan usahawan Argentina yakin, sebenarnya produksi biji-bijian dapat ditingkatkan sampai 50%, dan mungkin lipat dua jika kebijaksanaan politik dan ekonominya tepat. Tetapi di dalam suasana kebijaksanaan seperti sekarang, masih diragukan apakah pemerintah bisa mencapai sasaran peningkatan yang 30% saja dalam lima tahun ini. Ekspor pertanian Argentina, dengan sedikit topangan ekspor hasil industri, dalam suatu jangka panjang teoretis mestinya mampu membayar utang negeri itu. "Tetapi mereka jangan mengharap dapat menyelesaikan permasalahan Argentina setahun dua ini," komentar Main. "Argentina masih memerlukan pertolongan dari para kreditornya." Dan itu tidak dengan begitu saja. Mereka, parakreditor, baru akan turun tangan jika Argentina dapat meyakinkan IMF bahwa negeri sepak bola itu sudah berupaya menekan pengeluaran dan inflasi. Celakanya, IMF malah dicaci-maki sebagai gerombolan politisi iblis. Padahal, tanpa usulan IMF Argentina tidak akan mampu menerobos ke gudang uang dari bank mana pun - baik pinjaman penyangga US$ 300 juta yang diusulkan AS maupun, apalagi, yang dari dana IMF sendiri. Baik Alfonsin maupun Grinspun telah mengesampingkan pengambilan langkah-langkah darurat dalam menangani masalah utang - dengan cara, umpamanya, menekan inflasi sambil mengetatkan ikat pinggang. Padahal, keengganan mereka bisa menjadikan Argentina orang buangan di tengah masyarakat ekonomi dunia. Di samping itu, aset luar negerinya mungkin akan kena beslah, kredit perdagangan luar negerinya pun bisa kena penggal, dan kelayakan kreditnya bisa hancur selama bertahun-tahun. Keadaan itu tentunya akan membikin hubungan Argentina dengan IMF menemui jalan buntu untuk waktu yang lama, akibat kerugian ganda yang diderita bank-bank pemberi pinjaman. Atau, Argentina akan sampai pada suatu tingkat hubungan yang gawat dengan IMF, mirip Brazil, yang sukar diperbaiki kembali. * * * Ketika Alfonsin duduk di tampuk kekuasaan Desember silam, pemerintah militer sudah memulai langkah pokok membenahi keadaan. Antara lain, dengan melarang impor sejumlah besar barang konsumtif dan pelarangan-pelarangan lainnya, pemerintah berhasil membendung masuknya barang-barang luar negeri secara drastis. Yaitu dengan 42,3% pada 1982 dan 14,6% pada 1983. Setelah itu tanggung jawab selanjutnya berada di tangan presiden baru. Walaupun demokrasi boleh jadi tampak rapuh di Argentina, Alfonsin, yang mirip Peter Sellers dengan misai yang lebat, mulai bertugas dengan niat yang tampaknya demokratis. Ahli hukum dari tingkat provinsi yang naik tahta dengan menyandang tradisi Kiri Moderat ini memiliki pembawaan terbuka dan sederhana - yang membuatnya populer. Dan Partai Radikal-nya ternyata mampu mengontrol DPR, kendati tidak MPR. Partai oposisi terpenting, Peronis, yang dukungan utamanya datang dari kaum buruh, berulang kali mencari-cari silang sengketa. Kaum Kiri masih ceraiberai oleh kampanye antiterorisme 1970-an. Kaum militer terutama terpojok oleh kegagalan kebijaksanaan ekonominya dan akibat banyaknya orang Argentina yang disakiti dan hilang dalam masa pemerintahan mereka, di samping tentunya kegagalan konyol dalam perang Malvinas dua tahun silam. Alfonsin sementara ini mungkin memiliki dua atau tiga tahun masa yang akan relatif bebas dari aksi-aksi lawan politiknya, sebelum yang terakhir ini mampu serentak menyeruduk dan melemparkannya ke luar gelanggang. Tetapi ia harus hati-hati memilih cara memperlakukan mereka. Ia perlu mencari konsensus. Ia benar ketika berkata tentang keharusan menghemat anggaran, mengalihkan perhatian pemerintah terhadap sektor usaha swasta, menggalakkan pengumpulan pajak, meningkatkan investasi, dan seterusnya. Ia dengan berani memotong cukup besar anggaran hankam dan menjadwalkan kembali atau menghentikan sama sekali proyek-proyek firaun misalnya proyek instalasi nuklir bertenaga air Atucha ll. "Tetapi ia tidak merampungkannya sampai tuntas," Main menyayangkan. Buktinya, RAPBN 1984 belum lagi disahkan, dan proyek-proyek inpres di bidang perumahan, pendidikan, dan kesejahteraan gagal di mana-mana. Lebih parah lagi, angka inflasi tahunan melesat dari 433% pada Desember 1983 menjadi 580% pada waktu-waktu berikutnya. Alfonsin jelas-jelas lebih menyukai menambah pemajakan daripada mengurangi pengeluaran, yang menjadi instrumen pokok untuk menekan inflasi dan defisit. Ia menaikkan harga minyak tanah dengan 35%, menjadi di atas US$ 2 per galon, yang menjadikan minyak tanah sumber penghasilan utama pemerintah Argentina. Alfonsin telah memenangkan kepercayaan rakyat Argentina, tetapi ia belum mampu mendapatkan kepercayaan di bidang ekonomi. Tiba saat ia berhasil menciptakannya - bahkan dengan dukungan bantuan IMF - karena inflasi tidak mau beranjak pergi, investor tidak ingin menanamkan modalnya, dan negeri itu sendiri tidak mau membuat awal tindakan yang sungguh-sungguh untuk mengikis utangnya yang menggunung. * * * Tidak adil rasanya kalau Alfonsin terus-terusan dituding tanpa diberi kesempatan memperdengarkan suaranya. Di kediaman resminya yang sederhana di Olivos, kawasan golongan menengah di pinggiran Buenos Aires, ia menerima Fortune. Inilah inti hasil wawancaranya. Tentang ekonomi Argentina: Meskipun kami menghadapi banyak kesulitan dalam masa enam bulan lalu, investasi telah meningkat dan produksi naik sekitar 5% seperti yang kita proyeksikan. Pengangguran menurun secara khusus. Tentang inflasi, yang kini 580% per tahun: Ini mengganggu kami sedikit. Ekspansi moneter telah sangat berkurang. Kami sedang menyusun anggaran dengan hati-hati dan hemat. Tentu saja, kami harus meningkatkan upah riil, dan di dalam beberapa sektor hal ini telah menciptakan banjir permintaan barang. Ini mengharuskan kami mengadakan pengawasan harga, dan itu merupakan bagian dari dasar kebijaksanaan. Juni tahun depan tingkat inflasi diharap menjadi, katakanlah, 300%, sehingga pada tahun berikutnya dapat ditekan lagi menjadi 100%, dan dalam tahun ketiga dapat didudukkan pada tingkat yang secara ekonomis aman. Tentang kemungkinan krisis pembayaran utang pada September, setelah pada Maret dan Juni: Usul-usul Argentina selalu dibuat pada awal kuartal, dan bank-bank yang bersangkutan menerimanya tidak lama setelah itu. Waktu ini kami benar-benar mengharapkan kemantapan. Kami terpaksa mengatakan kepada "produsen" kami tentang aturan main, karena kami ingin mencapai penyelesaian secepat mungkin. Bukan saja dengan Dana Moneter Internasional, IMF, tapi juga dengan para kreditor swasta dan dengan Paris Club (sepuluh negeri industri nonkomunis). Kami yang paling berkepentingan. Karena itu, kami percaya, kami akan mampu mencapai kemantapan menyeluruh sebelum 30 September. Pada saat itu kami memerlukan jumlah total US$ 1,8 milyar sampai US$ 2 milyar. Tentang kecaman luar negeri terhadap peningkatan upah di Argentina: Benar, ini seperti sebuah kontradiksi, dan boleh jadi kadang-kadang orang Argentina seperti tidak melakukan usaha-usaha yang diperlukan. Tetapi Anda harus mengerti bahwa bukan aparat kami saja yang berantakan, tapi upah riil telah anjlok pada masa rezim militer lalu. Kami mimiliki berkantung-kantung kesengsaraan yang bukan saja bisa menggagalkan pembangunan ekonomi, melainkan juga pembangunan politik. Kami sedang melakukan suatu upaya, dan kami ingin membuat suatu usaha, ingin menyumbangkan diri dan ingin bekerja. Tetapi kami memang tidak dapat menerima persyaratan yang diterapkan di negeri-negeri yang telah berkembang. Kami dalam keadaan sedang tenggelam. Pada 1983, produksi industri sama dengan pada 1973. Tentang kesempatan meningkatkan pengumpulan pajak di sebuah negeri yang 50% kewajiban pajaknya dikatakan tidak dilunasi: Tidak sebanyak itu. Penghindaran paling besar ternyata pada pajak nilai-tambah. Kami sedang menanggulanginya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus