BANYAK taman di Kota Surabaya. Tapi hampir tak ada yang sejuk
dipandang mata. Taman Surya di depan Balaikota Surabaya,
jangankan bunga, rumput pun tak sempat hidup. Sebab anak-anak
muda menggunakannya buat main bola.
Lalu ada pula taman Gubeng. Tempat ini dikuasai gelandangan. Tak
ada kesempatan bagi tumbuh-tumbuhan untuk hidup. Rumput pun
enggan. Taman-taman lain tak jauh berbeda kalau tidak ludes oleh
bola juga ludes oleh gelandangan. Hanya taman di kawasan
pelabuhan Tanjung Perak kelihatan terawat baik, lantaran
pengelolaannya dilakukan oleh Adpel Tanjung Perak sendiri.
Tapi di Surabaya masih ada satu taman lagi yang dikelola swasta.
Namanya Taman Anggrek '7Surabaya Indah". Pemiliknya Andi Wijaya.
Letaknya di tepi Kali Mas. Keindahan taman ini memang cukup
menarik, tapi yang lebih menarik lagi adalah masalah yang
ditimbulkannya. Koran-koran Surabaya pun terpecah jadi dua ada
yang menyerang, ada yang membela.
Seratus tahun yang lalu, daerah pingiran Kali Mas di ujung Jalan
Pemuda ini oleh Belanda dijadikan taman juga. Tapi sudah lama
tak kelihatan bekasnya. Susah puluhan tahun berubah jadi daerah
belukar yang kemudian dimanfaatkan para gelandangan.
Andi Wijaya melirik kawasan itu sejak tahun 1974 dengan kacamata
bisnis. Ia berhasil memperoleh izin kotamadya untuk menjadikan
tempat itu sebagai taman anggrek. Dalam surat Dinas Tatakota 27
September 1974 disebutkan bahwa daerah itu menurut masterplan
diperuntukkan pertamanan.
Tapi lantaran tanah itu milik Bidang Pengairan DPU Jatim, izin
dari instansi ini harus lebih dulu ada. "Setelah kami survey,
memang nyata taman yang dimaksud di luar garis Kali Mas yang
akan dikeruk" jawab Achmad Ashari BIE, Kepala Bidang Pengairan
DPU Jatim ketika oleh gubernur diminta sarannya akhir 1974.
Berdasarkan hal itulah, Gubernur Moh. Noer (waktu itu) memberi
izin kepada Andi Wijaya untuk menyewa tanah tersebut selama 2
tahun Rp 6.000 -- sebagaimana tarif resmi sewa tanah
pemerintah. Murah memang.
Tanah seluas 1 ha itu pun segera diolah menjadi sebuah taman
memanjang dengan 30.000 anggrek sebagai modal pertama. Nopember
1977, taman dibuka untuk umum dan ternyata cukup luber
pengunjung meskipun harus bayar Rp 50/orang. Di samping bisa
melihat-lihat anggrek -- dan seyogyanya membeli -- penonton bisa
naik kuda, ke galeri seni dan menikmati berbagai masakan.
Nah, soal terakhir ini yang bikin gara-gara. Sebuah koran
menuduh adanya penyalahgunaan taman ini. Karena yang menulis
koran terkemuka, banyak reaksi muncul. "DPRD sebelumnya hanya
menyetujui tanah itu untuk taman anggrek saja dan bukan untuk
restoran atau rumah makan yang ternyata sangat mengganggu
kelancaran lalu lintas" ujar Eddy Sutrisno, Ketua DPRD Surabaya
16 Nopember 1977.
Masalahnya pun jadi ramai dan sampai ke gubernur. Maka surat
izin walikota itupun banyak dicari orang untuk diteliti. Soal
restoran seperti kata Andi Wijaya ada izin. Tapi izin bagi Andi
Wijaya dicabut juga meskipun baru 3 bulan dibuka. Menurut pihak
P.U. Bidang Pengairan Jawa Timur, taman itu meng ganggu
pengerukan kembali dan normalisasi Kali Mas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini