HIDUP 190 ribu karyawan perkebunan swasta di Jawa Barat goyang.
Artinya apakah mereka akan bisa tetap bekerja atau bakal jadi
penganggur. Karena 87 perkebunan tempat mercka bekerja runyam.
Dan itu diakui antara lain oleh drs Sopandi petugas Humas Kantor
Gubernur Jawa Barat.
Kalangan pemilik perkebunan umumnya berkata mereka kesulitan
modal untuk mengadakan peremajaan. Dikatakan perkebunan mereka
warisan zaman Belanda. Kecuali sudah tua, pernah pula mengalami
gangguan. Yakni ketika berlangsung revolusi fisik sebelum tahun
1950 dan ketika masih ada gerombolan DI/TII di tahun 1950-an.
Kredit bank? "Saya pernah menerima kredit Rp 5 juta sedang untuk
bayar pajak saja Rp 4 juta setahun, jadi apa artinya kredit
itu?" kata seorang pemilik perkebunan di Cianjur.
Tapi ada yang mengatakan Bank Ekspor Impor misalnya bersedia
memberi kredit asal orang bank ikut dalam pengelolaannya. Dan
itu ditampik oleh orang perkebunan. Dikutip alasannya "kalau
begitu perkebunan ini bukan milik kita lagi dong."
Jadi masalahnya bank curiga orang perkebunan sendiri tidak
beres. Dan itu boleh jadi beralasan. Sebab Agus Hassim, Kepala
Dinas Perkebunan Kabupaten Cianjur misalnya, menilai
keterlantaran beberapa perkebunan di wilayahnya karena
pemiliknya kurang bertanggungjawab. "Mereka menebang pohon
sekedar dijadikan kayu bakar untuk memperoleh uang dengan
cepat," kata Hassim.
Maksudnya karena mereka terlalu cepat ingin memperoleh uang,
produksi kayu bakar pun terus merosot. Karena produksi kecil,
pemasaran jatuh ke tangan tengkulak. Harganya jadi murah.
Disebutkan kayu bakar dari pohon karet dibeli tengkulak hanya Rp
2.500 permeter kubik.
Betapapun, kesulitan modal di kalangan perkebunan memang bukan
sekedar omongan mereka saja. Setidaknya jika diingat bahwa April
lalu perkebunan milik pemerintah Jawa Barat pun gulung tikar.
Yakni perkebunan Pamegatan di Garut. Di samping Pemda Jawa Barat
kurang bernafsu melanjutkan usahanya, kesulitan perkebunan
Pamegatan diakui karena kesulitan uang.
Harap maklum, 87 perkebunan yang jelas gawat sekarang meliputi
areal 38.568 hektar dengan tanaman karet, teh, kelapa dan
beberapa jenis tanaman lagi. Letaknya di 15 dan 20 kabupaten:
Serang, Lebak, Pandeglang, Tanggerang, Bogor, Sukabumi, Cianjur,
Bandung, Purwakarta, Subang, Majalengka, Sumedang, Garut,
Tasikmalaya dan Ciamis. Alhasil dari barat sampai ke timur yang
tak kalah penting juga adalah nasib 190.000 karyawannya, hidup
bagaikan hanya dengan belas kasihan pemilik perkebunan. Artinya
apa adanya. Tapi sampai kapan mereka tahan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini