Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sederet Pernyataan Menohok Rocky Gerung di Sidang Haris-Fatia Vs Luhut

Pernyataan Rocky Gerung sebagai saksi ahli dalam sidang kasus Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. UntukJokowi sampai Rhenald Khasali.

10 Oktober 2023 | 17.18 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pengamat Politik Rocky Gerung usai diperiksa kasus Direktorat Tindak Pidana Umum atas kasus penyebaran berita hoaks dan fitnah di Mabes Polri, Jakarta, Rabu, 6 September 2023. Pada keterangannya, Rocky mengaku mendapat 40 pertanyaan dari penyidik masih terkait alasan argumen yang dilontarkan pada Presiden Jokowi. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Akademisi juga pengamat politik Rocky Gerung menjadi saksi dalam sidang perkara pencemaran nama baik Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, 9 Oktober 2023. Rocky Gerung dihadirkan sebagai ahli kebebasan berekspresi oleh kubu terdakwa dalam persidangan itu, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aktivis Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dilaporkan Luhut Binsar Pandjaitan karena video podcast berjudul ADA LORD LUHUT DIBALIK RELASI EKONOMI-OPS MILITER INTAN JAYA!!JENDERAL BIN JUGA ADA!! NgeHAMtam yang diunggah di YouTube Haris Azhar. Dalam video tersebut, Haris dan Fatia membahas isi kajian Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kehadiran Rocky Gerung membuat suasana sidang lanjutan hari itu menjadi hangat dan riuh. Pasalnya, dalam kesaksiannya, Rocky kerap melontarkan sejumlah pernyataan menohok. 


Membandingkan Kebebasan Berpendapat Era SBY dan Jokowi

Dalam persidangan, Rocky Gerung sempat membandingkan kebebasan berpendapat di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY dan Jokowi. Kesaksian itu kemudian memancing keributan antara kuasa hukum dan jaksa penuntut umum. 

Rocky menyatakan kebebasan berpendapat saat SBY menjadi presiden lebih baik daripada saat Jokowi sekarang ini. Menurut dia, Pemerintahan SBY tidak pernah membatasi kebebasan berpendapat. Ia lalu mencontohkan bagaimana sikap SBY saat dikritik oleh George Junus Aditjondro lewat buku Gurita Cikeas. 

Rocky Gerung hadir jadi ahli persidangan Haris Azhar dan Fatia Maulidianti di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin, 9 Oktober 2023. TEMPO/ Desty Luthfiani.

Sedangkan di era Jokowi, kata Rocky, kebebasan berpendapat dapat dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. "Di era Pak Jokowi bahwa memang ada pengalaman kebebasan berpendapat itu dan berakhir dengan penggunaan UU ITE. Jadi sebetulnya masuk akal membedakan itu (zaman SBY dan Jokowi)," tuturnya.


Sebut Kebebasan Berpendapat Era SBY Lebih Bermutu

Lebih lanjut Rocky menganggap kebebasan berpendapat di era Pemerintahan SBY lebih bermutu daripada era Jokowi. Menurut dia, hal itu karena era kepemimpinan SBY dikelilingi oleh akademikus. 

"Dan itu akhirnya yang diriset oleh Freedom House, misalnya, bahwa kebebasan berpendapat di era SBY jauh lebih bermutu. Kebebasan berpendapat di era presiden keenam lebih bermutu daripada era ketujuh," tuturnya.

Baca halaman berikutnya, Rocky Gerung senggol juga Guru Besar UI yang sebut dirinya kurang bercinta.


Singgung Soal Bercinta

Dalam sidang Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti itu, Rocky Gerung juga menyinggung kasus yang menjeratnya atas tuduhan menghina Presiden Jokowi. Total ada 24 laporan polisi di Polda dan Mabes Polri yang mengadukannya karena mengeluarkan kata-kata 'bajingan tolol' untuk kritiknya kepada Jokowi sebagai Presiden RI. 

Rocky menceritakan, akibat kasus tersebut, ia mendapat banyak kritikan keras. Salah satu kritikan datang dari Guru Besar Fakultas Ekonomi UI Rhenald Kasali. “Saya sampaikan di sini biar dicatat. Katanya ‘Rocky Gerung kasar sekali ucapannya karena jarang bercinta’. Itu bayangkan datang dari profesor di UI, figur publik,” kata Rocky di hadapan majelis hakim. 


Sindir Keras Guru Besar UI

Rocky pun menyayangkan kritikan yang dilayangkan Rhenald Kasali kepadanya. Ia bahkan mempertanyakan kausalitas pernyataan sang profesor yang menganggap seseorang berkata kasar karena masih jomblo. 

“Bagaimana dari seorang profesor muncul kausalitas ‘karena Anda jomblo, mulut Anda kasar’. Silakan Rhenald ganti iklanmu itu, ganti 'Saya minum jamu tolak dungu karena saya masih dungu',” tuturnya. 

Iklan itu menyinggung iklan jamu yang dibintangi Rhenald. Dia juga menyindir Rhenald tak seharusnya menjadi bintang iklan. "Profesor UI itu figur publik, karena dia endorse-an jamu Tolak Angin, seharusnya dia minum jamu tolak dungu, kan begitu dasarnya,” ujarnya.


Sebut Haris Azhar dan Fatia Kritik Luhut sebagai Pejabat Publik, bukan Personal

Sebagai saksi ahli untuk Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, Rocky Gerung turut menjelaskan soal hak sipil dan politik dalam Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Dalam kesaksiannya, ia membenarkan ada konvenan tersebut, namun ada aturan untuk mengkritik orang lain, bukan jabatannya.

Rocky menilai kritik yang dilayangkan Fatia dan Haris Azhar kepada Luhut merupakan kritikan ke jabatan bukan personalnya. "Kenapa konvenan dimunculkan karena untuk membedakan orang lain person in law yang statusnya adalah orang dan lembaga. Pejabat publik itu bukan orang, tapi lembaga," kata Rocky.

Dia melanjutkan, "Pak Luhut kedudukannnya bukan orang lain, bukan sebagai warga biasa, dia tidak diatur dalam konvenan itu. Pejabat publik justru potensial melanggar hak asasi manusia, jadi jaksanya gak paham asal-usul konvenan itu," kata Rocky.


RIZKI DEWI AYU | DESTY LUTHFIANI

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus