SEPERTI pernah diucapkannya, Ketua Opstib Pusat Laksamana Sudomo
3 Oktober lalu kembali membuat kejutan. Kali ini mengenai
manipulasi kredit bank yang dilakukan oleh PT Jawa Building yang
menggarap pembangunan perumahan mewah di kawasan Pluit, Jakarta
Utara. Memang cukup mengagetkan. Siapa yang menduga rumah-rumah
mewah di kawasan bekas tambaktambak ikan dan belukar bakau di
tepi laut Jawa itu, dibangun dengan uang hasil manipulasi?
Dan lebih tak terduga lagi bahwa manipulasi itu mengatas-namakan
aparat pemerintah DKI Jakarta bernama Badan Otorita Pluit DKI
Jakarta. Untuk melakanakan pembebasan tanah, EWj pimpinan PT
Jawa Building, selalu mempergunakan kepala surat Badan Otorita
Pluit. Dan dengan kerjaarna dengan notaris RS ia menyebutkan
jumlah Rp 9 milyar buat pembebasan tanah agar perusahaannya
dianggap bonafid. Hingga dengan demikian di tahun 1972 ia
berhasil mendapat kredit dari Bank Bumi Daya (Direktur kreditnya
waktu itu NL) sebesar Rp 458 juta. Lalu memperbarui kreditnya
jadi Rp 2 milyar lebih (1973), hampir 7 milyar (1974), Rp 10
milyar lebih (1975) dan Rp 12 milyar lebih (1976). Padahal
kredit tahuntahun sebelumnya dengan bunganya beIUI11 pernah
dibayar. Sementara rumah-rumah yang dibangunnya berkali-kali
dijadikan jaminan.
Dan begitu peristiwa itu dibongkar Opstib Pusat, pimpinan
Otorita tersebut mulai dari Ketua Hariannya ir. Shafrin Manti
(Ketua Badan Otoritanya sendiri adalah Dwinanto Prodjosumarto,
walikota Jakarta Utara, yang kini sudah diganti oleh Letkol
Marinir drs. Sujoko Kusumoprawiro), Kepala-kepala Bidang,
Bagian-bagian sampai Humasnya Sudjoko Dewo melakukan gerakan
tutup mulut. Sebagian dari mereka disebutkan "ada" dalam daftar
pimpinan tapi tak bisa ditemui karena dibilang sedang mengadakan
rapat dengan ir. Shafrin.
Badan otorita Pluit dibentuk dengan SK Gubernur DKI Jakarta
tahun 1970 untuk menguasai tanah seluas 800 Ha dan menggarapnya
buat perumahan beserta segala sarananya. Dari jumlah itu 92 Ha
(kira-kira 10 merupakan daerah berpenduduk). Lebih dari 3/4nya
yang digarap Otorita merupakan daerah yang tak pernah jadi
perhatian. Dalam rencana peruntukan tanah, 205 Ha disediakan
buat perumahan, 209 Ha buat industri, 30 Ha jalur hijau
sepanjang pantai dan taman rekreasi seluas 21 Ha serta buat
waduk pencegah banjir sebanyak 135 Ha.
Berharga RP 45 Juta
Di atas tanah seluas 154 Ha yang terletak di sebelah barat waduk
itu direncanakan akan didirikan 2800 rumah. Rumah-rumah tersebut
berukuran 120 MÿFD sampai 600 MÿFD. Sampai kini sekitar 2200 rumah
sudah dibangun dan sebagian besar pula sudah dihuni. Kategori
rumah-rumah itu meliputi rumah kecil, sedang dan besar atau
vila. Yang terakhir jumlahnya sekitar 5% dan terletak di kawasan
yang menghadap ke pantai yang kini diberi nama Jalan Samudera.
Sedang dalarm jumlah yang hampir sama banyak termasuk kategori
rumah sedang dan kecil. Rumah-rumah vila (di antaranya rumah EW,
Dirut PT JB yang kini ditahan bersama beberapa orang pejabat)
itu berharga sekitar Rp 45 juta. Sedang rumah kecil dan sedang
berkisar Rp 7 - 8 juta dan Rp 20 - 30 juta.
Kabar terakhir sudah 90 unit rumah mewah, 900 sedang dan 1185
unit rumah kecil selesai dibangun. Sebagian besar rumah itu
sudah berpenghuni, yaitu orang-orang berduit, tentu saja.
Kawasan perumahan ini selain sudah dilengkapi sekolah sejak TK
sampai MA, RS, Puskesmas, sarana peribadatan, tempat-tempat
rekreasi olahraga (stadion mini dan golf) dan taman-taman sarana
perkotaan lainnya, dan bertetangga dengan perkampungan pecinan
Glodok dan pusat kegiatan bisnis Glodok, Pancoran, Kali Besar,
Kota dan Pasar Ikan.
Mungkin karena melihat suksesnya pembangunan perumahan di sana,
Otorita itu mendapat tambahan tanah 250 Ha di Muara Karang untuk
dikuasainya. Hingga selain di kawasan yang disebut Pluit I (yang
sebagian besar sudah selesai pembangunan perumahannya itu),
Otorita itu merencanakan membangun 7500 rumah di Pluit II (281
Ha). Tapi dengan terbongkarnya manipulasi tadi, menurut para
pekerja di sana, sejak 5 Oktober mereka diperintahkan stop oleh
PT Jawa Building.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini