MASALAH parkir di Jakarta, tampaknya belum beres-beres
juga. Meski pengelolanya sudah berganti. Misalnya dulu PT Parkir
Jaya, kini Badan Otorita Pengelolaan Parkir. Lalu setelah tak
berhasil mengotak-atik jalan-jalan raya sebagai medan tempat
menjejerkan kendaraan bermotor roda empat yang makin membengkak
jumlahnya, kini timbul gagasan menjadikan kali Ciliwung sebagai
arena perparkiran.
Direncanakan di sungai yang membentang antara Jalan Veteran dan
ir. Juanda dan Hayam Wuruk dan Gajah Mada itu, akan dibangun
pelataran parkir bertingkat dua, berkapasitas 1300 kendaraan dan
melahap biaya Rp 2 milyar.
Gagasan tersebut tampaknya sudah merupakan prograun utama itu
badan tadi. Apa lagi Gubernur DKI Tjokropranolo, dalam
kesempatan meninjau kantor Badan Otorita itu minggu terakhir
bulan lalu. sudah pula mengamankannya. Meski dengan catatan,
"penelitian pelaksanaannya harus diajukan dulu kepada staf ahli
Pemda DKI untuk dipelajari lebih jauh." Agar proyek tersebut,
"dapat berjalan lancar dengan mengurangi seminimal mungkin efek
negatif baik di bidang sosial lingkungan dan ekonomi-keuangan."
Kenapa itu Badan bentukan Ali Sadikin di masa-masa menjelang
berakhir jabatannya itu begitu bernasu mewujudkan gagasannya?
Dan seakan ia tak mau ambil pusing masalah tarif yang masih jadi
pembicaraan? "Saya ini kan sebagai badan otorita yang dibentuk
Pemerintah. Saudara mestinya bertanya apa yang jadi latar
belakan timbulnya gagasan itu," tukas Partomuan Harahap Kepala
Badan Otorita tersebut. Bagi Partomuan yang jadi pemikirannya
ialah masalah perparkiran dalam hubungannya dengan kelancaran
lalu-lintas. Sebab soal perparkiran dan pembangunan
tempat-tempat parkir memang sudah ditetapkan sebagai program
Pemda dalam Pelita II.
"Masalah parkir bukan lagi masalah pendekatan pendapatan atau
pemasukan uang, tapi masalah traffic approach," ucapnya. Tujuan
kita, katanya lagi, kelancaran lalu lintas. Menurut Partomuan,
bekas Kepala DLLAJR DKI itu sekarang jumlah kendaraan sudah
mencapai 500.000 buah. Lima tahun lagi diperkirakannya akan
berjumlah 1 juta. "Dapat dibayangkan bagaimana menumpuknya di
jalan-jalan. Sementara jalan-raya juga dijadikan tempat parkir.
Partomuan menuding jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk. Kedua jalan
raya tersebut sudah dilebarkan, toh masih terjadi kemacetan
karena dijadikan tempat parkir. Bukan 1 - 2 jam, tapi
berjam-jam. Juga terkadang dijadikan tempat montir. Karena itu,
katanya, harus dihentikan. Dengan cara memurlgut retribusi yang
progresif (yakni memungut biaya yang makin lama makin besar).
Juga dengan membangun tempat parkir dengan mengikut-sertakan
masyarakat berpartisipasi. (Kepada perusahaan di kiri kanan
Gajah Mada/Hayam Wuruk akan dipungut Rp l000 perhari untuk tiap
10 M (3 kendaraan) atau Rp 5 ribu sebulan).
Rencana tersebut agaknya akan cepat terwujud karena masalah
pemasukan uang ke kas DKI dari parkir tampaknya sudah tak jadi
begitu diutamakan. Otorita itu sejak berdirinya bulan Juni dalam
tempo 6 bulan mampu menangguk retribusi Rp 810 juta. Bahkan Juli
dan Agustus berhasil menarik Rp 20 juta. Jumlah jumlah ini bisa
diraihnya karena badan itu berhasil menjadikan kawasan Blok M
Kebayoran Baru, Majestik, Glodok dan Pasar Baru sebagai "taman
parkir". Menurut Ny. Masyrafah Z.A. Noeh, Wakil Ketua DPRD DKI
kepada DS Karma dari TEMPO, taman parkir itu "tak boleh
ditarnbah jumlal1nya karena di hari hari sesudah lebaran akan
dibahas oleh DPRD-DKI. Juga masalah tarif yang belum diatur
Perda.
Tapi apakah pembahasan itu akan merobah keadaan atau tidak,
sulit ditebak. Yang terang Mendagri Amirmachmud waktu ditanya
TEMPO menyatakan bahwa ia tak pernah menegur Gubernur
Tjokropranolo soal tarif parkir Dan bahwa langkah Badan Otorita
Parkir sesuai dengan perkembangan dan dinamika kota Jakarta.
"Pemda DKI Jakarta kan sudah punya program-program sendiri,"
ucap Amirmachmud.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini