SILAP lidah celaka badan juga terjadi di Bandung. Pagi itu pukul 06.00, sebuah sedan berisi sejumlah anak muda melaju pelan di Jalan Merdeka. Di halaman markas Kepolisian Wilayah Kota Besar Bandung, 70 polisi lalu lintas sedang apel. Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) polisi dan dakwaan jaksa, saat polisi apel pagi itu, dari dalam sedan tadi ada yang menjulurkan kepala dan bersorak, ''Bubar, Anjing!'' Ucapan tersebut terdengar nyaring di pagi yang masih sunyi. Tak ayal lagi para polisi yang sedang apel menengok ke arah mobil itu. Komandan jaga Letnan Satu Endang Kosasih memerintahkan dua anak buahnya mengejar. Dengan dua sepeda motor, Sersan Kepala Purnomo dan Sersan Satu Yayat baru dapat memepetnya di simpang empat Jalan Lengkong dan Asia Afrika, sekitar 2 km dari tempat apel tadi. Ferdinand pegang setir. Di sebelahnya duduk Rio, 19 tahun. Di belakang, Bobby, 18 tahun, Santos, 19 tahun, dan Unyil, 12 tahun. Mereka hendak mengantar Santos ke terminal Kebun Kelapa karena ia harus pulang ke Jakarta. Dalam pemeriksaan polisi, terbukti yang melontarkan ucapan tak senonoh tadi adalah Bobby. Kejadian ini disesalkan oleh Kepala Satuan Pembinaan Massa Polwiltabes Bandung, Letnan Kolonel Bambang Budiarto. ''Padahal, kami sudah mengadakan penyuluhan ke sekolah-sekolah menengah, mengenai tugas polisi, kenakalan remaja. Masih ada saja yang melecehkan petugas,'' kata Bambang. Siswa kelas III sebuah SMA ini lalu diajukan ke depan meja hijau. Jaksa R. Herdinan mendakwanya dengan Pasal 207 KUHP, penghinaan kepada pegawai yang sedang menjabat dengan jabatan yang sah. Bobby berusaha membantah. ''Kami sedang guyon. Saya nggak tahu ada polisi sedang apel,'' katanya di depan hakim. Tapi hakim kemudian mengingatkan, meski bukan ditujukan buat orang lain, ucapan ''bubar anjing'' dilontarkan pas ada polisi sedang apel. ''Dijaga itu mulut, jangan mengucapkan kata-kata sembarangan,'' kata Hakim Hasan Basri. Jaksa kemudian menuntut terdakwa 4 bulan penjara dengan masa percobaan 6 bulan, dua pekan lampau. Tok! Hakim tunggal Hasan Basri mengukuhkan tuntutan jaksa. ''Kamu tidak masuk hukuman penjara, tapi tidak boleh berbuat kejahatan selama enam bulan. Kamu diawasi. Kalau berbuat kejahatan dalam masa tenggang itu, kamu harus menjalani hukuman yang empat bulan itu, mengerti?'' kata hakim. Bobby mengangguk. ''Kata-kata seperti itu tidak pantas diucapkan pada siapa pun, pada anak TK saja nggak pantas, apalagi pada petugas,'' pesan Hakim Hasan seraya mengingatkan lagi, ''Mulutmu harimaumu.'' ''Saya menyesal mengucapkan kata-kata itu, tapi memang ucapan saya itu tidak ditujukan pada polisi,'' kata Bobby kepada Ahmad Taufik dari TEMPO. Mengenai hukuman itu? ''Ya, terima saja. Saya mau sekolah dengan tenang,'' katanya. Meski mulut sudah disekolahkan, kabarnya kata ''anjing'' di Bandung merupakan bumbu penyedap obrolan. Cuma Bobby tak menjelaskan alasan waktu itu sampai harus menjulurkan kepala di jendela mobil untuk mengucapkan kata tersebut. Menghadiri sidang, Bobby tampak grogi. ''Anak saya sampai sembelit. Baru pertama, sih, masuk pengadilan,'' kata ibunya. Dari sidang ini juga terungkap semacam potret remaja di belantara bingung. Yaitu ketika Santos akan disumpah sebagai saksi, hakim menanyakan agamanya. Santos bilang, Budha. Hakim Hasan Basri lalu memerintahkan panitera menyumpah Santos di ruang sidang atas, yang menyediakan sesembahan buat penganut Budha. Tak lama kemudian mereka kembali lagi karena hio tidak ada. ''Lalu bagaimana?'' tanya Hakim. ''Saya sih agama Budha ikut bapak saya. Ibu saya agamanya Katolik,'' kata Santos. ''Jadi?'' sambut Pak Hakim. ''Ya, disumpah pakai agama Katolik juga boleh,'' jawabnya. Maka, Santos pun bersumpah menurut cara agama Katolik. Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini