Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Selamat Tinggal 'Halo-halo'

Operator seluler menyandarkan pendapatan dari layanan data. Meski pasar mulai jenuh, industri telekomunikasi tetap tumbuh.

12 Desember 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tidak ada toko telepon seluler yang tak memajang deretan telepon pintar. Bukan hanya BlackBerry, tapi juga yang berbasis Android dan Apple. "Yang menjadi idola pembeli tetap BlackBerry," kata John, pedagang di pertokoan Bandung Electronic Centre, Bandung. Pelanggan, kata John, memburu ponsel itu karena fitur BlackBerry Messenger, yang memungkinkan mengobrol (chatting) gratis dan menggunakan Internet 24 jam.

Ponsel pintar semacam BlackBerry semakin menggeser peran "suara" sebagai cara utama berkomunikasi jarak jauh. Adapun telepon standar, "Pasarnya mulai jenuh," kata Presiden Direktur PT XL Axiata Tbk Hasnul Suhaimi kepada Tempo dua pekan lalu. Dengan demikian, perkiraan pertumbuhan industri telekomunikasi sepanjang 2012 pun melamban. Apalagi jumlah pemilik kartu pelanggan (subscriber identity module/SIM) sudah lebih dari 200 juta-jumlah penduduk Indonesia lebih dari 241 juta.

Namun Hasnul memperkirakan industri telekomunikasi tumbuh 6-8 persen. Sebab, walau pendapatan "suara" tak seksi lagi, pendapatan dari layanan pesan pendek (SMS) dan data tetap menggoda, yaitu naik sekitar 18 persen, dan 20 persen dari pendapatan perseroan. Hingga akhir 2011, pendapatan XL diperkirakan Rp 18 triliun.

Lembaga pemeringkat utang bergengsi, Fitch Ratings, mencatat tren penurunan rata-rata pendapatan per pengguna atawa ARPU untuk layanan suara terjadi sejak 2008. Ini akibat persaingan lima operator besar dari sepuluh operator seluler di Indonesia.

Kelima operator papan atas itu: PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, bersama anak usahanya PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel). Tiga lainnya adalah PT Indosat Tbk, PT XL Axiata Tbk, dan PT Bakrie Telecom Tbk. Mereka diperkirakan menggenggam 90 persen pasar industri telekomunikasi di Indonesia, yang rata-rata memutar fulus Rp 100 triliun per tahun.

Penurunan pendapatan dari ARPU tecermin dari laporan operator. Pada kuartal ketiga tahun lalu, ARPU seluler Indosat turun 16,6 persen menjadi Rp 29 ribu per bulan ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya. Operator XL memiliki ARPU seluler sekitar Rp 32 ribu, minus 6 persen dari sebelumnya Rp 35 ribu per bulan.

Namun analis Fitch memandang industri telekomunikasi di Indonesia masih kompetitif pada 2012. "Fitch menilai penetrasi SIM di kisaran 80 persen masih menyediakan prospek moderat untuk pertumbuhan penetrasi pelanggan," kata Steve Durose, Head of Telecommunications, Media, and Technology Fitch Ratings untuk Asia-Pasifik, Jumat dua pekan lalu.

Senada dengan Fitch, Sekretaris Jenderal Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia Dian Siswarini mengakui bukan zamannya lagi mengandalkan kocek dari layanan "halo-halo". Ini mengingat reputasi buruk pendapatan layanan suara dari tahun ke tahun. Pada 2011, layanan suara malah bikin tekor 5-10 persen terhadap kas operator.

Layanan pesan pendek memang naik 20 persen, tapi akan mandek di angka yang sama tahun depan. Sementara itu, pendapatan layanan data terus melambung. Dian memperkirakan layanan data meroket hingga 100 persen, yang akan menyumbang sekitar 20 persen bagi pendapatan tiap operator.

Menurut Dian, untuk semakin mengatrol konsumsi layanan data salah satunya dengan menggenjot pertumbuhan telepon seluler berteknologi 3G. Saat ini penetrasi ponsel 3G baru 15 persen dari total ponsel yang beredar hampir 200 juta unit. "Harga ponsel 3G harus lebih murah," ujarnya.

Jurus lainnya, operator diminta tidak pelit memperbanyak menara seluler (BTS) berteknologi 3G demi perluasan jangkauan layanan. Namun pemerintah juga wajib membereskan pengaturan blok frekuensi 3G, yang centang-perenang. "Persiapan infrastruktur butuh waktu lama sehingga persoalan tambahan frekuensi mesti tuntas dulu," ujarnya.

Semangat operator membangun menara 3G tak lunglai. Telkomsel, umpamanya, menambah hingga 8.000 menara 3G pada 2012. Presiden Direktur Telkomsel Sarwoto Atmosutarno berharap penambahan infrastruktur mampu mendongkrak pendapatan perusahaan. Dua tahun lalu pendapatan Telkomsel Rp 44 triliun.

Operator XL menyiapkan investasi sekitar Rp 6 triliun tahun depan. Dua pertiganya akan dialokasikan untuk membangun 2.000 unit menara 3G. "Kami menargetkan tahun ini layanan data menyumbang 20 persen dari pendapatan perusahaan," kata Presiden Direktur XL Hasnul Suhaimi.

Bukan hanya pemain besar, operator baru pun tak mau kalah berebut kue layanan data. Dalam tiga tahun ke depan, PT Axis Telekom Indonesia menyediakan US$ 1,6 miliar atau sekitar Rp 13,5 triliun untuk membangun menara 3G. "Kami akan melengkapi target 5.000 menara," ujar Presiden Direktur dan CEO Axis Erik Aas.

Bagi pemerintah, industri telekomunikasi tak dapat disangkal menjadi salah satu tulang punggung perekonomian. Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring mengatakan industri telekomunikasi menyumbang 12 persen terhadap perekonomian nasional selama kuartal ketiga tahun lalu.

Tahun lalu sektor telekomunikasi diperkirakan menyetor Rp 11 triliun dalam pendapatan negara bukan pajak. Tahun sebelumnya sektor ini menyumbang Rp 12,2 triliun. "Investasi telekomunikasi sebesar 1 persen dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara antara 3 dan 5 persen," kata Menteri Tifatul.


'Beri Hitam' Disusul Android

Tahun lalu menjadi era kelam bagi BlackBerry. Juragan riset International Data Corporation (IDC) mencatat, pasar produk telepon pintar buatan Research In Motion (RIM) itu di dunia hingga kuartal ketiga hanya 10 persen, tergerus 5 persen ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya.

Akibatnya, pengapalan BlackBerry terpangkas dari 12,4 juta menjadi 11,8 juta unit selama periode yang sama pada 2010. Di Amerika Serikat, ponten si "Beri Hitam" tak kalah buruk. Angka penjualan pabrikan asal Kanada ini menukik dari 24 persen menjadi 9 persen pada kuartal ketiga.

Indonesia adalah anomali. Penetrasi si "Beri Hitam" bisa membuat Regional Managing Director Asia Timur Gregory Wade tidur nyenyak. IDC menaksir BlackBerry menguasai 38 persen pasar di Tanah Air pada 2011. Tahun depan penjualannya mencapai 4 juta unit, dan 9,7 juta unit pada 2015.

Untuk ceruk telepon seluler pintar, BlackBerry memang juaranya. Bersama Thailand dan Filipina, Indonesia mengangkangi pasar "Beri Hitam" di Asia. Penggila BlackBerry di seantero dunia saat ini lebih dari 67 juta orang. "Indonesia menjadi pasar dengan pertumbuhan tertinggi," kata Wade.

Bekas Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Gita Wirjawan pada September tahun lalu memperkirakan, dengan harga rata-rata US$ 300 per unit, kocek RIM semakin tebal Rp 10,2 triliun pada tahun depan. Angka ini lebih jumbo ketimbang penjualan di Malaysia, yang hanya 400 ribu unit saban tahun.

Di tengah lesunya pasar BlackBerry di dunia, operator tetap yakin menggandeng BlackBerry sebagai mitra dalam akses layanan data. "Pengguna telanjur cinta dengan BlackBerry," ujar Presiden Direktur PT XL Axiata Tbk Hasnul Suhaimi.

Namun BlackBerry bukannya tanpa ancaman. Hasnul mengakui serbuan ponsel berbasis Android, yang memiliki harga lebih murah, akan menggoyang pasar BlackBerry. IDC memprediksi pertumbuhan ponsel Android ikut menekan harga jual ponsel pintar sehingga kian terjangkau. Tahun lalu angka penjualan ponsel pintar diprediksi menjadi 17 persen atau 6,5 juta unit dari pangsa 38 juta unit. Pada 2014, pasarnya naik 30 persen atau 16,3 juta dari total 54 juta unit.

Kepala Pemasaran Nokia Indonesia Lukman Susetio mengimbuhkan, citra mahal yang melekat pada ponsel pintar akan luntur. Dengan bekal Rp 550-600 ribu, pengguna sudah bisa membawa pulang ponsel dengan akses Internet. "Yang lebih penting itu user experience, bukan smartphone-nya."


Pasar Telepon Seluler Pintar 2011 (Persen)
ProdukIndonesiaAsia
BlackBerryOS38,6409,64
SymbianOS8,38052,99
Android3,9010,70
Samsung2,257,62
iOS0,626,20
Sony Ericsson7,504,55
Sumber: StatCounter.com; Frost & Sullivan

Komposisi Telepon Seluler di Indonesia
TahunJuta3G+2,5G
2009157964
20101801364
20112141863
20122002362
20132213059
20142303656
Sumber: BCG, Gartner, dan PT XL Axiata, diolah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus