Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LIMA tahun lalu, tak banyak orang melirik kawasan Cisauk, Tangerang, Banten. Menghampar lahan tidur tak produktif, hanya ditumbuhi ilalang dan jadi tambang pasir ilegal. Tapi sekarang Cisauk berubah pesat. Sebagian wilayah ini sudah disulap menjadi kawasan permukiman. Di area itu pemerintah daerah Tangerang juga akan membangun kawasan niaga dan bisnis terpadu, layaknya segitiga emas di Jakarta.
Lokasi yang akan disulap adalah jalur tembus Bumi Serpong Damai-Gading Serpong. Jalan ini menghubungkan wilayah Kabupaten Tangerang dan Kota Madya Tangerang Selatan. Di kawasan itu juga akan tumbuh kawasan permukiman. "Ini akan menjadi kawasan hunian dan bisnis terbesar di Tangerang," kata Kepala Dinas Tata Ruang Kabupaten Tangerang Akip Samsudin kepada Tempo.
Tentu saja pengembang yang paling bersemangat menyambut rencana Pemerintah Kabupaten Tangerang itu. Bagai ditawari kue, pengembang kini agresif berebut tanah di sana. Bahkan sejumlah pengembang besar telah menguasai hampir seluruh lahan di wilayah Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang.
Data Badan Perencanaan Pembangunan Tangerang Selatan menunjukkan, dari 147,19 kilometer persegi atau 14,7 ribu hektare luas wilayah Tangerang Selatan, sekitar 80 persennya telah dikuasai pengembang besar. Sebut saja Grup Sinar Mas, Jaya Property Group, dan Grup Alam Sutera. Para pengembang itu sebelumnya telah membangun permukiman seperti Bumi Serpong Damai, Alam Sutera, Bintaro Jaya, Villa Melati Mas, dan Duta Graha. "Ada sekitar 200 pengembang yang kini menguasai lahan di Tangerang Selatan," kata Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Tangerang Selatan Eddie Aldolf Nicholas Malonda kepada Tempo, akhir pekan lalu.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) Panangian Simanungkalit mengatakan, gerak agresif pengembang properti pada 2011 akan terus berlanjut tahun depan. Pada 2012, tren bisnis properti akan semakin berkembang dan akan mencapai puncaknya (booming) pada 2014. Selain membaiknya sektor ekonomi dan tingginya permintaan, pertumbuhan juga didukung peningkatan kredit perbankan untuk perumahan, yang diperkirakan bertumbuh 18-22 persen.
Langkah Bank Indonesia menurunkan BI Rate (suku bunga acuan) menjadi 6 persen pada November lalu diprediksi bakal mendongkrak permintaan properti tahun depan. Sebanyak 13,5 juta keluarga dari 61 juta keluarga di Indonesia yang belum punya tempat tinggal tetap bakal memanfaatkan turunnya suku bunga tersebut. "Ini momen tepat buat mereka untuk membeli rumah tinggal," kata Panangian kepada Tempo.
Permintaan properti juga datang dari investor. Bahkan tak tertutup kemungkinan pelaku bisnis asing, seperti dari Cina, masuk ke pasar properti komersial di Indonesia. Sektor properti diyakini menjadi bisnis aman dan menjanjikan dibanding saham, obligasi, dan reksa dana. Panangian menyatakan, dalam sepuluh tahun terakhir pembelian properti untuk investasi tumbuh 60 persen.
Melihat jenisnya, pada tahun depan pembangunan sektor perumahan atau permukiman bakal tumbuh 12 persen dibanding pada 2011. Bisnis rumah toko, rumah kantor, dan apartemen di lokasi strategis akan tumbuh 10-15 persen. Bisnis perkantoran dan hotel tumbuh 10-12 persen. Adapun pusat belanja akan meningkat 5-7 persen.
Kepala Riset Jones Lang LaSalle, Anton Sitorus, mengatakan permintaan properti akan selalu ada meski harga cenderung naik. Bahkan krisis keuangan yang melanda Eropa dan Amerika tak akan mempengaruhi pertumbuhan properti di Tanah Air tahun depan.
Keberhasilan Indonesia melewati krisis ekonomi pada 1998 dan 2008, menurut dia, menjadi penyebab membaiknya sentimen investor di dalam negeri, termasuk di sektor properti. Sejak 2010, permintaan meningkat dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. "Tahun depan dan 2013, saya memperkirakan sangat besar kemungkinan pertumbuhan akan lebih besar lagi," kata Anton.
Para pengembang tak hanya berfokus menggarap satu sektor. PT Ciputra Property, misalnya, yang sukses membangun Bintaro Jaya, tahun depan bakal mengembangkan kawasan segitiga emas Kuningan, Jakarta Selatan. Mereka akan membangun Ciputra World I, Ciputra World II, dan Ciputra World III. Tak tanggung-tanggung, perusahaan milik Ciputra ini menyiapkan dana Rp 1,8 triliun untuk mewujudkan ambisinya: menciptakan sentra bisnis di Kuningan.
Selain Grup Ciputra, di Kuningan ada kelompok usaha Bakrie. Di bawah bendera Bakrie Swasakti Utama, Bakrie Group terus mengembangkan kawasan Rasuna Epicentrum menjadi sentra bisnis. Setelah sukses membangun dua tower apartemen The Wave, tahun depan satu lagi tower akan dibangun. Bahkan tak tertutup kemungkinan dua tower sekaligus dibangun.
PT Central Cipta Murdaya juga bakal kembali mengembangkan bisnis propertinya tahun depan. Kali ini perusahaan milik pengusaha Hartati Murdaya itu mempersiapkan pembangunan kawasan pusat bisnis di Kota Bandar Baru Kemayoran, Jakarta Pusat. "Kami perkirakan proyek itu menelan anggaran Rp 70-80 triliun," kata Presiden Direktur Central, Siti Hartati Murdaya, di sela-sela topping out World Trade Centre II.
Panangian mengatakan, pertumbuhan properti terbesar masih terjadi di Ibu kota Jakarta dan sekitarnya. Namun geliat sektor ini juga mulai tampak di beberapa kota besar lain di Indonesia: Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Solo, Makassar, Pekanbaru, Samarinda, Balikpapan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo