SEJAK perubahan arus lalulintas di sekitar Menteng - dua bulan
terakhir ini--kendaraan yang masuk ke Jalan Kramat Raya makin
memadat saja. Apalagi setelah diresmikannya pemakaian jalan
Rasuna Said -- 3 Mei yang lalu. Kendaraan yang datang dari
Kebayoran menuju Senen sudah terbagi di Jembatan Semanggi.
Setelah melalui jalan Rasuna Said masuk ke jalan Diponegoro baru
terus ke Salemba Raya dan Kramat Raya. Dengan demikian jumlah
kendaraan yang masuk Kramat Raya dibandingkan dengan bulan-bulan
sebelumnya akan lebih banyak. Sebab itu pula pati-pagi Walikota
Jakarta Pusat Eddy Djadjang Djajaatmadja sudah mulai
menganjurkan pemindahan toko onderdil yang ada di sepanjang
uiung jalan Kramat Raya. "Mengingat fungsi utama jalan tersebut
untuk kepentingan umum maka seharusnyalah di sepanjang jalan itu
hanya terdapat kegiatan usaha yang niatnya tidak menimbuLkan
kemacetan liLlulintas", kata Eddy.
Setahun yang lalu untuk mengatasi kemacetan di sekitar jalan
Kramat Raya telah dipancangkan rambu larangan parkir sehari
penuh. Meskipun tak seratus persen dipatuhi oleh para pengunjung
pertokoan tersebut, terbukti dari seringnya mobil atau motor
yang harus diderek oleh petugas DLLAJR-DKI, arus lalulintas di
sekitar jalan tersebut terasa mulai longgar. Namun bagi penduduk
yang berada di belakang pertokoan itu tak jarang timbul
kesulitan. Sebab jalan-jalan yang dibangun dalam rangka Proyek
Husni Tharmrin itu ternyata hanya jadi tempat parkir. Dan pada
hari Minggu - larangan parkir hanya berlaku pada hari kerja -
jalan Kramat Raya tak salah kalau disebut merupakan jalan
terpadat di Jakarta. Banyaknya kendaraan yang parkir di depan
toko-toko onderdil itu tak jarang menimbulkan kemacetan. Sedang
pada hari-hari kerja, trotoar yang ada di sepanjang toko-toko di
sana nyaris tak dapat dilalui pejalan kaki. Karena diisi oleh
pedagang kaki lima dan kadang kala juga jadi tempat parkir
motor.
Ambruk
Bagi pedagang onderdil yang sudah membuka usahanya selama
puluhan tahun di tempat itu, tawaran walikota agar pindah ke
Blok IV lantai 3 Proyek Senen itu, ternyata dirasakan kurang
menarik. "Kami khawatir kalau bangunan itu ambruk'', kata
seorang pedagang. Karena menurutnya ditempatkannya toko onderdil
di lantai 3 Blok IV itu tak tepat, terutama bila mengingat bahwa
barang dagangan mereka terbuat dari besi-besi belaka. Meskipun
alasan itu terasa dibuat-buat, masalah sewa kontrak yang
ditawarkan Badan Pengelola Pusat Pertokoan Senen tak kurang juga
menjadi alasan keberatan mereka untuk pindah ke tempat baru
tersebut. Sebagai contoh dikemukakannya, untuk sewa kontrak
selama 5 tahun dari sebuah kios yang berukuran 2 x 2 meter
dengan muka satu harus dibayar Rp.2.858.625 belum termasuk PPN
5O, MPO 2% dan bea materai 0,1%. Sedang yang termahal dengan
ukuran yang sama tapi muka tiga sebesar Rp 4.781.700. Dan ini
harus dibayar paling lambat akhir Juni yang akan datang,
walaupun pertokoan tersebut baru bisa dipakai pada pertengahan
Juli.
Namun, seperti yang dikatakan Syariful Alam, Kepala Humas DKI,
"bila itu sampai mengganggu kepentingan umum Pemerintah DKI bisa
saja menggunakan kewenangan yang ada padanya". Misalnya
denganmemasang rambu larangan Stop di sepanjang pertokoan jalan
Kramat itu.tambahnya. Tapi dari pihak pedagang, kepercayaan
bahwa tempat juga membawa rezeki, seperti yang dituturkan
seorang pedagang di situ bukan tak mungkin membuat mereka berani
bertahan. "Dulu ketika mulai adanya larangan parkir omset
penjualan kami merosot sampai 50%, sekarang setelah pembeli
mulai terbiasa dengan tidak memarkir kendaraannya di depan toko
omset penjualan kami kembali seperti semula", kata pedagang itu
juga. Yang pasti menurutnya, "kalau pun disuruh pindah kami tak
akan mau ke Proyek Senen". Bahkan banyak di antara merelka yang
sekarang sudah memesan tempat di Pusat Pertokoan Jaya Molek,
Krekot. "Di sana kami dapat tempat di lantai satu"-, tuturnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini