Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Puskesmas, babi dan ayam

Wawancara tempo dengan kolonel ben mboi tentang puskesmas dalam pelayanan kesehatan masyarakat. masyarakat tak memanfaatkan puskesmas bukan berarti tujuan puskesmas gagal.(waw)

15 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PUSKESMAS masih tetap jadi masalah yang menarik. Apalagi setelah adanya pengakuan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Masyarakat, Depkes, dr Soebekti MPH bahwa puskesmas memang belum bisa diandalkan dalam pelayanan kesehatan masyarakat. Meskipun Majalah ini tanggal 1 Mei telah menulis tentang hal itu dengan sumber terbatas, kali ini seorang yang berpengalaman cukup dalam pelaksanaan sarana kesehatan tersebut mencoba memberikan pandangannya. Dia adalah Kolonel dr Ben Mboi, Kepala Lembaga Kedokteran Preventif AD, yang bertahun-tahun sebagai Inspektur Kesehatan di Nusa Tenggara Timur dulu. Di bawah ini rekaman dari tanya-jawab dengan Martin Aleida tersebut: Tanya: Ada keluhan tentang kurang dimanfaatkannya puskesmas di beberapa daetah, bagaimana pandangan anda mengenai ini? Jawab: Saya tidak mau mengkritik puskesmas yang tidak dikunjungi orang. Yang harus dipersoalkan adalah bagaimana status kesehatan penduduk setempat. Saya tidak mau mengatakan kurangnya kunjungan sebagai jelek. Sebab kemungkinan keadaan kesehatan di situ baik Under utilization (kurangnya dipergunakan) tidak perlu dipersoalkan dulu. Sebab tujuan kita bukanlah untuk menarik orang mengunjungi puskesmas. Tujuan kita menciptakan masyarakat yang sehat. Dan jangan lupa fungsinya mencakup kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan), promotif (peningkatan tingkat kesehatan) dan rehabilitatif (pemulihan). Satu masyarakat yang responsif terhadap pelayanan promotif dan preventif akan mengakibatkan kurangnya pennintaan terhadap pelayanan kuratif. Sekarang ini pemerintah mencari indikator pada fungsi kuratif saja. Saya kira pandangan yang demikian adalah pandangan yang timpang, sebab fungsinya tidak hanya kuratif. Tetapi mungkin juga secara implisit Dirjen Pelayanan Kesehatan mengatakan bahwa memang keenpat fungsinya itu tak jalan. T: Jadi mengapa masyarakat tidak mau memanfaatkan sarana kesehatan tersebut yang dengan susah payah dibangun pemerintah. J: Mereka tidak menggunakannya karena mungkin mereka masih menggunakan obat tradisinil. Dari sudut epidemologi mereka mungkin dapat mengatasi berbagai penyakit. Penggunaan sesuatu prasarana kesehatan bisa menunjukkan kesadaran-medis, kesadaran-kesehatan dari masyarakat. Tapi saya kira kita jangan mengabaikan aspek-aspek baik dari obat-tradisionil. Aspek-aspek baik dari self-care. Dan jangan lupa, orang sering membikin puskesmas terlalu banyak daripada yang dibutuhkan. Pengalaman saya menunjukkan bahwa orang membuat puskesmas bukan karena alasan adanya masalah kesehatan. Tapi orang membikinnya karena rumah camat dekat situ atau ada keluarganya yang tinggal di daerah tersebut. Untuk puskesmas macam ini ya, dibiarkan kosong saja. Dipindahkan tak mungkin. Memaksa orang datang juga tak mungkin. Ini kesalahan perencanaan. T: Apakah anda menganggap sekarang ini perlu dicarikan pola pengerahan masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan kesehatan sendiri misalnya dengan asuransi kalau masalahnya mungkin faktor ekonomis yang membuat mereka tak mau ke puskesmas? J: Saya kir asuransi sosial di mana juga tercakup aspek asuransi kesehatan sudah waktunya bagi Indonesia. Tetapi harus dengan seleksi berhubung perkembangan ekonomi di berbagai daerah yang tidak sama. Karena perbedaan perkembangan inilah maka perlu adanya daerah yang mendapat dana-sosial yang datang dari pemerintah seperti Inpres obat sekarang. Sedangkan di daerah yang mampu sepantasnya ditumbuhkan asuransi sosial. Jadi daerah yang mampu tak perlu lagi dapat dana-sosial dari pemerintah. Dan asuransi sosial ini nanti akan dapat mengatasi kurangnya kunjungan ke puskesmas, karena masyarakat toh sudah membayar lebih dulu. T: Sebagai seorang yang berpengalaman mengurusi puskesmas apakah anda dapat melihat kekurangan yang prinsipil dalam pelaksanaannya? J: Masalah puskesmas adalah masalah organisasi. Seringkali keterlambatan pekerjaan di puskesmas diakibatkan oleh persaingan di antara personil. Jadi perlu adanya integrasi. Integrasi hanya bisa dilakukan jika unsur-unsur yang akan berintegrasi sadar akan keadaan desintegrasi. Karena kesadaran integrasi itu tidak bisa tumbuh secara otomatis. Karena misalnya si bidan mengatakan profesinya yang terbaik, dokter mengatakan begitu dan asisten sanitarian mengatakan bahwa dirinya dibutuhkan. Jadi puskesmas tak mungkin berjalan baik jika hubungan antar personil tidak diperbaiki. Selama pola pendidikan medis dan para medis tidak ditujukan kepada integrated health care (pelayanan kesehatan menyeluruh) tidak mungkin ada pelayanan kesehatan yang baik. Jadi resepnya ialah merombak pola pendidikan kedokteran, merombak pola pendikan para medis. Jadi kurikulum kedokteran atau bidan atau apapun namanya harus menjurus kepada integrasi. Sebab sampai sekarang ini bidan itu satu sistim, perawat satu sistim, dokter satu sistim sendiri, begitulah paling kurang anggapan orang. Jadi tiap bagian itu seharusnya merupakan bagian dari satu sistim. Kalau sudah tercapai integrasi antar personil dalam tubuh puskesmas maka baru pula dimulai integrasi dengan unsur-unsur pemerintahan seperti camat, lurah dan kepala desa, sebab bagaimana pun mereka ini punya peranan. T: Selain empat fungsi yang dikatakan tadi, apalagi peranan yang bisa dimainkan puskesmas? J: Satu fihak puskesmas memang sarana mengatasi masalah kesehatan. Tapi di fihak lain dia merupakan agent of modernization (pembawa pembaharuan). Jadi ada masanya orang tidak mau pakai. Orang misalnya masih berorientasi pada obat tradisionil, apalagi approach obat jenis ini lebih human dari pengobatan modern. Dukun misalnya bisa tidur dekat pasien. Datang ke pasien, tidur di tempat pasien dan makan di situ apa adanya. Sedangkan mantri kita belum tentu mau. Dukun mau menerima apa saja. Babi, ayam atau pisang boleh. Kita menuntut rupiah, sedangkan masyarakat belum tentu punya rupiah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus