Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Kisah sang bango

Sendi-sendi daur kehidupan mulai tidak seimbang. burung bangau sulit mencari ikan karena habis ditangkap manusia yang semakin berkembang jumlahnya. hutan-hutan habis ditebang. akibatnya kondisi iklimpun berubah.

15 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sang bango e e sang bango, kenape ente delog-delog aje? BUKAN, dia sesungguhnya tidak delog-delog saja. Perhatikan matanya yang melotot dan paruh besarnya yang menganga siap menyergap mangsa. Kakinya pun diangkat sebelah siap menerkam ikan yang lengah. Namun, kesiagaannya itu kini memang agak sia-sia. Ikan-ikan sudah lama ditunggu, tidak juga nongol. Bukan karena takut hujan. Tetapi karena jumlahnya memang sudah tidak banyak lagi. Sejak cucu nabi Adam bertambah terus jumlahnya, akalnya dan maunya, ikan-ikanpun ikut jadi korban. Sebagian nyaris habis dari biang sampai cicit-cicitnya. Mereka kini banyak digrebeg dengan alat penangkapan yang tak kenal ampun, sehingga tidak sempat berbiak dan terpaksa harus menghadapi kepunahan. Sebagian lagi yang tinggal di sebelah sananya habis merana, karena lingkungan hidup (habitat)nya tergilas lalu lintas tanker, perkakas angkut maha raksasa atau karena tercemar oleh tumpahan minyak dan sampah industri. Bang Jali kini sudah tambah pintar pula. Ia tidak mau menerima begitu saja logika dendang nenek moyangny tentang riwayat turunnya hujan. Memang benar, hujan pun belakangan turun rada kacau. Tetapi tidak ada sangkut pautnya dengan panggilan sang kodok. Sejak hutan-hutan tanpa ampun dibabat, dan digundulkan, sinar matahari pun leluasa menerobos dan menyentuh permukaan bumi, tak terhalang oleh kelebatan hutan belantara lagi. Temperatur sekitar yang luas pun naik beberapa derajat. Kondisi iklim. arah angin, kelembaban dan penguapan oleh karenanya menjadi goyah berobah dari kelaziman. Karenanya perikehidupan, baik hewani maupun nabati terpengaruhi. Tak siap menanggung akibat perbuatannya, manusia berteriak karena perobahan yang antara lain bersumber dari aibnya sendiri itu. Kini keadaan itu beranjut. Sendi-sendi daur kehidupan (life cycle) mu]ai terkoyak. Sang harimau, badak, banteng dan lain-lain kini perlu perlindungan khusus untuk tidak punah. Sejumlah teman sang bango, seperti sang kuntul. sang elang sudah jarang ditemui di Jawa. Mereka setelah makan ikan dan tikus dengan dibumbu masak endrin beberapa waktu yang lalu banyak dipanggil ke Rachmatullah lebih cepat dari semestinya. Ikan pun nyaris kurang jenisnya. Ikan paus siraja mahaperkasa di lautan itupun menghadapi kepunahannya. Beberapa saat yang lalu, kepunahannya dirayakan dengan yel-yel, poster dan air mata oleh sekelompok profesor di Amerika. Si bawal, ekor kuning sudah kegerahan tinggal di teluk Jakarta. Bagaimana halnya dengan manusia, sebagai salah satu mata rantai daur kehidupan? Dapatkah ia mengendalikan berkembang biaknya, serta akal dan maunya? Atau sudah sia untuk punah juga, sebagai kelanjutan rangkaian kepunahan demi kepunahan makhluk hidup lainnya? Di Lembang beberapa waktu yang lalu, sekelompok kecil perisau berkumpul. Mereka itu terdiri dari sarjana-sarjana hukum, perumus kebijaksanaan, ekolog, biolog, pengamat lingkungan hidup dan banyak lagi. Berdiri bulu roma mereka membicarakan segi-segi hukum dari pengelolaan lingkungan hidup. Mereka itu kira-kira kepingin mengatur akal dan maunya umat manusia di Indonesia ini agar tidak bunuh diri. Tapi apa masih bisa diatur? Jakarta, April 1976.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus