Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Seratus tahun setelah darwin

Teori "evolusi" charles darwin menjadi bahan pembicaraan kembali. sejumlah tokoh penting menuntut pemerintah yang telah merasa perlu mengajarkan "ilmu penciptaan" di sekolah-sekolah.(sel)

19 Juni 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH 100 tahun Bapak Teori Evolusi Charles Darwin, meninggal. Dan kini ada yang menarik di Little Rock, Alkansas, Amerika Serikat. Sejak Desember tahun kemarin, ada gelombang baru yang mengutak-atik kembali kerawanan di sekitar teori evolusi. Tapi kini perkaranya agak lain dari kasus yang sebelumnya juga pernah menarik perhatian di Dayton, Tenessee, 1925. Ketika itu seorang guru muda bernama John Scopes diajukan ke depan pengadilan. Ia dituntut karena nekat mengajarkan teori evolusi kepada murid-muridnya. Kini situasinya agak lain. "Terdapat perbedaan penting antara 'kasus monyet' 1925 itu dengan apa yang terjadi di Little Rock akhir-akhir ini," kata James Gorman dalam tulisannya di majalah Discover, Februari lalu. Secara singkat mungkin bisa dikatakan, persoalannya tak lagi sekedar "pertempuran antara agama dan ilmu pengetahuan." Pada jaman dahulu, pemerintahlah yang menuntut guru yang membicarakan teori evolusi di kelasnya. Sekarang, sejumlah tokoh penting justru menuntut pemerintah yang telah merasa perlu mengajarkan "ilmu penciptaan' di sekolah-sekolah -- bersamaan dengan pelajaran tentang evolusi. Berbagai tokoh gerejani seakan-akan bangkit membentuk front menghadapi pemerintah. Mereka datang dari Gereja Katolik Roma, Gereja Episkopal, uskup-uskup Metodis, gereja Baptis Selatan, Presbyterian, dan organisasi nasional berbagai sinagog Judaisme Reformasi. Secara teknis, tampaknya bukan teori evolusi yang menjadi pusat perbantahan. Melainkan "ilmu pengetahuan yang menerangkan penciptaan" itu sendiri. Tapi dalam kaitan ini, "teori evolusi tetap menjadi bulan-bulanan dan sasaran yang empuk," kata Gorman. Para "kreasionis" -- pembela 'ilmu penciptaan' -- itu sendiri terdiri dari para Kristen fundamentalis. Dengan pelbagai upaya mereka tampaknya ingin melihat semacam versi lain Kitab Kejadian (Genesis) diajarkan di sekolah-sekolah umum sebagai ilmu pengetahuan. "Dalam kenyataannya, 'ilmu' penciptaan menyerang seluruh sudut ilmu pengetahuan," kata James Gorman. "Ya biologi, kimia, geologi, dan kosmologi." Usaha untuk memasukkannya ke dalam kurikulum dianggap "tidak menghormati pemisahan antara gereja dan negara," yang dijamin dalam Amandemen Pertama Konstitusi Amerika Serikat. Isu paling penting agaknya muncul Maret tahun lalu, tatkala lembaga legislatif Arkansas mengeluarkan sebuah peraturan yang segera ditandatangani Gubernur Frank White. la sendiri belakangan mengaku telah membubuhkan tanda tangan sebelum membaca peraturan tersebut secara menyeluruh. Jika evolusi diajarkan di suatu sekolah, demikian peraturan tersebut, "sebagai imbangannya" harus pula diperkenalkan "ilmu penciptaan". Dengan kata lain: kalau murid diajari teori Darwin, mereka harus pula diberi ajaran keagamaan tentang penciptaan dunia -- yang berlawanan. Bab keempat peraturan itu sendiri kemudian menjadi pusat perhatian yang mendorong American Civil Liberties Union (ACLU) mengajukan perkara ke pengadilan. SECARA tergesa-gesa, Bab IV tersebut mengaitkan "ilmu penciptaan" dengan "penciptaan mendadak alam semesta, energi, dan kehidupan dari ketiadaan . . . " la membatasi perubahan-perubahan pada beberapa jenis tumbuhan dan satwa, memisahkan garis asal-usul kera dan manusia, menerangkan geologi dengan gejala bencana, termasuk peristiwa banjir semesta alam (pada masa Nuh), dan awal dunia baru yang belum terlalu tua menurut Perjanjian Lama. Terhadap pandangan evolusioner, ia mengkritik bagian yang berkenaan dengan "keterbatasan mutasi dan seleksi alam untuk mendorong pengembangan semua makhluk hidup dari organisme tunggal belaka." Di lain pihak, kalangan evolusionis sendiri sudah lama memandang bagian ini sebagai suatu kelemahan. Dalam sidang yang berlangsung Desember tahun kemarin itu, salah seorang saksi yang diajukan pemerintah adalah Norman Geisler, tokoh yang terkenal tulus, dari Seminari Teologi Dallas. Mengenai peraturan Arkansas itu ia berujar, "terus terang saya menyimpulkan perencana hukum ini banyak mencontoh Kitab Kejadian". Tapi pengakuan ini tidak terlalu memperbaiki keadaan. Pemerintah sendiri terumbang-ambing antara usaha untuk mencoba mempertahankan "ilmu penciptaan" sebagai benar-benar ilmu -- dan bukannya sekedar topeng agama -- dengan kecenderungan memperdebatkan gagasan-gagasan evolusioner. Strategi terhadap kedua pilihan itu tampaknya masih jauh dari hasil yang diharapkan. Penuntut Umum Clark memang tak mengundang satu pun 'ilmuwan kreasionis' terkemuka. Mungkin ia terpengaruh oleh pernyataan pengacara ACLU Jack Novik yang memperkirakan bahwa "tulisan-tulisan mereka bisa membingungkan bila dihubungkan benar-benar dengan agama". Clark sendiri pernah dituduh ikut mempertahankan peraturan yang diperdebatkan itu, meski secara tidak berterus terang. Ia pernah mengatakan "secara pribadi sangsi" terhadap peraturan tersebut. Sementara itu, seorang pemimpin organisasi moral, Jerry Falwell, menyerang Clark sebagai ikut membiayai makan malam pada sebuah acara lelang yang diselenggarakan ACLU, hanya dua minggu sebelum sidang. la juga menolak permohonan yang diajukan dua pengacara terkemuka Yayasan Pembelaan Resmi llmu Penciptaan, yang ingin turut menangani perkara tersebut. Kata Clark, tadinya ia memang bermaksud mengizinkan mereka. Tapi kedua pengacara itu memperlihatkan kecenderungan ingin mengangkangi seluruh persoalan. SEBAGAI gantinya, Clarl memanggil hanya enam pengacara. ACLU mengajukan 20 pengacara, termasuk beberapa "sukarelawan" dari Skadden, Arps, Slate, Meagher, dan Flom -- kantor-kantor pengacara New York terkemuka. Sidang dibuka 7 Desember. Ruangan penuh sesak. Sebagai pemimpin sidang ditunjuk Hakim William Overton, bekas pengacara asuransi yang terkenal giat bekerja, cepat mengambil keputusan, dan menaruh hormat pada Amandemen Pertama Konstitusi Amerika Serikat. Wakil-wakil ACLU rupanya sudah siap dengan serangan yang ingin membuktikan peraturan mengenai ilmu penciptaan itu bertentangan dengan konstitusi. Menurut mereka peraturan itu bukan saja kabur, melainkan juga "melanggar dan meruntuhkan tembok yang selama ini memisahkan gereja dan negara." Pada kesempatan lain mereka menamakan peraturan itu sebagai tindakan memperkosa kemerdekaan akademis. Dukungan segera berdatangan, terutama dari kalangan ilmuwan dan akademisi. Ahli-ahli agama turut menyumbangkan pikiran yang sangat berguna. Pastor F. Bruce Vawter, seorang ahli Perjanjian Lama di Universitas De Paul membuktikan betapa Bab IV peraturan yang diperdebatkan itu menggunakan Alkitab "sebagai referensi, dcngan cara yang sangat buruk." Langdon Gilkey, teologian Protestan terkemu ka dari Universitas Chicago menyebut peraturan itu sendiri "pernyataan keagamaan yang tak perlu dipertanyakan ". Dalam percobaan menerangkan semangat para kreasionis yang menggebu-gebu, ahli sejarah agama George Marsden -- dari Perguruan Calvin di Grand Rapids, Michigan -- berpaling kepada para Kristen fundamentalis abad ke-19. "Para pembela harfiah Alkitab," katanya, "adalah pembelapembela pertama yang berhadapan dengan pemikiran modern". Kalau begitu, mengapa "pemikiran modern" menjadi demikian ditakuti? Sosiolog Dorothy Nelkin, dari Universitas Cornell berusaha mencari jawaban. Ia mewawancarai sejumlah kreasionis. Kemudian ia mendapat kesan, mereka sangat cemas berhadapan dengan ketidakpastian dan immoralitas. Sebagai akibatnya, mereka kerap kali cenderung mencari kambing hitam. "Kaum kreasionis menghubungkan evolusi dengan segala-galanya," kata Dorothy. "Mulai dari komunisme sampai kehancuran keluarga". Para ilmuwan yang diminta ACLU menjadi saksi bahkan lebih drastis lagi. Mereka terang-terangan ogah menggunakan istilah "ilmu penciptaan. " Mereka hanya mau memakai istilah itu - dalam keadaan terpaksa-karena demikianlah tercantum di dalam peraturan yang diperdebatkan. Ilmuwan lain yang turut ambil bagian dalam sidang yang banyak menarik perhatian itu ialah G. Brent Dalrymple, dari Survei Geologi Amerika. Dia menyerang kepercayaan banyak kreasionis, yang menyatakan umur bumi baru 10 ribu tahun. "Perkiraaan ini bukan sekedar meleset," kata Brent. Melainkan "sangat jauh berbeda dengan taksiran umum kalangan ilmuwan. Menurut perhitungan yang lazim diterima sekarang ini, umur bumi sudah mencapai 4,5 milyar tahun ! SEMENTARA para kreasionis mereka-reka dengan metode yang sulit diandalkan, kalangan geolog mendasarkan perhitungannya pada pendataan radiometrik, antara lain dengan mengukur kerusakan radioaktif pada bebatuan. "Radioaktivitas adalah satu-satunya proses yang kami ketahui, yang secara konstan melaksanakan tugasnya sekitar milyaran tahun," kata Dalrymple. Teori "bumi yang muda dari para kreasionis," katanya melanjutkan, "dapat digolongkan ke dalam teori yang menyatakan dunia ini datar belaka, bak sebuah pinggan". Salah seorang yang paling bersemangat menyerang kaum kreasionis adalah Stephen Jay Gould, guru besar Harvard. Dalam mendukung pendapatnya Gould lebih suka mengemukakan bukti-bukti fosil. Secara berhati-hati ia memblejeti alasan yang selalu dikemukakan para kreasionis, bahwa fosil dan bebatuan yang ditemukan di mana-mana adalah endapan yang terjadi ribuan tahun lalu, tatkala 'banjir semesta' yang melanda dunia mulai surut. Menurut keyakinan para kreasioni dalam banjir besar itu hanya makhluk yang paling cerdas dan sejumlah mamalia berhasil menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi. Karena itu fosil mereka ditemukan pada lapisan bumi paling atas. Gould tak menerima "tebak-tebakan" ini. Kalau memang demikian, katanya, "mengapa jenis kerang teirtentu yang biasanya hidup di perairan dangkal ditemukan baik di lapisan bumi yang bawah maupun yang atas?" Mungkinkah ada jenis kerang yang lebih cerdas, sehingga mampu menyelamatkan diri ke dataran yang lebih tinggi? "Kerang bahkan tak mempunyai kepala," kata Gould. Harold Morowitz, guru besar biotisika dan biokimia dari Universitas Yale meminta perhatian para kreasionis terhadap hukum kedua termodinamika. Di situ dinyatakan, "sistem tertutup" materi cenderung pada degenerasi, hingga mencapai tingkat maksimal kebalauan molekular. Untuk para kreasionis hal ini membuktikan bahwa kehidupan yang merupakan pencapaian tingkat tertinggi tak mungkin berkembang dari materi inorganik. Tapi Morowitz juga mengingatkan, materi inorganik sendiri sangat sukar terisolasi. Matahari telah memancarkan cahaya dan panasnya ke atas hamparan bumi yang muda, dan menciptakan keterbukaan, melimpahkan energi bagi bahan bakar kehidupan. Universitas California dalam sidang ini "diwakili" genetikawan Francisco Ayala, salah seorang ahli evolusi molekular terpenting di dunia sekarang ini. Menjawab pertanyaan direktur ACLU Bruce Ennis tentang usaha pemerintah mengatur pengajaran ilmu, Ayala menceritakan periode gelap yang pernah melanda dunia genetika Soviet. PADA masa itu, gagasan-gagasan agronomis Trofim Denisovich Lysenko dijadikan doktrin resmi. Lysenko menyetujui sebuah pendapat lama yang menyatakan ciri-ciri yang dimiliki sebuah organisme sepanjang hidupnya, misalnya otot-otot yang lebih kuat, dapat diteruskan mengikuti garis keturunan. Ketika Stalin mengumumkan "Lysenkoisme" sebagai ortodoksi yang harus ditaati, kata Ayala, "Soviet menempatkan dirinya beberapa tahun di belakang." Sampai sekarang pun, ujarnya melanjutkan, ilmuwan Soviet yang sekarang berada di laboratoriumnya di California masih belum bisa melepaskan diri sepenuhnya dari pengaruh periode tersebut. Ayala secara jeli menggaris bawahi pendapatnya dalam cross-examination, tatkala deputi penuntut umum mengajukan pertanyaan apakah pada masa itu teori Lysenko diajarkan. "Ya, selangkah demi selangkah," jawab Ayala, hampir-hampir tak bisa menyembunyikan perasaan kegembiraannya. Pada tingkat pertama, Lysenkoisme diajarkan sebagai alternatif untuk standar genetika evolusioner. Tapi ketika ia mulai mencapai "kekuatan politik", ortodoksi Lysenkois memperlihatkan ambisi mengangkangi segala-galanya. Kekhawatiran para ilmuwan tercermin pada kesangsian guru-guru yang dihadapkan ke depan sidang untuk memberikan kesaksian. Ron Coward, pengajar biologi dan psikologi pada Sekolah Menengah Jacksonville di Jacksonville, Arkansas, menyatakan kebutuhan akan penyajian berimbang ilmu penciptaan dan teori evolusi bagi dia berarti "waktu yang sama, dan kegairahan serta perhatian yang sama. Ketika ditanya bagaimana ia menjelaskan teori 'banjir besar' itu kepada para murid, ia menjawab, "secara ilmiah saya tak dapat menjelaskannya." Bila ia bebas memilih untuk mencari jalan keluar dari peraturan yang diperdebatkan itu, kata Coward, ia bukannya akan mengimbangi pelajaran evolusi dengan ilmw penciptaan. Melainkan "menghapuskan pelajaran evolusi itu sendiri. " Tapi "saya tentu tak mungkin mendapat kebebasan itu," katanya. Sebelum Ron Coard tampil ke depan sidang, pihak ACLU sebetulnya sudah mempersiapkan stratei untuk menyerang para saksi pemerintah. Anthony Siano misalnya berbicara tentang short crosses, bentuk pengujian yang lebih gencar ketimbang cross-examination. Dengan cara ini para saksi sangat mungkin terjebak karena tak sempat mengumpulkan argumentasi. Strategi itu berhasil dilaksanakan. Dan pelaksananya yang pertama, tentu saja, tak lain Siano sendiri. Saksi pertama yang tampil dari pihak pemerintah adalah teologian Norman Geisler. Ia membantah bahwa konsep kreator merupakan konsep keagamaan satu-satunya. Ia memang mengakui konsep itu sebagai buah kesepakatan berbagai agama, tapi bukan satu-satunya ciri. Aristoteles sudah berbicara mengenai semacam unsur asali, "penggerak yang tak bergerak," tapi "Aristoteles tak menyembah penemuannya itu." Hampir dalam garis yang bersamaan, "Setan juga mempercayai adanya Tuhan, tapi tak pernah bersedia taat." Siano segera menyambar 'kasus Setan' ini, dan mendesak Geisler mengemukakan pengalaman pribadi seseorang dalam hubungannya dengan kepercayaan terhadap Setan. Gekler akhirnya mengaku, dalam kesaksian sebelum sidang ia berbicara mengenai "Orang yang dikuasai roh jahat, dan studi terhadap gejala UFO." Didesak lebih jauh, Geisler akhirnya berkata, "saya percaya akan eksitensi UFO." la selanjutnya menerangkan di dunia ini memang terdapat manifestasi kesetanan untuk tujuan pengelabuan." Siano tampak puas. "Tak ada pertanyaan lagi," katanya. Cross-examination berikutnya, meski tak terlalu dramatik, muncul dalam pola yang hampir sama dengan pemeriksaan sebelumnya. Selama testimoni langsung, para saksi muncul dalam kasus yang menyangkut penciptaan dalam pandangan ilmiah. Para penuntut ACLU kemudian menyudutkan mereka, baik bukti-buktinya maupun saksi itu sendiri. Sebagian besar yang diajukan pemerintah mengutarakan kepercayaannya kepada Alkitab secara harfiah. Banyak di antara mereka, seperti misalnya biolog Wayne Frair dari King's College di Briarcliff Manor, New York, menandatangani pernyataan kepercayaan untuk bergabung dengan Lembaga Riset Kreasi. Dalam salah satu bagian kredo mereka tertulis: "Alkitab adalah sabda Tuhan yang tertulis. Dan karena kita yakin ia mengilhami segala-galanya, maka pernyataannya pun derlgan sendirinya benar, tidak menurut sejarah maupun ilmu pengetahuan." Garis pokok argumentasi para saksi yang diangkat pemerintah itu ialah kritik teori evolusi. Di sana-sini mereka membumbui kesaksiannya dengan kutipan-kutipan dari beberapa evolusionis. Di pihak pemerintah memang terdapat sikap yang agak lucu. Menurut mereka, setiap bukti yang membantah evolusi sekaligus merupakan bukti kebenaran untuk kaum kreasionis. Sikap ini sering diperolok-olokkan para ilmuwan dari pihak penantang. Seperti dikemukakan genetikawan Ayala kepada deputi penuntut umum David Williams, "Tidak menjadi Tuan Williams bukan sekaligus berarti menjadi Tuan Ayala." Sebagian hadirin tak dapat menahan senyumnya mendengar perumpamaan yang kocak ini. KAUM kreasionis memang melakukan juga riset kecil-kecilan. Umpamanya seperti yang di jelaskan Wayne Frair. Ia menerangkan, berdasarkan perkiraan evolusionis! sel darah merah tampak lebih kecil pada binatang bertulang belakang dari jenis yang lebih maju. Namun ia menemukan, beberapa ampibi -- yang menurut skala evolusioner lebih tinggi ketimbang ikan -- memiliki sel darah lebih besar. Salah seorang saksi pemerintah yang lain ialah Robert Gentry, ilmuwan tamu dari Laboratorium Nasional Oak Ridge, Tenessee. Ia mengungkapkan sebuah penyimpangan ilmiah misalnya jejak-jejak perusakan radioaktif yang prosesnya belum bisa diketahui. Dalam beberapa batu-batuan purba, ia berhasil menemukan elemen radioaktif yang bernama polonium semacam produk pembusuk uranium. "Padahal di sana tidak ada tanda-tanda uranium," kata Gentry. Karena umurnya sangat terbatas, polonium sendiri akan segera sirna tanpa bekas, tatkala batu-batuan purba di sekitarnya menjadi dingin. Hal yang dapat menerangkan penyimpangan ini, menurut Gentry, adalah teori penciptaan. "Tuhan telah meninggalkan bekas tanganNya di sini," katanya. Tapi pihak ACLU tak serta merta menerima penjelasan itu. Geolog Darlymple mengemukakan, bahwa masih banyak bukti lain yang lebih kuat untuk melumpuhkan keterangan Gentry "lebih dari sekedar misteri kecil." BINTANG di antara ilmuwan yang diajukan pemerintah sebagai sakti adalah Chandra Wickramasinghe. Dia ini astronom terkemuka, dan teman bekeria sama Sir Fred Hoyle. Wickramasinghe didatangkan dari Universitas College Cardiff, Wales. Bagian dari argumentasinya didasarkan pada teori bahwa kehidupan tidak berasal dari bumi ini, melainkan dari angkasa luar. Mungkin kehadirannya di sini melalui perjalanan komet. Pendapat ini sampai sekarang bersifat minoritas. Salah seorang yang cenderung menyetujuinya termasuk pemenang hadiah Nobel Francis Crick. Bersama Sir Fred Hoyle, Wickramasingje memandang kehidupan sebagai sebuah gejala kosmik. Mereka yakin akan adanya unsur kreator -- pencipta. Kreator dalam pandangan Wickramasinghe hanya menciptakan kehidupan, bukan keseluruhan alam semesta. Ia hadir dalam konteks fisika dan kimiawi bersama alam semesta itu. Wickramasinghe sendiri mengaku, gagasan ini seperti berada di luar arus besar pemikiran ilmiah. Ia dan Hoyle menolak untuk menuliskannya dalam bentuk jurnal, khawatir terhadap prasangka kalangan evolusionis yang sudah tersebar luas. Tapi tidak mempedulikan unsur kreator itu, kata Wickramasinghe "berarti menutup mata terhadap fakta, suatu sikap yang mungkin sulit dimaafkan." Ia sendiri sambil lalu melemparkan kritik ke alamat kaum evolusionis. Terutama pada sikap mereka yang terlalu merasa pasti. Ia menyatakan bahwa "kepercayaan terhadap lahirnya kehidupan dari ketiadaan bukanlah merupakan suatu fakta, melainkan dogma." Wickramasinghe tampaknya datang ke Litle Rock bukan terutama untuk membela kaum kreasionis, melainkan menjelaskan gagasan dan pikirannya sendiri secara lengkap dan terperinci. la tidak mati-matian membela kaum kreasionis, atau berapi-api mencela Darwin. Bahkan ia mengatakan semua pendapat para kreasionis keliru, kecuali dalam satu hal. Ia menyebut pengecualian itu pada pandangan kaum kreasionis yang menyatakan mutasi dan seleksi alam tak cukup untuk mendukung gejala evolusi. Kaum evolusionis sendiri mengakui kebenaran itu. Mereka sendiri mengakui proses lain, umpamanya rekomendasi material genetika. Pada akhir sidang, Hakim Overton mengingatkan hadirin bahwa dia tak akan memberi keputusan yang membenarkan atau menyalahkan salah satu pihak. Ia hanya bertugas memelihara jalannya perdebatan, atau meneruskan persidangan itu ke Mahkamah Agung. "Tapi keadaan tampaknya tidak menguntungkan para kreasionis," kata James Gorman dalam tulisannya. Yayasan Pembelaan Resmi llmu Penciptaan, lembaga yang sangat mendukung peraturan yang diperdebatkan itu mengakui kenyataan ini. Mereka belum melihat hari depan yang menjanjikan kemenangan gilang-gemilang bagi mereka. PENUNTUT Umum Clark sendiri menjanjikan naik banding bila ia sekali ini mengalami kekalahan. Tapi pihak ACLU bukannya surut. Mungkin keyakinan mereka tercermin dalam pernyataan salah seorang tokohnya, Bruce Ennis, "saya tak melihat isu lain yang lebih berbahaya untuk jangka waktu panjang bagi negeri kita, kecuali perkara ini." Namun apa pun yang terjadi, kaum kreasionis belum patah semangat. Di California, pada 1980 mereka berhasil membuat pengadilan menentukan pengajaran evolusi sebagai teori, bukannya dogma. Little Rock mungkin saja baru merupakan medan pertempuran yang pertama. Dua pengacara kreasionis yang ditolak Clark konon mulai mendekati pengadilan Louisiana untuk acara yang sama.Di pihak lain, kalangan ACLU sendiri tidak tinggal berpangku tangan. Untuk para kreasionis, masalahnya bisa menjadi persoalan hidup atau mati. Mereka memang tidak bisa disamakan dengan para agamawan liberal yang mempercayai Alkitab dari sudut kerohanian, dan membiarkan kemungkinan mempersoalkan segi ilmiahnya tetap sebagai teka-teki. Mereka tampak berpantang menyerah. Seperti dikatakan Duane Gish, wakil ketua Lembaga Riset Penciptaan, "Percayalah, suatu saat kami akan didengarkan." Syahdan Charles Darwin, Bapa Teori Evolusi yang oleh kaum fundamentalis Kristen sedang diusahakan dilawan itu, meninggal sudah. Ia dimakamkan di samping Isaac Newton di Westminster Abbey. Manakala petimati diusung memasuki bangsal yang luas itu, paduan suara mengalunkan lagu yang diciptakan khusus untuk kesempatan tersebut. Liriknya, dikutip dari Buku Pepatah, dianggap mencerminkan kebesaran Darwin. Bunyinya, "Berbahagialah orang yang menemukan kebijaksanaan dan diberkahi pengertian. Kedua nilai itu jauh lebih berharga dari permata merah delima, dan tidak bisa dibandingkan dengan benda-benda apa pun yang pernah diinginkan manusia". Kebesaran Darwin? Ya, dan terutama kemasyhurannya yang tidak hanya terpatri pada keyakinannya tentang evolusi, tapi bahwa teori itu menyediakan bukti-bukti berlimpah -- di samping sugesti langsung agar riset dilaksanakan. Tak diingkari bahwa Darwin memberi tugas pada ilmu untuk mengerjakan sesuatu yang praktis. Semua ini termaktub dalam bukunya yang amat terkenal On the Origin of Species. Tentang makhluk yang bernama manusia, di situ ia hanya berkata, "Cahaya akan dipancarkan menyinari asal-usul manusia dan sejarahnya" Dan sinar memang terpancar lebih terang dalam bukunya yang terbit kemudian, The Descent of Man. Dalam buku ini ia misalnya mengutarakan, tubuh manusia diacu oleh kekuatan kekuatan yang terpendam dalam seleksi alam. Akhirnya, dalam The Expression of the Emotions in Man and Animals (1872), Darwin berani mengemukakan bahwa perilaku manusia yang paling khas dan paling halus, yakni ekspresi, justru mencerminkan masa lalu yang berevolusi. Contoh: manusia mengepresikan rasa jijik dengan gerak muka yang mengingatkan kita pada mimik orang muntah. Kita mengerutkan bibir dengan gusar hingga tertarik ke arah posisi gigi taring yang biasanya menonjol. Bagi nenekmoyang manusia, gigi-gigi taring itu tak lain senjata tajam dan panjang. Dalam jiwa dan raga manusia menurut Darwin, jelas diperagakan "contoh hina yang diturunkan oleh asal-usul yang rendah". DARWIN bukan seorang atheis. Setidaknya demikianlah pandangan Stephen Jay Gould, ahli purbakala terkemuka Amerika dewasa ini yang juga mengajar geologi di Harvard. "Kemungkinan besar Darwin percaya akan adanya tuhan tertentu," tulis Hould dalam Discover Februari lalu. "Tapi ketuhanan ini tidak diberinya peran langsung dan berkelanjutan dalam proses evolusi." Gould sendiri berpendapat, kepercayaan semacam itu "positif dan menggembirakan." la mengajarkan, makna hidup tidak mungkin dibaca secara pasif dari kerja alam semesta. Sebaliknya kita harus berjuang, berpikir dan membangun makna itu untukdiri kita. Gould juga mengingatkan, Darwin mempertahankan kerendahan hati yang amat dalam untuk tugas 'membangun' makna tersebut. Katanya: "Dia mengerti keterbatasan ilmu."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus