Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Seribu Celah untuk Kabur

Para koruptor bisa kabur kapan saja. Hanya perlu memiliki sedikit urat nekat.

23 Januari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Petualangan buron David Nusa Widjaya, 44 tahun, mulai terungkap. Direktur Utama Bank Umum Servitia itu—salah satu bank yang ditutup sewaktu krisis ekonomi dan sempat menerima bantuan likuiditas Bank Indonesia—ternyata kabur dari Indonesia dengan bekal paspor ganda. Modus kuno, tapi masih mujarab.

Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Masyhudi Ridwan, David memiliki dua paspor, mungkin lebih. Paspor pertama atas nama David Wijaya Ng, yang masih berlaku sampai 5 Juni 2006. Satu lagi atas nama Ng Tjuen Wie, berlaku sampai 21 Oktober 2008. Kedua paspor dikeluarkan Kantor Imigrasi Tangerang. Ketika ditangkap di bandar udara Los Angeles, Amerika Serikat, dua pekan lalu, David ditangkap sebagai Mister Ng Tjuen Wie.

Nama Ng Tjuen Wie inilah yang berhasil mengakali daftar cegah tangkal di Bandara Soekarno-Hatta dan membawanya melenggang ke Singapura, diduga pada Mei 2002. Ketika itu pengadilan tinggi menjatuhkan vonis empat tahun penjara dengan perintah segera ditahan.

Daftar cekal di bandara terbesar di Tanah Air itu memang teramat mudah dikibuli. Peralatan yang digunakan pun tidak canggih. Bayangkan saja, ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan inspeksi mendadak ke kantor imigrasi bandara, Mei tahun lalu, komputer berisi daftar penjahat itu ternyata memakai program Wordstar, sistem kuno tahun 90-an.

Di layar cuma muncul nama, tanpa dilengkapi foto. Prosesnya pun lambat bukan kepalang. Presiden Yudhoyono bahkan sampai harus tiga kali melakukan ”enter” nama Sudjiono Timan, barulah kemudian nama buron kasus korupsi senilai Rp 2,2 triliun ini muncul di layar.

Selain itu, petugas imigrasi sendiri terkadang juga sembrono. Achmad Djunaedi, tersangka korupsi Jamsostek (kini sedang diadili di Pengadilan Jakarta Selatan), lolos umrah ke Arab Saudi pada 5 Juli 2005. Padahal, mantan Direktur Utama Jamsostek itu sudah dicekal sehari sebelumnya.

Usut punya usut, Djunaedi lolos karena ada perbedaan ejaan. Dalam perintah cekal tertulis nama Ahmad Junaedi, tapi di paspor tertulis Achmad Djunaedi. Menurut Menteri Hukum dan Perundang-undangan Hamid Awaludin, petugas imigrasi ”kurang cerdas”. ”Harusnya dia kreatif mengecek kombinasi nama Ahmad. Orang Indonesia kan umumnya pakai (huruf) h,” katanya enteng. Untungnya, Djunaedi kembali ke Indonesia. Namun, akibat ”kurang cerdas”, sang pegawai malang itu kena hukuman disiplin.

Menggunakan paspor ganda untuk kabur sudah sering dilakukan penjahat kerah putih. Pada 1988, misalnya, seorang terpidana penyelundup Frans Limasnak berkali-kali pergi ke Singapura. Padahal ia dicekal dan berstatus buron. Setelah Frans dapat ditangkap di Jakarta Selatan, pertengahan tahun itu, terungkap ia punya paspor lain atas nama Tan Tek Siong keluaran Kantor Imigrasi Medan.

Kasus paling spektakuler dalam soal paspor tentulah ”raja komputer” Yusuf Randy. Ketika terjerat kasus dokumen kependudukan pada tahun 1989, terungkap ia punya enam paspor. Warga negara Jerman itu sampai kini buron.

Cara lain tentu masih ada. Ada kiat ”kabur pamitan” seperti dilakukan Samadikun Hartono, yang divonis Mahkamah Agung empat tahun penjara dan mesti membayar uang pengganti Rp 17,25 miliar pada Juli 2003 lalu. Di tengah proses persidangan, ia minta dispensasi cekal karena seorang anaknya turut menjadi korban tragedi 11 September 2001 di New York, Amerika. Dispensasi diberikan dan Samadikun kembali. Setelah itu, ia kembali meminta izin berobat ke Jepang, juga dikabulkan. Tapi kali ini bos Bank Modern itu tak balik lagi.

Bos Kelompok Gadjah Tunggal, Sjamsul Nursalim, melakukan kiat serupa. Ketika dalam proses penyidikan, tersangka pengemplang BLBI senilai Rp 10,5 triliun itu minta dispensasi cekal untuk berobat ke Jepang, Mei 2001. Jaksa Agung Marzuki Darusman memberi izin. Apalagi permohonan itu dijamin oleh advokat kondang Adnan Buyung Nasution. Apa lacur, ketika waktu dispensasi habis 25 Juni tahun itu, Sjamsul ogah kembali.

Kapan waktu paling ciamik buat kabur? Peluang kabur paling besar justru saat berkas dilimpahkan ke pengadilan, karena hakim cenderung menangguhkan penahanan bagi para tersangka korupsi. Sabar saja sedikit menuruti gaya menyidik jaksa atau polisi yang cenderung menahan tersangka. Toh, setelah itu banyak peluang.

Kalau mau sedikit tegang, boleh juga. Jalani saja persidangan sampai ada tuntutan jaksa. Bila tuntutannya berat, gunakan sedikit jurus main mata dengan hakim sehingga dalam putusan tak ada perintah ditahan. ”Bila jaksa dalam tuntutan tak meminta segera ditahan, bisa jadi jaksanya ikut main,” kata Chairul Imam, mantan jaksa senior.

Ada cara lebih gampang lagi. Segera kabur saat muncul gelagat bisnis hancur. Sebelum status tersangka muncul, segeralah melenggang ke negeri orang. Jurus ini dimainkan Pauliene Maria Lumowa, tersangka kasus BNI senilai Rp 1,2 triliun. Juga Irawan Salim dari Bank Global.

Dulu, kiat ”pergi tanpa pesan” pernah diantisipasi dengan permohonan cekal oleh Menteri Keuangan. Namun sekarang entah mengapa, para pengusaha yang nakal tidak dicegah lari ke luar negeri dari jauh hari. Kini cekal lebih sering diminta oleh polisi dan jaksa setelah mereka ditetapkan sebagai tersangka.

Arif A. Kuswardono


Buron dalam Daftar Merah

Setelah menangkap David Nusa Widjaya, kini polisi mengejar belasan koruptor kelas kakap lainnya yang masih buron. Mereka sudah dimasukkan dalam red notice (daftar merah), berisi nama orang-orang yang sedang dicari, yang telah disebarkan ke berbagai negara melalui jaringan Interpol.

Inilah beberapa di antaranya:

Edy Tansil Status: Terpidana seumur hidup. Perkara: Saat jadi Direktur Utama PT Golden Key Grup, ia terlibat kredit macet negara senilai Rp1,3 triliun. Keterangan: Kabur dari penjara Cipinang pada Mei 1996.

Sudjiono Timan Status: Divonis hukuman 15 tahun penjara oleh Mahkamah Agung. Perkara: Saat jadi Dirut PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia terlibat dalam korupsi sebesar US$ 126 juta. Keterangan: Diduga melarikan diri sejak Desember 2004.

Eko Edi Putranto Status: Divonis 20 tahun penjara. Perkara: Ketika menjadi Komisaris Bank Harapan Sentosa terlibat dalam korupsi dana BLBI sebesar Rp 2,6 triliun.

Pauline Maria Lumowa Status: Tersangka pembobolan Bank BNI 46. Perkara: Sebagai pemilik PT Gramarindo terlibat dalam pembobolan bank yang merugikan negara sebesar Rp1,7 triliun. Keterangan: Diduga melarikan diri sejak Oktober 2003.

Irawan Salim Status: Tersangka korupsi Bank Global. Perkara: Presiden Direktur Bank Global ini terlibat kasus reksa dana fiktif senilai Rp 600 miliar. Keterangan: Diperkirakan melarikan diri sebelum Desember 2004. Polisi juga sedang mencari anggota direksi Bank Global lainnya, Rico Hendrawan Imam Santoso.

Bambang Sutrisno Status: Divonis penjara seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Perkara: Ketika jadi Wakil Komisaris Utama Bank Surya terlibat korupsi BLBI senilai Rp 1,5 triliun. Keterangan: Berada di luar negeri sejak Juli 1997.

Sumber: Mabes Polri/Riset

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus