Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Stunting menjadi topik yang menarik perhatian banyak pihak dalam beberapa tahun belakangan. Meski pembahasannya masif, kebanyakan orang berpikir bahwa stunting adalah gizi buruk. Padahal kedua hal itu merupakan hal berbeda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas 2018, stunting dan gizi buruk atau wasting disebutkan sebagai dua dari empat persoalan gizi yang dihadapi anak Indonesia. Dua lainnya adalah underweight dan obesitas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lead Program Manager untuk Stunting Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Sekretariat Wakil Presiden RI, Iing Mursalin, stunting merupakan kondisi anak yang gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis atau berlangsung lama. Ini terjadi pada 1.000 hari pertama atau saat anak berada di dalam kandungan hingga berusia dua tahun.
Di usia tersebut, otak anak berkembang hingga 80 persen sehingga mereka membutuhkan nutrisi yang cukup. Apabila nutrisinya kurang, pertumbuhan anak akan mengalami gangguan, baik fisik maupun kognitif. Anak stunting diukur dari perbandingan tinggi badan dengan usia.
“Menurut ahli gizi, anak yang mengalami stunting tidak bisa diapa-apain lagi, sehingga hal yang, bisa dilakukan adalah memaksimalkan yang ada di otaknya saat ini,” kata Iing saat menjadi narasumber di Health and Nutrition Journalist Academy 2019 di Jakarta, Senin, 9 September 2019. Ia mengatakan, saat ini sebanyak 30,8 atau sekitar 9 juta anak Indonesia mengalami stunting.
Berbeda dengan stunting, gizi buruk berlangsung dalam waktu yang lebih singkat. Iing mencontohkan, ketika anak mengalami pertumbuhan normal hingga usia tertentu, lalu terjadi sesuatu seperti bencana yang membuat ia tidak lagi mendapatkan asupan yang cukup. Maka anak tersebut akan mengalami penurunan berat badan. “Ini terjadi dalam waktu singkat, pemulihannya juga cepat,” ujar dia.
Ia menambahkan, anak gizi buruk diukur dari tinggi badan dibandingkan dengan badan. “Saat ini sekitar 10,2 persen anak Indonesia mengalami gizi buruk,” kata dia.
Selain stunting dan gizi buruk, ada juga underweight, yaitu anak-anak yang berat badannya di bawah anak-anak lain yang seusia. Saat ini, ada sekitar 17,7 persen anak Indonesia mengalami masalah ini.
Masalah gizi lainnya adalah obesitas yang dialami sekitar 8 persen anak Indonesia. “Kalau yang tiga sebelumnya kekurangan gizi, obesitas disebut kelebihan gizi. Inilah yang membuat Indonesia menghadapi beban ganda gizi,” kata Iing yang sebelumnya aktif meneliti stunting di Millennium Challenge Account Indonesia.