Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Setelah Kalah, Rumah Terbelah

Megawati dan Akbar Tandjung bersikeras akan melanjutkan Koalisi Kebangsaan. Di partainya mereka justru dihadang konflik internal.

27 September 2004 | 00.00 WIB

Setelah Kalah, Rumah Terbelah
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Tak ada alunan Auld Lang Syne, tak ada pula gema sonata perpisahan yang terdengar di ruang sidang pleno MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Kamis pekan lalu. Acara Sidang Tahunan 2004 berjalan seperti biasa. Namun atmosfer perpisahan sangat terasa, terutama bagi Ketua MPR Amien Rais, Ketua DPR Akbar Tandjung, Presiden Megawati Soekarnoputri, dan Wakil Presiden Hamzah Haz. "Sidang ini sidang selamat tinggal, perpisahan. Tak ada hal-hal yang sulit, tak ada hal yang kontroversial. Semua serba enak, teduh, smooth dan sejuk," kata Amien saat membuka sidang terakhir MPR periode 1999-2004.

Hari itu Amien, Akbar, Mega, dan Hamzah menjadi pusat perhatian. Maklumlah, mulai 1 Oktober nanti, Amien mengakhiri masa kepemimpinannya selama lima tahun di MPR. Akbar pun akan meninggalkan Senayan karena tak lagi menjadi wakil rakyat. Amien dan Hamzah juga telah tereliminasi dalam pemilihan presiden putaran pertama. Sedangkan Mega hampir dipastikan tidak akan menjadi presiden lagi. Dalam perhitungan sementara pemilihan presiden putaran kedua, suara Mega hanya separuh dari perolehan Susilo Bambang Yudhoyono, kandidat presiden dari Partai Demokrat.

Aura perpisahan ini digenapi Mega. "Untuk kekurangan dan hal-hal yang belum terselesaikan, kepada Majelis yang terhormat dan kepada seluruh rakyat Indonesia yang saya cintai, bersama-sama Saudara Wakil Presiden saya meminta maaf yang sebesar-besarnya," kata Mega disambut tepuk tangan hadirin.

Namun, saat berbicara tentang keberhasilan pelaksanaan pemilu, tanpa melihat teks Mega sempat menyindir pesaingnya. Pasangan Yudhoyono-Kalla dianggapnya terlalu cepat mengklaim kemenangan. Menurut Mega, tindakan itu tidak mengindahkan etika politik dan undang-undang. "Untuk menghormati kedaulatan rakyat, mari kita tunggu pengumuman resmi perolehan suara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Semangat kompetisi harus tetap menjaga etika politik yang bermartabat," ujarnya.

Beberapa hari setelah pemilihan umum presiden putaran kedua, Mega memang tak mau banyak bicara tentang hasil pemilu. Ketua Umum PDI Perjuangan itu masih menunggu 5 Oktober, saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan presiden terpilih. "Ibu Mega menganggap masih ada peluang untuk menang. Selama (penghitungan) belum selesai dan kalau ada mukjizat," kata Hamzah. "Tampaknya Ibu masih terpukul atas kekalahan ini," kata seorang pengurus PDIP.

Hingga seminggu setelah pemilu, memang belum ada sikap resmi Mega maupun Koalisi Kebangsaan. Menurut seorang tokoh Koalisi Kebangsaan, saat ini para anggota koalisi tengah mengevaluasi hasil pemilu.

Evaluasi pertama digelar beberapa jam setelah pemilu digelar. Senin malam itu, di ruang tamu rumah Mega, di Jalan Kebagusan IV/45, Jakarta Selatan, berkumpul para pentolan partai pendukung Koalisi. Selain Mega, tampak Akbar, Ketua Umum Partai Bintang Reformasi (PBR) Zainuddin M.Z., dan Ketua Umum Partai Damai Sejahtera (PDS) Ruyandi Hutasoit. Hadir pula Sekjen PDIP Sutjipto, Ketua PPP Ali Marwan Hanan, Wakil Sekjen Golkar Bomer Pasaribu, Ketua Pemenangan Pilpres Koalisi Kebangsaan Rully Chairul Azwar, Ketua Pelaksana Koalisi M. Hatta, dan Sekjen Partai Golkar Budi Harsono.

Pembahasan pertama mengenai hasil perhitungan cepat yang telah dilakukan beberapa lembaga peneliti independen dan perolehan suara sementara dari KPU. Meski suaranya sudah mulai tampak tertinggal, menurut seorang peserta rapat, Mega tampak rileks dan santai. "Suara belum bisa dibandingkan karena belum masuk semua dan masih hari pertama. Mari kita tunggu perkembangan terakhirnya," kata Mega seperti ditirukan salah satu peserta rapat evaluasi itu.

Selain membicarakan berbagai kemungkinan perolehan suara, mereka akhirnya lebih banyak bicara tentang gerak apa yang perlu dilakukan setelah pemilu, terutama langkah Koalisi Kebangsaan di DPR nanti. Soal konsolidasi internal partai masing-masing pun dibahas. Mereka menyadari, mutu Koalisi akan meningkat jika konsolidasi di internal partai masing-masing mantap. Koordinator Koalisi, Akbar Tandjung, meyakinkan perlunya tetap seiring sejalan dalam Koalisi Kebangsaan permanen yang digalang selama lima tahun mendatang.

Diskusi lalu berkembang pada soal sikap Koalisi Kebangsaan terhadap pemerintahan mendatang. Mereka merumuskan perihal bentuk oposisi atau check and balance kepada pemerintahan Yudhoyono-Kalla nanti. Menurut salah satu peserta, Akbar berpendapat bahwa di DPR Koalisi Kebangsaan lebih kuat daripada kubu pendukung Yudhoyono. Jika terus "dipersoalkan", bukan tidak mungkin pemerintahan baru nanti bakal jatuh hanya dalam waktu setahun.

Berbagai cara "mempersoalkan" pemerintahan baru di DPR nanti juga dibahas malam itu. "Kami akan senantiasa mempersoalkan penyusunan anggaran," kata seorang pentolan Koalisi. Dalam waktu dekat, misalnya, sudah tersedia ranjau soal subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk bulan Oktober, November, dan Desember sebesar Rp 3,5 triliun, yang kemungkinan akan dicabut.

Evaluasi kedua digelar secara internal di Kantor DPP PDI Perjuangan, Lenteng Agung, sejak pukul 10.00 hingga 15.00. Kali ini hanya pengurus pusat partai banteng bermoncong putih yang hadir. "Meskipun sudah lama mbolos, saya juga hadir," kata mantan Ketua Fraksi PDIP di MPR, Arifin Panigoro. Persis seperti yang dibicarakan di Kebagusan, rapat pagi itu membahas langkah Koalisi Kebangsaan selanjutnya.

Namun, menurut Arifin, pagi itu Mega masih berkeras mengabaikan hasil perhitungan sementara, apalagi quick count. Ia pun tak mau membahas perolehan suara. "Soal angka, no comment, tunggu perhitungan aktual dari KPU," ujarnya menirukan ucapan Mega. Selain itu, Mega juga menegaskan bahwa dirinya akan terus aktif di partai meskipun tidak menjadi presiden lagi.

Pertemuan Koalisi digelar lagi di rumah Mega di Kebagusan, Selasa malam. Selain Mega dan Akbar, tampak Menteri Tenaga Kerja Jacob Nuwa Wea dan sejumlah petinggi Koalisi. Dalam pembahasan materi malam itu, mereka sepakat menyusun tata tertib DPR baru yang akan dibahas dalam Sidang MPR, 1 Oktober nanti. Tata tertib ini dimaksudkan untuk mempermudah menguasai setiap jabatan di parlemen, dari ketua hingga komisi dan badan kelengkapan lainnya. "Pokoknya, nanti setiap usul pemerintah tak akan mudah lolos," kata seorang peserta rapat.

Keesokan harinya Akbar menegaskan bahwa Koalisi Kebangsaan akan berupaya menguasai jabatan-jabatan di DPR. Posisi ketua, wakil ketua DPR dan ketua-ketua komisi akan diisi partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Kebangsaan. "Kami bisa mendapatkan semua kursi ketua komisi DPR. Itu akan kami atur," ujarnya kepada Jobpie Sugiharto dari Tempo. Siapa pun yang berkhianat, kata Akbar, akan dipecat dari keanggotaan partai.

Pendeknya, menurut Arifin, meski sudah jelas kalah dalam pemilu presiden, Koalisi Kebangsaan tidak rela jika Yudhoyono memerintah. Karena itu mereka berupaya menggoyang pemerintahannya. Padahal, perolehan sementara suara Yudhoyono jauh mengungguli pasangan Mega-Hasyim Muzadi. "SBY kan didukung mayoritas rakyat Indonesia. Jangan-jangan yang menggoyang hanya segelintir kudis," ujarnya sinis.

Seperti Arifin, Ketua DPP PDIP Roy B.B. Janis berpendapat bahwa Koalisi Kebangsaan tak perlu dilanjutkan lagi. Sebab, koalisi itu tidak mendatangkan keuntungan atau sinergi, tapi malah menyebabkan hilangnya suara Mega di basis wilayah Banteng. "Jadi, lebih baik diakhiri saja," ujarnya kepada Ecep S. Yasa dari TEMPO.

Namun Akbar dan Hamzah bertekad melanjutkan koalisi lima tahun ke depan. "Koalisi jalan terus. Apa yang bisa diperbaiki, ya diperbaiki," kata Hamzah. Soal pernyataan Roy, Akbar hanya berkomentar pendek, "Saya hanya mendengar Ibu Megawati."

Yudhoyono sendiri memilih berkepala dingin. "Sepanjang tujuannya untuk mengontrol kebijakan pemerintah dan tidak melanggar konstitusi, itu sah dan sangat dibutuhkan oleh demokrasi," katanya. Namun, jika tujuan awalnya hanya sekadar untuk membuat pemerintah jatuh, ia menilai langkah Koalisi sudah tidak sehat.

Boleh saja Mega, Akbar, dan Hamzah bersikeras mempertahankan koalisi. Tapi tampaknya mereka tak bisa mengabaikan ancaman kemelut internal partai mereka masing-masing setelah kekalahan Mega mulai merebak. Di PDI Perjuangan muncul ide-ide untuk menggelar kongres luar biasa untuk menggusur kepemimpinan Mega. Di tubuh Golkar konflik semakin terbuka antara kubu Akbar dan kubu Tim Sembilan yang dimotori Fahmi Idris (lihat Hikayat Celeng dan Perseteruan Beringin). Sedangkan di PPP, sebagian pengurus daerah mulai kasak-kusuk meminta Hamzah segera lengser.

Dengan alasan akan membersihkan kader-kader busuk di PDIP, Badan Penelitian dan Pengembangan DPP PDIP menggelar pertemuan di Jalan Tambak pada Kamis malam lalu. Mereka kemudian membentuk Gerakan Pembersihan dan Pemurnian PDIP. "Gerakan ini diharapkan dapat membangun kembali PDIP menjadi partai bersih," kata Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan PDIP Kwik Kian Gie. Selain Kwik, hadir pula Roy, Wakil Ketua Balitbang DPP PDIP Subagio Anam, tokoh senior PDIP Abdul Madjid, dan anggota PDIP lainnya.

Menurut Kwik, kekalahan telak PDIP dalam Pemilu 2004 diakibatkan oleh kerja kader busuk yang hanya mementingkan diri sendiri. Tiga tokoh teras PDIP yang dituding adalah Sekjen PDIP Sutjipto, Wakil Sekjen PDIP Pramono Anung, dan Ketua DPP Gunawan Wirosarojo. Mereka menuntut the gang of three itu dipecat dari kepengurusan PDIP.

Yang dituduh tak tinggal diam. Soal tuntutan KLB, Pramono Anung menegaskan bahwa PDIP tidak akan memenuhi tuntutan itu. Sesuai dengan keputusan rapat harian pimpinan pusat Partai, kongres tetap akan diadakan menurut jadwal, yaitu April 2005. "Sudah diputuskan, tidak perlu kongres dimajukan," ujarnya.

Sehari setelah pertemuan yang dimotori Kwik, Sutjipto mengungkapkan bahwa Kwik dan kawan-kawan akan menduduki Kantor DPP PDIP di Lenteng Agung. Dia mengaku mendapatkan informasi soal rencana itu dari salah seorang peserta rapat kubu Kwik. Aksi pendudukan dilakukan setelah upaya tuntutan pemecatan terhadap Sutjipto, Pramono, dan Gunawan tak berhasil. "Kalau enggak, maka digunakan pendekatan fisik. Tapi mudah-mudahan tidak," ujarnya kepada Istiqomatul Hayati dari Tempo.

Menurut Arifin, ancaman pendudukan kantor Partai tampaknya telah menjadi pola PDIP untuk menyelesaikan masalahnya. "Tapi apa Pak Kwik berani memimpin di depan seperti Jacob Nuwa Wea dulu," ujarnya. Dalam Kongres Medan 1992, Jacob yang menentang Ketua Umum Soerjadi mendobrak pintu besi Asrama Haji Medan, tempat kongres dilangsungkan.

Beban berat kini ditanggung putri Bung Karno itu. Ia yang dipastikan kalah dalam pemilu presiden harus berhadapan dengan konflik internal Partai. "Yang penting, setelah ini PDIP jangan menjadi partai nol koma," kata bekas Sekretaris Fraksi PDIP di MPR Sukowaluyo Mintohardjo.

Artinya, Mega perlu berbenah lebih baik, jika ia tidak tertarik mengikuti jejak Amien Rais yang konon akan pindah "gelanggang".

"Setelah ini, Mas Amien ke mana?" tanya Mega kepada Amien Rais, yang berjalan di sampingnya usai sidang MPR.

"Saya kembali ke kampus, aktif lagi di bidang pendidikan dan dakwah."

Mega terdiam. Amien lalu mencoba menghibur.

"Ibu Mega masih muda, masih bisa bertanding lagi pada 2009."

"Lho, memang Mas Amien berapa?"

"Saya sudah 60 tahun, jauh lebih tua dari Anda."

Mega tersenyum kecil.

Mereka lalu berpisah. Mega naik mobil RI-1 yang segera melaju menuju kediamannya di Kebagusan. Amien balik kanan kembali ke ruangannya. Siang itu keduanya berucap salam. Selamat tinggal.

Hanibal W.Y. Wijayanta, Widiarsi Agustina

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus