WAH, Singaraja semakin sepi saja", Begitu komentar banyak orang.
Zaman Hindia Belanda dulu, Singaraja menjadi kota Residensi Bali
Lombok. Begitu kemerdekaan diroklamiskan, Singa raja menjadi
ibu kota Propinsi Sunda Kecil. Sejak tahun 1959, daerah Sunda
Kecil ini dimekarkan menjadi 3 daerah Propinsi, yakni Bali, Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Bersamaan dengan itu,
ibu kota Propinsi Bali dipindahkan ke Denpas sampai saat ini.
Inilah awal mula kepindahan semua dinas dan jawatan tingkat
Propinsi, dimulai kantor Gubernuran sampai yang kecil-kecil.
Maka Singaraja yang panas ini menjadi kota mati.
Pernah kota ini kembali ramai. Yakni tatkala akhir tahun 1970
berdiri Kowilhan V Nusa Tenggara yang markasnya ditaruh di kota
pantai ini. Bekas kantor Gubernuran Sunda Kecil menjadi
Makowilhan V. Mess-mess perwira dibangun. Namun hal itu tak
berlangsung lama. Begitu Pemilu 71 usai -- yang terkenal dengan
Peristiwa Buleleng, yang terpatri dalam kenangan masyarakat Bali
itu -- Kowilhan V dibubarkan. Singaraja kembali tertidur, sepi.
Sampai-sampai di tahun 1972, Bupati' Buleleng Hartawan Mataram
menghadap Gubernur Soekarmen serta Ketua DPRD Bali, agar Dinas
atau Jawatan pemerintah yang masih setia menunggu kota pantai
itu, jangan diboyong ke Denpasar. Namun usul tinggal usul.
Berbondong-bondong kantor-kantor menuju Bali Selatan. Yang
terakhir pindah adalah Kanwil Departemen P dan K Propinsi
Bali,pertengahan Mei lalu. Tinggal KBN dan kantor Pajak, yang
belum pindah, karena gedungnya di Denpasar yang berlantai 5
belum selesai. Maka Singaraja jadi "bingung", bagaimana
memanfaatkan gedung-gedung yang ditinggalkan penghuninya itu.
Sport Centre
"Keadaan yang sepi ini harus kita robah dengan memperluas
bangunan pasar, memperbaiki jalan dalam kota, dan sarana olah
raga", berkata Ketua DPRD Buleleng drs Ida Komang Widnyana.
Nampaknya usaha ini dimufakati Pemda Kabupaten Buleleng. Pasar
Anyar di jantung kota, dibangun bertingkat. Jalan dalam kota,
semuanya mencicipi aspal. Bahkan dibuat jalan baru yang
menghubungkan Jl. Kartini dengan komplek pemancar Radio Khusus
Pemerintah Daerah.
Sarana olahraga mendapat perhatian cukup besar. Seirama dengan
maksud menjadikan kota Singaraja sebagai kota pelajar. Komplek
olahraga yang di lidah orang sana lebih afdol diucapkan sport
centre dibangun dekat Jl. Dewi Sartika. Di dalamnya ada stadion
sepak bola, lapangan bulutangkis, gedung bertingkat dua tempat
sekretariat KONI Buleleng, lapangan volley ball, basket, kolam
renang dan tentu saja tak ketinggalan lapangan tennis. Ini
satu-satunya di Bali, Denpasar ketinggalan jauh. Komplek ini
diresmikan Amirmachmud akhir Mei ini.
Singaraja yang baru saja merayakan hari jadinya ke-372 --
didirikan oleh Ki Barak Panji Sakti tanggal 30 Maret 1604 --
tentu saja berkembang dengan menghadapi macam-macam problim .
Mi- salnya masalah biasa WTS. Yang bikin DPRD Tk.II Buleleng
mengambil sikap cukup berani, "mendesak Bupati Buleleng agar
membuat lokalisasi pelacur". "Daripada keliaran di muka bioskop,
di pasar-pasar. kan lebih baik dibikinkan komplek. Kota jadi
bersih, bahaya semakin kurang dan siapa tahu berkat indoktrinasi
terus menerus, mereka sadar dan kembali ke masyarakat". begitu
Ketua DPRD Ida Komang Widnyana berucap penuh semangat. Namun
"desakan" ini keburu diberitakan pers lokal. Lalu terdengar oleh
Propinsi yang terkenal anti lokalisasi P itu hingga keluar nota
Gubernur yang mengingatkan Bupati se Bali, "Pemerintah Daerah
Bali, sekali lagi, tidak membenarkan adanya lokalisasi wanita
P".
Tapi Pemda Buleleng tak berkecil hati. Dan berani unjuk gigi,
"berlaku keras pun bisa pula". Maka dibentuklah Koordinator
Sekretariat Penelitian dan Perkembangan Perkotaan Singaraja
dipimpin drs Arya Wiryasutha. Badan yang tak ada duanya di Bali
ini, dibantu oleh Kepala Dinas Tata Kota -- juga tak ada di kota
lain termasuk Denpasar -- yang dipimpin Gde Ketut Sukertha.
Badan-badan inilah yang melakukan penertiban kota Singaraja,
bersama Kepolisian dan Polisi Pamong Praja. Sasaran operasi
bukan cuma wanita P itu saja. juga gelandangan, pedagang kaki
lima. usaha parkir dan lainnya.
Toh Bupati Buleleng Hartawan Mataram kepada TEMPO masih mengata
kan, "bingung, akan diapakan gedung-gedung yang ditinggal
pengnuninya itu' . Meski Makowilhan dicoba dijadikan Hotel
Singaraja dengan 10 kamar. Tapi hotel ini sepi-sepi saja. Karena
itu mess Kowilhan yang masih baru di Kubu Jati dibiarkan
ditumbuhi rumput. Dihuni tidak, dipelihara tak dipandang perlu.
"Kalau PWI Bali yang sibuk cari gedung di Denpasar mau
berkantor di Singaraja, silakan", kata Sekwilda Made Suwidja.
Tentu saja dapat sambutan wartawan setempat. Buktinya Korp
Wartawan Singaraja yang segelintir itu, kini punya gedung megah.
Berarti satu-satunya balai wartawan di Bali ada di Singaraja.
Tapi bukan milik PWI, karena KWS (Korp Wartawan Singaraja)
adalah organisasi di luar PWI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini