Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Setelah Kantor-Kantor Pindah

Sejak tahun 1959, sunda kecil dimekarkan menjadi 3 propinsi. singaraja yang dulunya ibu kota sunda ke cil, dipindahkan ke denpasar ibu kota propinsi bali akibatnya singaraja menjadi kota sepi. (kt)

19 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAH, Singaraja semakin sepi saja", Begitu komentar banyak orang. Zaman Hindia Belanda dulu, Singaraja menjadi kota Residensi Bali Lombok. Begitu kemerdekaan diroklamiskan, Singa raja menjadi ibu kota Propinsi Sunda Kecil. Sejak tahun 1959, daerah Sunda Kecil ini dimekarkan menjadi 3 daerah Propinsi, yakni Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Bersamaan dengan itu, ibu kota Propinsi Bali dipindahkan ke Denpas sampai saat ini. Inilah awal mula kepindahan semua dinas dan jawatan tingkat Propinsi, dimulai kantor Gubernuran sampai yang kecil-kecil. Maka Singaraja yang panas ini menjadi kota mati. Pernah kota ini kembali ramai. Yakni tatkala akhir tahun 1970 berdiri Kowilhan V Nusa Tenggara yang markasnya ditaruh di kota pantai ini. Bekas kantor Gubernuran Sunda Kecil menjadi Makowilhan V. Mess-mess perwira dibangun. Namun hal itu tak berlangsung lama. Begitu Pemilu 71 usai -- yang terkenal dengan Peristiwa Buleleng, yang terpatri dalam kenangan masyarakat Bali itu -- Kowilhan V dibubarkan. Singaraja kembali tertidur, sepi. Sampai-sampai di tahun 1972, Bupati' Buleleng Hartawan Mataram menghadap Gubernur Soekarmen serta Ketua DPRD Bali, agar Dinas atau Jawatan pemerintah yang masih setia menunggu kota pantai itu, jangan diboyong ke Denpasar. Namun usul tinggal usul. Berbondong-bondong kantor-kantor menuju Bali Selatan. Yang terakhir pindah adalah Kanwil Departemen P dan K Propinsi Bali,pertengahan Mei lalu. Tinggal KBN dan kantor Pajak, yang belum pindah, karena gedungnya di Denpasar yang berlantai 5 belum selesai. Maka Singaraja jadi "bingung", bagaimana memanfaatkan gedung-gedung yang ditinggalkan penghuninya itu. Sport Centre "Keadaan yang sepi ini harus kita robah dengan memperluas bangunan pasar, memperbaiki jalan dalam kota, dan sarana olah raga", berkata Ketua DPRD Buleleng drs Ida Komang Widnyana. Nampaknya usaha ini dimufakati Pemda Kabupaten Buleleng. Pasar Anyar di jantung kota, dibangun bertingkat. Jalan dalam kota, semuanya mencicipi aspal. Bahkan dibuat jalan baru yang menghubungkan Jl. Kartini dengan komplek pemancar Radio Khusus Pemerintah Daerah. Sarana olahraga mendapat perhatian cukup besar. Seirama dengan maksud menjadikan kota Singaraja sebagai kota pelajar. Komplek olahraga yang di lidah orang sana lebih afdol diucapkan sport centre dibangun dekat Jl. Dewi Sartika. Di dalamnya ada stadion sepak bola, lapangan bulutangkis, gedung bertingkat dua tempat sekretariat KONI Buleleng, lapangan volley ball, basket, kolam renang dan tentu saja tak ketinggalan lapangan tennis. Ini satu-satunya di Bali, Denpasar ketinggalan jauh. Komplek ini diresmikan Amirmachmud akhir Mei ini. Singaraja yang baru saja merayakan hari jadinya ke-372 -- didirikan oleh Ki Barak Panji Sakti tanggal 30 Maret 1604 -- tentu saja berkembang dengan menghadapi macam-macam problim . Mi- salnya masalah biasa WTS. Yang bikin DPRD Tk.II Buleleng mengambil sikap cukup berani, "mendesak Bupati Buleleng agar membuat lokalisasi pelacur". "Daripada keliaran di muka bioskop, di pasar-pasar. kan lebih baik dibikinkan komplek. Kota jadi bersih, bahaya semakin kurang dan siapa tahu berkat indoktrinasi terus menerus, mereka sadar dan kembali ke masyarakat". begitu Ketua DPRD Ida Komang Widnyana berucap penuh semangat. Namun "desakan" ini keburu diberitakan pers lokal. Lalu terdengar oleh Propinsi yang terkenal anti lokalisasi P itu hingga keluar nota Gubernur yang mengingatkan Bupati se Bali, "Pemerintah Daerah Bali, sekali lagi, tidak membenarkan adanya lokalisasi wanita P". Tapi Pemda Buleleng tak berkecil hati. Dan berani unjuk gigi, "berlaku keras pun bisa pula". Maka dibentuklah Koordinator Sekretariat Penelitian dan Perkembangan Perkotaan Singaraja dipimpin drs Arya Wiryasutha. Badan yang tak ada duanya di Bali ini, dibantu oleh Kepala Dinas Tata Kota -- juga tak ada di kota lain termasuk Denpasar -- yang dipimpin Gde Ketut Sukertha. Badan-badan inilah yang melakukan penertiban kota Singaraja, bersama Kepolisian dan Polisi Pamong Praja. Sasaran operasi bukan cuma wanita P itu saja. juga gelandangan, pedagang kaki lima. usaha parkir dan lainnya. Toh Bupati Buleleng Hartawan Mataram kepada TEMPO masih mengata kan, "bingung, akan diapakan gedung-gedung yang ditinggal pengnuninya itu' . Meski Makowilhan dicoba dijadikan Hotel Singaraja dengan 10 kamar. Tapi hotel ini sepi-sepi saja. Karena itu mess Kowilhan yang masih baru di Kubu Jati dibiarkan ditumbuhi rumput. Dihuni tidak, dipelihara tak dipandang perlu. "Kalau PWI Bali yang sibuk cari gedung di Denpasar mau berkantor di Singaraja, silakan", kata Sekwilda Made Suwidja. Tentu saja dapat sambutan wartawan setempat. Buktinya Korp Wartawan Singaraja yang segelintir itu, kini punya gedung megah. Berarti satu-satunya balai wartawan di Bali ada di Singaraja. Tapi bukan milik PWI, karena KWS (Korp Wartawan Singaraja) adalah organisasi di luar PWI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus