Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pokoknya impian jadi kenyataan

Perluasan kota semarang menjadi 5 kecamatan dan 65 desa, dengan luas 340 km2, berarti 3 x lipat luas semula yang cuma 100 km2. terwujudlan impian wali kota yang menginginkan semarang jadi kota raya. (kt)

19 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENGAN tambanan 5 kecamatan dan 65 desa, kota Semarang mendadak luasnya membengkak jadi 340 Km2. Berarti lebih 3 kali lipat dari luas semula yang cuma sekitar 100 Km2. Peresmiannya sudah pula dilakukan 19 Mei kemarin oleh Mendagri Amirmachmud. Tentu saja dengan upacara meriah dan suguhan kesenian sebagai bumbu. Yang rupanya agar seronok dengan peristiwanya sebuah sendratari Sejarah kota Semarang yang ditampilkan, menggambarkan perkembangan kota sejak zaman VOC tempo hari. Dan itu bukan tanpa arti. Sebab ternyata menurut sejarah -- yang tentunya diulang-ulang hari-hari itu -- Semarang di tahun 1705, merupakan kota nomor 2 sesudah Batavia. Dan dengan pemekaran tersebut, ternyata kini Semarang memang jadi kota nomor 2 setelah Jakarta. Penduduknya pun berkembang jadi 1 juta, sedang sebelumnya cuma 71 ribu jiwa. Dengan begitu secara resmi terwujudlah impian Walikota Hadiyanto yang menginginkan Semarang jadi kota raya. Meskipun fasilitas untuk itu masih tetap jadi impiannya. Sebab proyek-proyek perlistrikan, air minum, pembangunan Balaikota dan sebagainya baru akan rampung menjelang tahun 1977. Itu pun baru rencana. Pembenahan-pembenahan yang lebih kecil dari proyek-proyek tadi juga masih belum beres. Seperti penertiban becak, kios-kios. rumah-rumal liar. Itu tak berarti Hadiyanto diam berpangku tangan. Sudah sejak lama walikota ini berteriak-teriak "Bangunan-bangunan tanpa izin yang sifatnya merusak tatanan kehidupan masyarakat maupun pemerintahan di daerah ini harus sudah ditertibkan akhir tahun ini". Apalagi, dengan masuknya desa-desa dan kecamatan baru tadi, masalah masalah besar tentunya terpampang di muka Hadiyanto. Meski menurut sang walikota, "desa-desa tersebut masih perawan tapi sangat menguntungkan karena belum pernah terjamah". Seakan mengelola daerah pedesaan jadi pemukiman-pemukiman kecil dalam kota (lengkap dengan segala prasarananya) merupakan soal gampang baginya. Belum lagi tentunya perobahan-perobahan administrasi, instalasi, pengendalian dinas. jawatan dan instansi-instansinya. Sedangkan semua itu dilakukan tanpa rencana induk. Rencana induk yang ada sudah harus dirobah. Dan perobahan ini pun baru akan diseminarkan pertengahan tahun ini. Berarti bekerja tanpa rencana. Pokoknya asal impian jadi kenyataan ....

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus