Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"HARTA karun” itu tersimpan di sepotong majalah anak. Tak banyak yang mengira dalam majalah yang memuat cerita anak, berita artis cilik, informasi hiburan, dunia sains, dan kuis itu, diam-diam mengendap sebuah karya yang tetap lezat ”disantap” seperempat abad kemudian.
Karya itu: komik Mahabharata dan Bharatayudha ciptaan Teguh Santosa pada 1984, sebuah komik wayang yang ia sebut sebagai puncak pencapaian seorang komikus. ”Aku baru sah jadi komikus kalau sudah menggarap komik wayang Mahabharata,” kata Dhani Valiandra, anak Teguh, mengutip ucapan sang ayah.
Majalah anak itu adalah Ananda—terbitan kelompok Kartini. Terbit setiap Jumat, komik Teguh mengisi delapan halaman bonus majalah yang kini telah ”almarhum” itu. Mahabharata dan Bharatayuda muncul selama 59 edisi sejak awal 1984.
Redaksi Ananda memperkenalkan komikus Indonesia yang pernah bekerja di Marvel Comics itu kepada pembaca sebagai ”Oom Teguh Santosa”. Sang OOm melukis dan menceritakan kembali berdasar cerita wayang yang ”disarikan dari Sejarah Wayang Purwa karangan Hardjowirogo dan Mahabharata karya R.A. Kosasih”.
Nah, cerita ”penemuan” karya Teguh itu bermula dari seorang pedagang di Malang yang menulis di komikindonesia.com, milis komunitas penggemar komik Indonesia, dua setengah tahun lalu. Dodit Sulaksono, pedagang itu, mengaku memiliki koleksi komik wayang Teguh yang diterbitkan Ananda. Kabar itu segera menyebar cepat ke para kolektor komik.
Dhani pun mencocokkan kabar itu dengan ingatannya sewaktu ia duduk di bangku sekolah menengah pertama. Ia ingat sang ayah pernah menggambar dua pesanan komik wayang. Satu dari penerbit Misurind yang cuma sampai jilid 9. Satunya lagi, ya itu tadi, pesanan Ananda. Hanya sayang sebagian besar naskah asli komik itu tak berbekas: dimakan rayap.
Problem muncul. Koleksi Dodit ternyata tak lengkap. Andy Wijaya, anggota Komunitas Komik Indonesia dan salah seorang pendiri penerbit Pluzt yang mencetak komik wayang Teguh itu, menyebut hanya cerita Bharatayudha yang komplet. Komik Mahabharata masih kurang untuk banyak episode.
Perburuan ke pelbagai penjuru pun dimulai sejak itu. ”Karena kolektor sangat jarang yang punya, saya memutuskan mencari ke pasar-pasar buku loak,” kata pemilik kios komik Anjaya di ITC Kuningan, Jakarta, itu. Ia antara lain menemukan episode yang belum lengkap itu di Pasar Johar, Semarang; dan Palasari, Bandung.
Semua komik hampir terkumpul akhir tahun lalu. Hanya satu episode, yaitu Dewi Setyawati, yang tak kunjung ketemu. Andy dan kawan-kawan pun terpaksa memendam niat menerbitkan komik Teguh jika tak menemukan episode itu. Untunglah, Danny Njoman, salah seorang kolektor, datang menawarkan komiknya untuk dipindai. ”Saat itu semua koleksi baru benar-benar klop. Mission accomplished,” ucapnya.
Namun pekerjaan belum selesai. Halaman bonus dari Ananda itu mesti dipindai sebelum dijadikan master cetak. Masalah muncul lantaran sebagian cetakan gambar di majalah itu kusam dan beberapa bernoda. Di sinilah seorang penursir komik mesti bekerja keras membersihkan semua noda, garis yang hilang, hingga gambar-gambar aneh yang tiba-tiba muncul ke dalam cerita.
”Di delapan halaman episode Goda Rencana di Mahabharata, misalnya, Teguh memasukkan gambar kodok Kermit ciptaan Jim Henson,” ujar Erwin Prima Arya, salah seorang penursir. ”Ini harus dibersihkan. Kita mesti mengurus hak ciptanya jika memakai gambar Kermit itu.”
Erwin bersyukur teks yang ditulis Teguh sudah rapi dan menggunakan ejaan yang disempurnakan, sehingga ia tak perlu menulis ulang narasi dan balon percakapan. Satu-satunya yang membuat ia bekerja ekstrakeras adalah saat harus mengulang semua raster komik Teguh. Raster dalam cetakan Ananda, kata Erwin, ”Hancur. Bahkan sebagian kayak tekstur kain pel.”
Erwin dan penursir lain, Wahyu Hidayatz, pun bekerja maraton selama sekitar empat bulan membersihkan semua cacat cetakan itu. Hasilnya? Sebuah buku komik wayang yang rapi, indah, sekaligus tetap ekspresif terhidang di depan penggemar komik kini. ”Ini pekerjaan budaya yang tak bisa dilupakan,” ucap Dhani.
Yos Rizal (Jakarta), Pito Agustin (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo