Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Diarak di atas pedati, Prabowo Subianto tampak sumringah melambai-lambaikan tangan, Selasa dua pekan lalu. Ia didampingi Zannuba Arifah Chafsoh, anak perempuan mantan presiden Abdurrahman Wahid. Hari itu, Prabowo dan Yenny—begitu anak perempuan Gus Dur tadi biasa disapa—tampil sebagai juru kampanye Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) di Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur.
Yenny terang-terangan meminta warga nahdliyin memilih Gerindra. ”Saya optimistis, 70 persen lebih warga nahdliyin mendukung Gerindra,” katanya berapi-api. Ribuan hadirin menyambut dengan berbagai yel.
Meraih dukungan warga nahdliyin di Jawa bagian timur merupakan bagian gerak cepat Prabowo sebagai calon presiden. Dengan mesin partai yang baru berumur setahun, tak gampang meraup 20 persen suara pemilu legislatif sebagai tiket maju ke pemilihan presiden. Apalagi Prabowo sendiri baru ”tune in” sejak Juli 2008, setelah memutuskan mundur dari Dewan Penasihat Partai Golkar.
Keputusan Prabowo mundur dari Golkar terbilang terlambat dibandingkan seniornya, Jenderal Wiranto. Gagal sebagai calon RI-1 dari Partai Golkar seperti menyisakan trauma bagi bekas Panglima TNI itu. ”Tak enak maju tanpa punya kendaraan sendiri,” kata Fachrul Razi, bekas ketua tim sukses Wiranto.
Berpasangan dengan Salahuddin Wahid pada Pemilihan Presiden 2004, Wiranto tersingkir pada putaran pertama. Sebagai kandidat dari partai pemenang pemilu, ia malah cuma teronggok di urutan ketiga. Dukungan warga Beringin memang tak bulat. Kemenangan Wiranto sebagai pendatang baru dalam konvensi calon presiden di luar dugaan. Ia berhasil menyisihkan Akbar Tandjung, Aburizal Bakrie, Surya Paloh, dan Prabowo Subianto.
Setelah sama-sama meninggalkan dinas militer aktif, Wiranto dan Prabowo sempat berhadapan di ranah Partai Golkar. Tak hanya di arena konvensi, tapi juga pada Musyawarah Nasional Partai Golkar, Desember 2004. Jusuf Kalla, yang sempat dipecat karena menolak mendukung calon resmi partainya, naik menjadi ketua umum.
Prabowo, yang mendukung Kalla, terpilih bersama sejumlah tokoh sebagai anggota Dewan Penasihat Partai Golkar. Wiranto mundur. Pada 2006, kawan-kawan dekatnya membujuk Wiranto mendirikan partai. Di antara mereka terdapat Fuad Bawazier, Samuel Koto, Djafar Badjeber, juga sejumlah pensiunan perwira tinggi seperti Fachrul Razi, Subagyo H.S., Bernard Kent Sondakh, dan Chaerudin Ismail.
Wiranto memilih nama Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) untuk partainya. Ia pula yang dijadikan ketua sekaligus calon presiden. Targetnya dalam pemilihan umum legislatif: minimal peringkat lima dengan 15 persen suara. ”Kami membidik loyal voters yang memilih Pak Wiranto,” kata Fachrul Razi, Ketua Badan Pemenangan Pemilu Hanura.
Hanura memilih kampanye door to door. Agar efektif, strukturnya sampai ke bawah, dengan ujung tombak di tingkat RT. Setidaknya, sel organik yang dibuat mirip Golkar. ”Kami punya pengurus di 33 provinsi hingga 420 kecamatan,” kata Fuad Bawazier, Ketua Dewan Pimpinan Pusat. ”Cukup untuk mengembosi Golkar.”
Dalam hal membangun jejaring, Partai Gerindra juga agaknya tak kalah lincah. Jejaring partai malah sudah disiapkan jauh sebelum partai dideklarasikan. Adalah Hashim Djojohadikusumo, adik kandung Prabowo, yang menyodorkan nama Gerindra itu. Mengenai burung garuda sebagai lambang partai, ”Itu ide langsung Pak Prabowo,” kata Fadli Zon, Wakil Ketua Umum Gerindra.
Sadar sebagai ”debutan”, Gerindra mulai dari program pencitraan. Iklan disebar mewah meriah. Menurut taksiran AC Nielsen, pada periode Juli-Oktober 2008 saja, Gerindra membelanjakan Rp 8 miliar per bulan untuk beriklan. Hasilnya lumayan. Dalam hitungan bulan, popularitas Prabowo dan Gerindra membubung. Menurut Lembaga Survei Indonesia, pada September 2008, Prabowo merupakan kandidat keempat calon presiden populer setelah SBY, Megawati, dan Wiranto.
Sebagai pemikat tambahan, Prabowo menarik Halida Hatta, putri bungsu keluarga proklamator Mohammad Hatta. Direkrut juga sejumlah bekas anak buahnya di tentara, seperti Muchdi Pr, Glenny Kairupan, Slamet Kirbiantoro—semuanya mayor jenderal purnawirawan.
Tak kepalang tanggung, Prabowo bahkan merangkul sejumlah aktivis prodemokrasi semasa Orde Baru, yang pernah menjadi korban penculikan, seperti Pius Lustrilanang dan Haryanto Taslam. Prabowo juga mendekati sejumlah tokoh yang dianggap bisa mendulang suara, seperti Zainuddin MZ dan Permadi.
Gerindra juga menggalang anggota melalui kartu asuransi. Mengandeng satu perusahaan asuransi, mereka membayar anggotanya dengan premi selama dua tahun pertama. Hingga pekan lalu, Gerindra mengklaim anggotanya sudah 15 juta orang.
Sayap organisasi pun dikembangkan. Mulai dari Satria, atau Satuan Relawan Indonesia Raya, organisasi kepemudaan dan penanggulangan bencana, hingga Tidar atau Tunas Indonesia Raya. Masih ada beberapa organisasi pendukung, semisal Prabowo Fans Club atau Gerakan Rakyat Dukung Prabowo.
Meski begitu, pemekaran struktur ini sempat membuat bingung kalangan internal Gerindra. Badan pemenangan pemilu hingga ke tingkat daerah, misalnya, baru dibentuk pada Februari lalu. Silang pendapat tentang siapa yang memimpin badan pemenangan pemilu pun berhenti di Prabowo. Akhirnya, sang calon presiden sendiri yang memimpin, dengan ketua harian merangkap sekretaris jenderal Ahmad Muzani.
Partai Hanura
Nomor urut: 1
Berdiri: 21 Desember 2006
Ketua umum: Wiranto
Sekretaris: Yus Usman
Calon presiden: Wiranto
Jumlah caleg: 650 orang
Proyeksi Suara
Modal politik
Basis pemilih :Jawa (terutama Jawa Barat), Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, NTB, Bali
Jejaring suara :Eks Golkar, eks PAN, purnawirawan
Partai Gerindra
Nomor Urut : 5
Berdiri : 20 Februari 2008
Ketua Umum: Suhardi
Sekretaris: Ahmad Muzani
Calon Presiden: Prabowo Subianto
Jumlah caleg: 584 orang
Proyeksi Suara
Modal politik: Klaim 15 juta anggota
Basis pemilih:Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi
Jejaring suara:Organisasi tani dan nelayan, pesilat, menwa, eks birokrat, eks Golkar, PBR, PPP, PKB Gus Dur
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo