LALULINTAS di Jakarta masih semrawut. Bahkan Gubernur Ali
Sadikin pada penutupan pekan lalulintas, akhir Oktober yang
lalu, tak kurang menyebutkan bahwa keadaan lalulintas di Jakarta
masih brengsek. Dengan nada yang keras dia mengecam sementara
pemakai jalan yang egois. "Dikiranya jalan itu milik nenek
moyangnya", ucap Ali Sadikin. Tapi, apakah sikap seenaknya
pemakai jalan itu sudah dicari penyebabnya?
Untuk menyelusuri penyebabnya, tentu saja tak mudah. Pertengahan
bulan lalu sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan disiplin
lalulintas telah diadakan pekan pendidikan lalulintas. Hampir di
setiap persimpangan jalan bergantung spanduk-spanduk dengan
sponsor perusahaan perakitan mobil. Begitu pula di mobil-mobil,
terutama taksi, stiker-stiker bertempelan yang isinya menasihati
para supir agar lebih bijaksana dalam mengemudikan kendaraan.
Tapi apakah itu semua punya manfaat? Dalarn masa pekan
pendidikan lalulintas itu saja sudah kelihatan lebih semrawutnya
para pemakai jalan. Becak-becak yang selama ini tak boleh
beroperasi di daerah bebas becak pada jam-jam tertentu selama
hari-hari itu telah berlaku seenaknya. Di Menteng misalnya, jam
20.00 malam abang-abang becak sudah berani nongkrong di
simpang-simpang jalan di daerah terlarang. "Kesempatan oom, lagi
belum ada operasi pembersihan", ujar seorang abang beca yang
mangkal di depan bekas gedung wanita jalan Diponegoro.
Hangat-hangat
Begitu juga di tempat-tempat lain, bahkan di wilayah-wilayah
yang tak termasuk daerah protokol tapi ada bebas becak siang
hari mereka dengan nekadnya beroperasi. Hingga nyaris membuat
orang lupa bahwa daerah itu tergolong DBB. Dan seusainya pekan
pendidikan itu, keadaan masih tetap sama saja. Becak terus saja
berkeliaran tanpa mengindahkan aturan daerah bebas becak. Namun
menurut Kepala Dinas Penerangan Komdak Metro Jaya, Letkol Pol.
R.A. Tonang, kendornya tindakan polisi terhadap abang becak itu
bukan karena adanya pekan pendidikan. Meskipun selama pekan
pendidikan itu, razia memang ditiadakan.
Terus terang, kata Tonang, sebenarnya kita ini terserang
hangat-hangat tai ayam. Ini dikemukakannya sehubungan dengan
makin mengendornya pengawasan terhadap DBB itu. Sebenarnya sudah
ada perintah untuk terus mengadakan penertiban terhadap beca,
ujarnya. Namun kadangkala polisi terpaksa tidak bertindak. Hal
ini menurutnya karena sering terjadi bila ada pembersihan maka
supir becak melarikan diri dan meninggalkan becaknya begitu
saja. Rupanya supir becak itu supir pengganti. Dan ini tentu
saja punya risiko tambahan buat polisi yaitu keharusan membawa
becak yang ditinggal itu ke pos, sebagai barang bukti. Tak urung
kemudian Tonang sempat melayangkan keluhan para petugas,
"rendahnya hukuman yang dijatuhkan terhadap pelanggar itu
membuat para petugas enggan bertindak". Nah kalau begitu,
bagaimana?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini