Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Membagi-bagi Pelabuhan

Bali punya pelabuhan gilimanuk, buleleng, padangbai & benoa. masing-masing diberi fungsi khusus. padangbai tidak disetujui dipindahkan ke labuhan amuk, karena terlalu mahal. benoa dikeruk & diperbaiki.(dh)

27 November 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK awal 1975 silam, sudah ada suara yang mengusulkan adanya suatu pembagian fungsi buat pelabuhan-pelabuhan laut di Bali. Kecuali Gilimanuk yang tak disebut-sebut -- Gilimanuk dibiarkan berkembang seperti sekarang -- yang lainnya sudah direka-reka nasib hari kemudiannya. Bali sebelah utara punya pelabuhan Buleleng yang letaknya persis di kota Singaraja. Karena dianggap bikin kotor dan sumpek kota, pelabuhan itu dipindah jauh ke barat, di sebuah daerah yang kini hancur akibat gempa bernama Celukan Bawang. Penjajagan ke arah itu sudah disiapkan lama, jauh sebelum gempa. Pelabuhan Celukan Bawang ini nanti akan berfungsi sebagai pelabuhan ekspor, khususnya ternak. Hampir serupa di sebelah timur ada pelabuhan Padangbai, sebagai pintu utama menuju Lombok. Namun Pemda Bali terutama Kabupaten Karangasem mengusulkan agar pelabuhan ini dipindah lagi agak ke timur di sebuah tempat bernama Labuhan Amuk. Alasannya, selain panorama indah, lautnya lebih dalam, hingga kapal besar dapat berlabuh. Memang selama ini, kapal pesiar semacam Rasa Sayang, Prinsedam, Queen Elizabeth, berlabuh di perairan Labuhan Amuk, dan dengan tongkang turis didaratkan ke dermaga Padangbai. Kapal pesiar macam tadi memang tidak juga bisa mendarat di Benoa. Untuk itu Bupati Karangasem Anak Agung Gde Karang suka mondar-mandir Bali-Jakarta mengurus niatnya, agar Labuhan Amuk segera diproklamirkan sebagai pelabuhan wisata. Lalu pelabuhan Benoa di ujung selatan Baii, diapakan? Pelabuhan tertua dan tersibuk ini akan dijadikan khusus pelabuhan barang. Dengan demikian semua pelabuhan di Bali mengkhususkan diri: kalau kirim sapi ke Hongkong mesti lewat Celukan Bawang, kalau mendatangkan kayu kruing bongkar di Benoa, dan jika wisatawan datang lewat laut turunlah di Labuhan Amuk. Terlalu Mahal Tetapi, rencana setahun lewat, agaknya kini kembali mentah. Kelanjutan pekerjaan di Celukan Bawang memang tetap, tapi tak lagi disebut sebagai pelabuhan khusus untuk ekspor. Malah Bupati Buleleng Hartawan Mataram, sebelum gempa, mengharap turis lebih banyak datang via Celukan Bawang. Yang nampak sepi saja, adalah di Labuhan Amuk. Bupati Karangasem agaknya tak lagi mondar-mandir Bali-Jakarta. Setelah beberapa kali ditinjau orang pusat jawaban yang diperoleh tidak melegakan. "Biaya untuk itu terlalu mahal. Kalaupun ada biaya, lebih baik mengeruk Padangbai dan melengkapi dermaganya di pada membangun pelabuhan baru di Labuhan Amuk", begitu konon alasan orang pusat seperti yang disampaikan sumber TEMPO di Padangbai. Pelabuhan Padangbai sekarang, memang nampak semakin manis. Fasilitasnya bertambah. Semua itu karena adanya KM Lembar yang mondar-mandir di selat Lombok. Tapi pelabuhan ini tidak dikeruk. Yang dikeruk justru pelabuhan Benoa. "Tahun anggaran 1976/77 ini ada biaya Rp 70 juta untuk mengeruk Benoa, dan diharap 100.000 meter kubik lumpur diangkat hingga kedalaman pelabuhan 7 meter pada saat air laut surut", kata Martin Emor BA, Administrator Pelabuhan Benoa pada upacara selamatan kapal keruk "Marion" belum lama ini. Pekerjaan ini masih diteruskan tahun berikutnya dengan biaya lebih besar yakni Rp 140 juta. Pada saat kedalaman muara pelabuhan 8 meter pada saat air laut surut, maka pasti kapal turis semacam Rasa Sayang dengan panjang 175 meter bisa menurunkan turis di Benoa. Apakah ini berarti Benoa dikembangkan menjadi pelabuhan wisata? "Memang", ujar Martin Emor, "kenyataan demikian, wisatawan lebih cenderung berlabuh di Benoa karena dekat dengan obyek wisata dan hotel". Pengerukan pelabuhan Benoa oleh Kapal Keruk Marion akan berlangsung 3 bulan dirnulai Nopember ini. Paling lambat Pebruari tahun depan kapal pesiar yang besar tak perlu susah payah ke perairan Labuhan Amuk di selat Lombok, untuk menurunkan turisnya. Dan ini berarti Benoa semakin sibuk dan ramai. "Tapi bongkar muat barang di Benoa menurun dari tahun ke tahun", kata Martin Emor pada TEMPO. Dalam data yang disodorkan, memang barang yang dibongkar September 1976 berjumlah 48.966,07 ton padahal September 75 berjumlah 51.574 ton. Pemuatan barang September 1976 berjumlah 5.649,43 ton, September 1975, 14.270 ton. lni berarti Benoa berangsur-angsur pudar sebagai pelabuhan barang. Lalu jumlah kapal yang menurunkan wisatawan? "Selalu meningkat, dan jika kedalaman sudah normal akan lebih meningkat lagi turis masuk melalui Benoa", jawab Martin Emor pasti. Sayang penguasa pelabuhan di daerah wisata yang ramai ini tidak menyebut angka peningkatan itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus