Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Setoran Seret Penerimaan Negara

PENERIMAAN negara dari sektor minyak dan gas bumi serta pajak masih menjadi andalan utama pemerintah dalam membiayai anggaran pendapatan dan belanja negara. Sayangnya, penerimaan negara dari minyak dan gas bumi belum optimal. Mandeknya produksi emas hitam dan gas yang diakibatkan oleh minimnya investasi baru menjadi penyebab utama setoran dari sektor ini masih seret. Setali tiga uang dengan perpajakan. Rasio penerimaan pajak masih berkutat di angka 12 persen. Bila rasio pajak bisa menembus 14 persen, Indonesia mungkin tak perlu berutang lagi untuk membiayai anggaran negara.

12 Desember 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seribu Jurus Mendongkrak Pajak

Pemerintah disarankan memusatkan kinerjanya dalam mengejar para wajib pajak kelas kakap.


Rostikawati berkali-kali membaca berkas pajak di tangannya. Matanya awas, menyusuri poin demi poin yang harus diisi, memastikan tak ada yang terlewat. Selasa dua pekan lalu, perempuan 31 tahun itu mendatangi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dia hendak menyetor Rp 50 juta untuk membayar dua jenis pajak yang dikenakan terhadap penjual dan pembeli dalam setiap transaksi properti.

Rostikawati rajin membayar pajak yang dikutip dari transaksi jual-beli di kantor notaris tempatnya bekerja. Namun ia tidak pernah membayar pajak dirinya. “Saya tidak punya waktu membuat NPWP (nomor pokok wajib pajak). Lebih baik pegawai pajak yang menjemput bola,” katanya beralasan.

Rostikawati tak sendiri. Sejauh ini, rasio pembayaran pajak perorangan hanya sekitar 7,7 persen dari 110 juta pekerja aktif. Sedangkan wajib pajak badan usaha baru lebih menyedihkan, baru 3,6 persen dari total 12 juta badan usaha. “Tingkat kepatuhan wajib pajak masih sangat rendah,” ujar Menteri Keuangan Agus Martowardojo. Dan rendahnya kepatuhan ini menyebabkan rasio pajak Indonesia hanya 11-12 persen dari produk domestik bruto. Tahun depan, pemerintah memasang target lebih tinggi. Rasio pajak dipatok naik menjadi 12,72 persen.

Meski target rasio pajak sudah dikerek, angka ini masih lebih rendah dibanding negara-negara lain di Asia Tenggara, yang sudah melampaui 14 persen. Padahal pajak menjadi penopang ekonomi karena lebih dari dua pertiga pendapatan negara berasal dari sektor tersebut.

Hingga akhir tahun ini, pemerintah menargetkan penerimaan pajak Rp 878,685 triliun. Dari angka yang dipatok, realisasi penerimaan pajak hingga November lalu baru mencapai 77,6 persen. Dibandingkan dengan produk domestik bruto tahun ini, yang diperkirakan Rp 7.250,83 triliun, pendapatan dari sektor pajak masih tak sebanding.

Tahun depan, pemerintah memasang target lebih tinggi. Pemerintah bercita-cita mengantongi penerimaan dari sektor pajak sebesar Rp 1.032 triliun. Bermacam jurus pun telah disiapkan untuk menggenjot penerimaan pajak 2012, di antaranya sensus wajib pajak yang digelar serentak di seluruh penjuru Tanah Air.

Menteri Agus menyatakan sensus ditargetkan menjaring 1,5 juta wajib pajak baru dari badan usaha. Pelaksanaan akan difokuskan di sentra usaha, kawasan ekonomi, gedung perkantoran, dan kawasan permukiman elite. Dalam tiga tahun mendatang, pemerintah menargetkan lima juta badan usaha membayar pajak.

Selain melakukan sensus pajak nasional, pemerintah akan membenahi strategi penagihan untuk mencegah kebocoran pajak tahun depan. Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany mengakui kebocoran pajak masih tinggi. Salah satu penyebabnya adalah tingkat kepatuhan wajib pajak yang kian turun.

Untuk mendorong kepatuhan wajib pajak, pemerintah akan meningkatkan intensitas penagihan pajak. Bagi wajib pajak yang membandel, Fuad mengancam akan melakukan tindakan tegas, di antaranya melalui upaya paksa atau pencekalan. “Kami akan mendata para penunggak pajak,” katanya.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Dedi Rudaedi menyatakan pemerintah akan melakukan pendekatan teknologi untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, terutama pengusaha kena pajak. Salah satunya adalah penerapan e-SPT. Sistem elektronik penyerahan SPT (surat pemberitahuan) ini akan memudahkan petugas pajak mengawasi wajib pajak. Pengusaha pun tidak direpotkan lagi dengan pengisian SPT secara manual. “Kami akan membenahi dan mengembangkan kebijakan ini tahun depan,” ujarnya.

Untuk mencegah kebocoran penerimaan pajak, Fuad akan mendorong gerakan antikorupsi di direktorat yang dipimpinnya. Aparat penegak hukum diminta menyidik setiap pegawai pajak yang terindikasi melakukan korupsi. “Kami berkomitmen membersihkan oknum,” katanya.

Menurut pengamat perpajakan Universitas Indonesia, Darussalam, rendahnya rasio pajak Indonesia disebabkan oleh perbedaan definisi pajak dengan negara lain, terutama negara maju. “Di sana, pendapatan pajak daerah dan kontribusi jaminan sosial dimasukkan ke pendapatan pajak. Sedangkan negara kita tidak memasukkan dua jenis pajak tersebut,” ujarnya. Dan untuk meningkatkan pendapatan dari sektor pajak, ia menyarankan tiga hal: memastikan wajib pajak membayar pajak dengan benar, memperluas basis pajak, serta memperkuat data dan transaksi kekayaan wajib pajak.

Cara lain mengerek pendapatan dari sektor pajak adalah mendongkrak pendapatan dari sektor pertambangan. Menurut Dedi, institusinya sedang merancang nota kesepahaman dengan Bank Indonesia untuk mengatur transaksi keuangan pada perusahaan besar seperti pertambangan. Dari transaksi melalui perbankan, akan diperoleh taksiran nilai pajak yang lebih akurat.

Pemerintah juga akan menggandeng perusahaan survei untuk menghitung kewajiban pajak perusahaan tambang. Ini dilakukan karena otoritas pajak meyakini penerimaan pemerintah bisa jauh lebih besar daripada jumlah yang diperoleh saat ini. Sepanjang 2010, pendapatan pajak dari sektor ini mencapai Rp 50,03 triliun. Jumlah penerimaan negara bukan pajak adalah Rp 18,7 triliun dan dana pengembangan masyarakat Rp 1,14 triliun.

Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Kemal Azis Stamboel, mengatakan transaksi bisnis pertambangan sulit diperiksa karena banyak transaksi tambang dalam bentuk tunai. Untuk mengintip transaksi bisnis pertambangan, Kemal menyarankan pemerintah memeriksanya melalui letter of creditperbankan.

Kemal menyarankan pemerintah berfokus mengejar wajib pajak kakap ketimbang memungut setoran dari wajib pajak perorangan ataupun usaha kecil-menengah. “Agar tidak mengganggu rasa keadilan,” ujarnya.


Target dan Penerimaan Pajak 2006-2010
(Triliun Rupiah)
TargetPenerimaan
2006425,05409,20
2007492490,98
2008500658,70
2009577,38619,92
2010733,20723,30

Sumber: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara


Menagih Piutang Jumbo

Pemerintah terus mengejar tunggakan pajak jumbo yang nilainya mencapai Rp 71 triliun. “Piutang pajak itu akan kami kejar,” kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo.

Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Humas Pajak Dedi Rudaedi mengatakan sebagian piutang berasal dari 14 perusahaan minyak dan gas, seperti yang diungkapkan Komisi Pemberantasan Korupsi beberapa waktu lalu. Sebagian perusahaan tersebut telah membayar tunggakan pajak sebesar US$ 42 juta.

Tak hanya getol menagih piutang, pemerintah terus menyempitkan kemungkinan penghentian penyidikan kasus pajak. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189 Tahun 2011, yang dikeluarkan pada 23 November lalu. Peraturan itu intinya membuat penyidikan kasus pajak tidak bisa dihentikan begitu saja.

Menurut Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany, lembaganya tidak pernah menghapus piutang pajak badan usaha ataupun individu yang akan kedaluwarsa. “Jangan terlalu dibesar-besarkan. Sejak zaman saya, kami tidak pernah menghapus pajak,” ujar Fuad.

Bila para penunggak pajak tetap membandel, pemerintah mengancam akan mengumumkan nama mereka. Langkah ini diambil untuk memberi efek jera. Juga agar upaya penagihan piutang pajak menjadi efektif. Institusinya, menurut Dedi, pernah mengumumkan wajib pajak bandel pada 2003. Publikasi kali ini akan diikuti pemblokiran rekening dan paksa badan (gijzeling).

Untuk menyiasati aturan kerahasiaan data wajib pajak, Direktorat Jenderal Pajak tidak mengungkapkan besaran piutang mereka saat dipublikasikan. Cara ini ditempuh karena aparat terhalang Pasal 34 Undang-Undang Perpajakan, yang mengatur kerahasiaan identitas dan data lain ihwal wajib pajak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus