Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DARI keenam anak Soeharto, si bungsu Siti Hutami Endang Adiningsih-lah yang paling jarang disorot media. Berwajah Jawa, dengan rambut ikal, Mamiek—begitu ia biasa disapa—44 tahun, biasanya hanya tersenyum di belakang kakak-kakaknya saat mereka diwawancarai wartawan. Baru belakangan ia mulai disorot ketika mulai terjun dalam bisnis saat memperkenalkan Taman Buah Mekarsari yang dikelola perusahaannya, PT Unggul Mekar Sari.
Tapi seandainya Pak Harto tidak lengser pada 21 Mei 1998, akankah Mamiek tetap memelihara sikap low profile itu, terutama dalam bisnis?
Pertanyaan hipotesis yang mungkin tak pernah tebersit di benak banyak orang ini dijawab George Junus Aditjondro. ”Seandainya ayahnya tidak dipaksa turun takhta, perusahaan milik Mamiek rencananya akan mengimpor pesawat terbang Sukhoi 30K serta helikopter Mi-17 dari Rusia untuk keperluan Angkatan Udara,” tulis Aditjondro dalam artikelnya ”Suharto Has Gone, but the Regime Has Not Changed: Presidential Corruption in the Orde Baru”.
Nilainya, berdasar penelusuran Tempo, bukan picisan. Sebanyak 12 pesawat Sukhoi itu bernilai US$ 33 juta per pesawat. Sedangkan helikopter Mi-17 berharga US$ 4,5 juta. Saat itu bahkan negosiasi pembelian satu batalion rudal jarak sedang BUK M-1 dari Rusia sudah dimulai. Tim negosiasi dipimpin mantan Ketua Bappenas Ginandjar Kartasasmita. Rusia tak mau turunkan harga dari US$ 150 juta. Total pembayaran US$ 600 juta. Menurut majalah Panji Masyarakat, peran Mamiek lebih sebagai agen penjualan Rusia di sini. Tapi rencana jual-beli rudal ini rontok setelah badai krisis ekonomi bertiup mulai Juli 1997.
Rudal dan Mamiek? Bagi banyak orang, pasangan itu sungguh tak cocok. Publikasi yang tersiar, ibu satu putra dari perkawinannya dengan Pratikto Prayitno Singgih itu hanya berbisnis sesuai dengan latar belakang pendidikannya sebagai alumni Institut Pertanian Bogor. Saat bapaknya masih berkuasa, televisi kerap menyiarkan gambar Ibu Tien beserta para cucu diantar oleh Mamiek memetik buah di Taman Buah Mekar Sari, sebuah lokasi pengembangan riset botani sekaligus tempat rekreasi keluarga seluas 264 hektare di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat.
Tak banyak yang tahu bahwa perusahaan pengelola taman buah itu, PT Unggul Mekar Sari, hanyalah salah satu anak perusahaan dalam kelompok Manggala Krida Yudha, induk perusahaan Mamiek. Bisnis Manggala bukan buah, melainkan mengimpor suku cadang pesawat pengangkut militer C-130 Hercules dengan nilai US$ 15 juta. Masih belum percaya? Dengan bendera PT Dwipangga Sakti Prima, Mamiek juga mengimpor stimulator pesawat yang sama senilai US$ 30 juta. Harap diingat, semua bisnis ini terjadi sebelum 1998 ketika rupiah belum loyo seperti sekarang.
Si ragil Mamiek lahir pada 23 Agustus 1964 ketika ayahnya menjadi Panglima Komando Strategis Angkatan Darat. Ia lahir dalam keadaan sungsang. Pada umur 13 bulan, ketika sedang belajar berjalan, Mamiek kecil tertatih-tatih mengejar kakaknya, Tommy, saat itu 4 tahun, yang berlari mencari perlindungan pada ibunya di dapur. Kaget oleh kedatangan Tommy yang tiba-tiba, sepanci sup daging rusa yang masih panas di tangan Ibu Tien tumpah mengguyur Tommy. Insiden yang terjadi empat hari sebelum meletusnya G30S/PKI itu membuat Tommy dirawat di RSPAD.
Setelah Soeharto lengser dari jabatan pada 1998, Mamiek berurusan dengan pengadilan. Pada 18 Desember 2000, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diketuai Asep Iwan Irawan memutuskan Mamiek bersalah karena tidak melaporkan hilangnya pistol merek NAA kaliber 22 milimeter yang dimilikinya. Anak bungsu itu dijatuhi hukuman kurungan badan 10 hari dengan masa percobaan 30 hari. Ia diwajibkan membayar biaya perkara Rp 1.000. Tapi, karena selama 30 hari itu Mamiek tak melakukan tindak pidana apa pun, ia urung masuk hotel prodeo.
Juan Felix Tompubolon, pengacara keluarga Soeharto, mengatakan tak benar Manggala Krida Yudha terlibat bisnis peralatan militer. ”Data yang diungkap itu keliru,” ujarnya. Mengenai pistol, menurut Juan, memang saat itu ada pemeriksaan, Mamiek lupa menaruh pistolnya. Setelah minta waktu untuk mencari, senjata api tersebut ditemukan berikut surat-suratnya. ”Bentuk pistolnya kecil. Ketelingsut karena waktu itu beliau sedang pindah rumah.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo