Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Terlatih untuk Memitigasi Bencana

Warga di Mentawai terbiasa bersiaga menghadapi gempa bumi dan ancaman tsunami. Membangun pondok dan mendengarkan radio.

26 April 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Rumah Semi Permanen yang dibuat oleh masyarakat di daerah tinggi yang dimanfaatkan sebagai tempat pengungsian di Desa Sikalabuan, Kecamatan Siberut Utara. Tempo/Fachri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Saat lindu terjadi, warga Mentawai segera berlari ke pondok yang terletak di dataran tinggi tak jauh dari kediaman mereka.

  • Pondok seluas 7 x 5 meter yang dapat menampung 10 orang itu dibangun pada 2015.

  • Badan Nasional Penanggulangan Bencana mendata dua rumah warga rusak.

BAMBANG Sagurung dan anggota keluarganya bergegas mengevakuasi diri tatkala gempa berkekuatan magnitudo 6,9 mengguncang Kepulauan Mentawai pada Selasa dinihari, 25 April lalu. Saat lindu terjadi pada dinihari itu, dia bersama anggota keluarganya segera berlari ke pondok yang terletak di dataran tinggi tak jauh dari kediamannya. Bangunan itu digunakan sebagai tempat evakuasi dan mengungsi ketika Mentawai kembali dilanda bencana gempa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Pondok itu dibangun pada 2015. Semua berawal dari gempa Nias,” ujar Bambang kepada Tempo pada Selasa, 25 April 2023. Selama mengungsi akibat gempa, dia menuturkan, lahan di sekitar pondok pun dimanfaatkan masyarakat untuk bercocok tanam. “Ditanam umbi-umbian untuk logistik saat kami mengungsi.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bambang bersama masyarakat Desa Sikalabuan, Siberut Utara, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, tampaknya telah banyak belajar memitigasi bencana. Sikap cepat tanggap itu didapat dari pengalaman-pengalaman sebelumnya saat menghadapi bencana alam, seperti gempa bumi dan potensi tsunami.

Dia menjelaskan, bangunan berbentuk pondok seluas 4 x 5 meter itu dapat menampung 7-10 orang. Bangunan dengan material yang didominasi kayu itu menjadi tempat bagi masyarakat Desa Sikalabuan mengungsi dari kediaman mereka yang berada di wilayah rawan potensi bencana. “Pondok seperti itu ada di lima dusun, seperti di Muara, Nangnang, Puran, Pokai, dan Bose. Pondok itu khusus untuk mengungsi,” ucap Bambang.

Gempa bumi terjadi di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, pada 25 April lalu, sekitar pukul 03.00 WIB dinihari. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat pusat gempa berada di koordinat 0,94 Lintang Selatan-98,38 Bujur Timur atau 177 kilometer barat laut Kepulauan Mentawai dengan kekuatan 6,9 magnitudo dan kedalaman 23 kilometer di bawah permukaan laut.

Warga di rumah semi permanen yang dibuat oleh masyarakat di daerah tinggi yang dimanfaatkan sebagai tempat pengungsian di Desa Sikalabuan, Kecamatan Siberut Utara. Dok Warga

Gempa dirasakan hingga ke sejumlah kawasan, seperti Pulau Siberut, Mentawai, Pasaman Barat, Padang Pariaman, Agam, Padang Panjang, Pesisir Selatan, Limapuluhkota, Solok Selatan, Solok, Bukittinggi, Sumatera Barat, hingga Labuhan Batu dan Padang Sidempuan, Sumatera Utara.

Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Abdul Muhari, mengatakan gempa mengakibatkan dua rumah warga di Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Nias Selatan, Sumatera Utara, rusak. Berdasarkan perkembangan hingga pukul 17.35 WIB, kata Abdul Muhari, tercatat satu rumah rusak ringan di Desa Simalegi, Siberut Barat, Kepulauan Mentawai. Satu rumah rusak lainnya teridentifikasi di Desa Hili Anombase, Kecamatan Hibala, Nias Selatan “Beruntung sampai saat ini tidak ditemukan adanya laporan mengenai korban jiwa,” ujarnya.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kepulauan Mentawai, Abdul Muhari menjelaskan, sebanyak 2.049 keluarga atau 8.137 warga tinggal di tenda pengungsian. Jumlah itu tersebar di beberapa wilayah, antara lain di tiga desa di Kecamatan Siberut Barat dan satu desa di Kecamatan Siberut Utara. Rincian jumlah warga yang mengungsi di Kecamatan Siberut Barat adalah di Desa Simatalu sebanyak 210 keluarga atau 951 jiwa, Desa Simalegi 497 kepala keluarga atau 2.194 jiwa, dan di Desa Sigapokna sebanyak 599 keluarga atau 2.443 jiwa. Adapun di Siberut Utara, sebanyak 743 keluarga atau 2.549 jiwa mengungsi di Desa Sikabaluan. “Kondisi jaringan listrik di Mentawai dilaporkan padam. BPBD setempat juga masih mendata dampak gempa.”

Pengungsian warga Desa Sigapokna Kecamatan Siberut Barat, Kabupaten Kepulauan Mentawai. Dok BNPB

Peneliti dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Nuraini Rahma Hanifa, dalam risetnya perihal gempa bumi di Mentawai, menyatakan masyarakat Mentawai sebetulnya menganggap gempa bumi suatu berkah. Sebab, setelah gempa bumi, ikan akan berlimpah datang dan buah-buahan akan panen. Hal ini terjadi sebelum ada tsunami Mentawai pada 2010. “Gempa bumi bukanlah hal yang ditakutkan masyarakat di Desa Simalegi. Bahkan, setelah terjadi tsunami Aceh pun, masyarakat juga tidak takut terhadap gempa,” ujar Nuraini.

Menurut dia, masyarakat mulai takut saat terjadi tsunami di Sikakap, Mentawai, pada 2010. Sejak tsunami di Sikakap, apabila terjadi gempa bumi, sebagian masyarakat langsung lari mengevakuasi diri, meskipun saat itu belum ada tempat yang dijadikan posko evakuasi.

Tidak lama setelah tsunami, kata Nuraini, diadakan sosialisasi oleh Arbiter Smart Bund (ASB), organisasi yang berfokus pada upaya kesiapsiagaan masyarakat Mentawai menghadapi bencana. Sosialisasi itu digelar pada 2012 dengan tema "Penyelamatan dari Gempa Bumi dan Tsunami". Sejak saat itu, keyakinan masyarakat akan "tidak takut gempa bumi" mulai pudar.

Nuraini mengatakan masyarakat di Mentawai umumnya tinggal berdekatan dengan keluarga besarnya. Kehidupan masyarakat adalah berladang. Lokasi yang berdekatan itu, menurut Nuraini, memudahkan evakuasi apabila terjadi bencana. “Anak-anak diharapkan bisa diselamatkan oleh keluarga besar lainnya,” ujarnya.

Kebiasaan warga Mentawai mendengarkan musik melalui alat elektronik, kata Nuraini, juga mempermudah diseminasi pemberitahuan bencana melalui radio. Menurut dia, pemerintah daerah Mentawai pernah disarankan memperluas jaringan radio sampai ke Desa Simalegi. Meskipun tidak semua warga memiliki radio, kata dia, setidaknya dari 10 rumah dalam kawasan atau blok terdekat, ada yang memiliki radio.

ANDI ADAM FATURAHMAN | FACHRI HAMZAH (PADANG)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus