Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SAAT Konser Gue 2 di Senayan, Jakarta Pusat, pada Sabtu dua pekan lalu, banyak orang berbaju dan bercelana hitam membentuk barikade di jalur yang akan dilalui Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat naik panggung. Pasangan calon Gubernur Jakarta ini menggelar kampanye yang dimeriahkan banyak artis Ibu Kota.
Pasukan hitam-hitam itu adalah Brigade Beringin yang dibentuk Partai Golkar Jakarta. Dalam pemilihan ini, Golkar menjadi pengusung Ahok dan Djarot bersama PDI Perjuangan, Partai Hanura, dan NasDem. "Kehadiran mereka di Senayan sebagai uji coba pengawalan," kata Yorrys Raweyai, Ketua Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Golkar, pekan lalu.
Menurut Yorrys, Brigade beranggotakan 215 kader Golkar dari tiap kelurahan di Jakarta. Dibentuk dua pekan lalu, pasukan ini digembleng di Pusat Pendidikan Brigade Mobil Kepolisian RI di Cikeas, Jawa Barat. Selain latihan fisik dan baris-berbaris, anggota Brigade berlatih mengendarai sepeda motor trail. "Mereka juga kami latih kontra-intelijen," ujar Yorrys.
Tugas mereka sebagai Satuan Pengamanan Golkar. Dalam pemilihan Gubernur Jakarta kali ini, anggota Brigade akan disebar untuk memantau pencoblosan di beberapa tempat pemungutan suara. "Mereka bertugas memantau potensi kecurangan," kata Fayakhun Andriadi, Ketua Golkar Jakarta.
Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo menyumbangkan 12 sepeda motor trail. Juga ada dua mobil Toyota Fortuner sebagai kendaraan komando dan alat komunikasi walkie-talkie.
Yorrys merasa perlu membentuk pasukan itu karena sedang percaya diri bahwa Ahok menang satu putaran dalam pemilihan Rabu pekan ini. Ia mengatakan Brigade akan menjaga suara Ahok agar tak hilang.
Sejumlah survei menunjukkan elektabilitas Ahok naik kembali hingga di atas 30 persen setelah terjun bebas ke 20 persen sejak digoyang isu penistaan agama. Dalam survei Kompas pada 28 Januari-4 Februari 2017, elektabilitas Ahok-Djarot sebesar 36,2 persen. Angka ini jauh mengungguli pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, sebesar 28,5 persen, dan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, yang hanya 28,2 persen.
Versi Populi Center, lembaga survei yang menempatkan anggota staf khusus Basuki, Sunny Tanuwidjaja, sebagai penasihat, pada awal Februari lalu menghasilkan elektabilitas Ahok tembus 40 persen. Sedangkan menurut survei Indikator Indonesia, Ahok juga berada di posisi teratas dengan angka 39,04 persen, disusul Anies, 35,36 persen, dan Agus Harimurti, 19,45 persen. "Kami optimistis menang satu putaran," ujar Yorrys.
Golkar juga menggandeng Cyrus Network, lembaga survei yang sejak awal mendukung Ahok, untuk melatih 13.023 saksi, sesuai dengan jumlah tempat pemungutan suara. Kader-kader Golkar akan menyebarkan pamflet kampanye yang dibuat Cyrus ke rumah-rumah. "Pendekatan kami door to door," kata Fayakhun.
Partai pendukung Basuki-Djarot yang lain juga berbagi peran. PDI Perjuangan mendapat jatah menjadi saksi resmi di TPS. Golkar, NasDem, dan Hanura bertugas sebagai saksi luar. Menurut Charles Honoris, politikus PDI Perjuangan, biaya saksi adalah pengeluaran paling besar. "Honor tiap saksi Rp 200 ribu, kalikan dengan jumlah TPS," ujarnya.
Honor saksi ini, kata Charles, bersumber dari partai, bukan bagian dari Rp 60,1 miliar dana kampanye Basuki. Uang yang dikumpulkan Ahok itu dialokasikan untuk kegiatan Ahok dan Djarot selama kampanye. Fayakhun tak bersedia menyebut honor saksi yang dikeluarkan Golkar.
Kelompok pemilih yang digarap tim Ahok-Djarot adalah kalangan nahdliyin. Tim mengandalkan jaringan Djan Faridz, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, yang pernah menjadi Ketua NU Jakarta. Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nusron Wahid membentuk organisasi Relawan Nusantara (RelaNU), yang mengklaim telah menggelar pelatihan di 7.600 rukun tetangga.
Saat Ahok menyerang dan dianggap menghina Ketua Majelis Ulama Indonesia dari NU, Ma'ruf Amin, Djan turun tangan dengan menggelar doa bersama pengikut NU di rumahnya di Menteng. Djan mempromosikan Ahok sebagai pejabat nonmuslim yang memperhatikan umat Islam. "Jadi Ibu-ibu cukup ikuti saya pilih beliau," ujarnya.
Acara yang dihadiri Ahok ini diprotes pengurus Nahdlatul Ulama DKI Jakarta karena dianggap mencatut lembaga tersebut. Sekretaris tim pemenangan Ahok-Djarot, Tubagus Ace Hasan Syadzily, mengatakan istigasah tak mengatasnamakan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. "Memang dipersiapkan hanya dalam hitungan hari," kata Ace.
Tak mencari dukungan lewat jalur partai politik, tim Ahok-Djarot juga memanfaatkan relawan dan pesohor. Menurut Charles, para pesohor dunia hiburan digalang penata panggung Jay Subiakto dan band Slank. Maka dalam Konser Gue 2 di Senayan, kampanye Ahok dihadiri banyak penyanyi dan pesohor.
Dengan antusiasme pendukung Ahok itu, Yorrys cemas suara mereka gembos saat pencoblosan karena pendukung mereka tak datang ke tempat pemungutan suara. Brigade Beringin, kata dia, dibentuk untuk membangkitkan keberanian pemilih datang mencoblos.
Pada pekan terakhir kampanye pemilihan gubernur, Jakarta makin semarak dengan umbul-umbul. PDI Perjuangan memasang pelbagai atribut partai dan spanduk bergambar Ahok-Djarot di sejumlah wilayah yang menjadi basis pendukung Anies Baswedan dan Agus Harimurti. "Ini perintah langsung Ibu Ketua," ujar Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan Bambang Wuryanto menyebut Megawati Soekarnoputri.
Dalam rapat PDI Perjuangan pada 6 Januari lalu, Megawati meminta kader-kadernya bekerja memenangkan Ahok-Djarot. Perintah itu ia ulang dalam rapat partai pada Jumat dua pekan lalu. Megawati ingin Ahok-Djarot menang satu putaran. Kader, kata Bambang, menerjemahkan perintah itu dengan memasang atribut Ahok-Djarot.
Di Tanah Abang, Rawa Belong, Palmerah, hingga Petamburan, spanduk Ahok-Djarot berkibar menandingi poster Agus dan Anies. Sejak pekan lalu, di Jalan Kemandoran VIII, Jakarta Barat, spanduk besar bertulisan "Kerja Nyata" berdampingan dengan spanduk bertulisan "Warga Muslim Haram Pilih Pemimpin Kafir".
Menurut Bambang, sebagian besar pemilih Ahok ada di Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Kepulauan Seribu. Saat pemilihan Gubernur Jakarta pada 2012, Joko Widodo-Ahok menang telak di delapan kecamatan di Jakarta Barat. Bambang mengakui wilayah yang relatif berat digarap untuk memilih Ahok adalah Jakarta Timur. "Koja, Cijantung, Cilincing agak berat," ujarnya.
Untuk mengawal suara, PDI Perjuangan menerjunkan 108 anggota DPR serta 28 anggota DPRD DKI Jakarta dan pengurus PDI Perjuangan DKI Jakarta. Untuk menambal kekurangan, Bambang memboyong 21 kader Pandu Juang Jawa Tengah dan 21 kader PDI Perjuangan Kota Surabaya.
Seorang politikus PDI Perjuangan menuturkan, mereka diminta siap berhadapan secara fisik dengan pendukung pasangan lain yang menghalangi pemenangan Ahok. Mereka berkaca pada pengalaman pengeroyokan terhadap kader PDI Perjuangan, Widodo, di Jelambar pada awal Januari lalu. Menurut politikus ini, mereka tak ingin dianggap takut oleh pendukung pasangan lain. "Kalau mau berkelahi, kami siap," katanya.
Karena itu, PDI Perjuangan membentuk tim reaksi cepat yang bertugas mengantisipasi benturan fisik antar-pendukung calon gubernur di berbagai wilayah. Tim ini dipimpin anggota DPRD DKI Jakarta, William Yani, anak eks Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jacob Nuwa Wea. Charles Honoris tertawa saat dimintai konfirmasi tentang tim ini dan tugasnya. "Ah, lu malah sudah tahu," ujarnya.
Ketua Pemenangan Pemilu PDI Perjuangan Jakarta Gembong Warsono menampik kabar bahwa tim reaksi cepat ditugasi untuk berkelahi secara fisik. "Kami cuma ingin memberi spirit, untuk menaikkan adrenalin kader dalam mengawal pemilihan gubernur," katanya.
Golkar juga bersiap terhadap kemungkinan itu. Brigade Mobil melatih bela diri anggota Brigade Beringin. Saat kunjungan petinggi Golkar ke tempat latihan, seorang kader menunjukkan kemampuannya setelah berlatih selama dua pekan. Ia menjatuhkan lawannya di depan Yorrys dan Fayakhun.
Wayan Agus Purnomo | Dini Teja | Danang Firmanto | Devy Ernis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo