Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah menurunkan harga tes PCR tapi meluaskan jangkauannya.
Berdalih menekan angka penularan Covid-19 menjelang libur Natal dan Tahun Baru 2022.
Politikus dan pengusaha kakap yang memiliki bisnis PCR untung besar. Siapa saja mereka?
BELASAN mobil bergantian masuk-keluar area laboratorium Genomik Solidaritas Indonesia (GSI Lab) di Cilandak, Jakarta Selatan, pada Sabtu siang, 30 Oktober lalu. Di antara kendaraan itu, sesekali terselip pejalan kaki dan pengendara sepeda motor. Hari itu mereka antre mengikuti tes Covid-19 berupa uji usap antigen ataupun tes reaksi berantai polimerase (PCR).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hendi Endriana, pegawai swasta di Jakarta Selatan, juga menanti giliran menjalani tes PCR di GSI Lab. “Saya cukup rutin tes PCR di sini karena sering menerima tamu di kantor,” kata Hendi, yang membayar biaya tes Rp 275 ribu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Didirikan pada April 2020, GSI Lab merupakan unit bisnis di bawah PT Genomik Solidaritas Indonesia. Di situsnya, GSI Lab yang memiliki lima cabang di Jakarta dan sekitarnya menyatakan telah mengadakan lebih dari 700 ribu tes PCR. Dalam akta Genomik tercatat, para pendiri menyetorkan modal sejumlah Rp 2,969 miliar, ekuivalen dengan 2.969 lembar saham.
Sebanyak 242 lembar atau setara dengan Rp 242 juta dipegang oleh dua perusahaan yang terafiliasi dengan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, yaitu PT Toba Sejahtra dan PT Toba Bumi Energi. Pemilik lain adalah Yayasan Adaro Bangun Energi, yang tercatat memiliki 485 lembar saham.
Yayasan Adaro merupakan organisasi nirlaba di bawah PT Adaro Energy Tbk, yang bergerak di bidang pertambangan. Di Adaro, Garibaldi Thohir—kakak Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir—duduk sebagai presiden direktur dan mengantongi 6,18 persen saham.
Boy—panggilan Garibaldi—mengklaim Adaro berpartisipasi dalam penanganan pandemi sejak wabah Covid-19 muncul pada Maret 2020. Ia menyebutkan Adaro tak berniat mencari keuntungan dan ingin memudahkan masyarakat memperoleh layanan tes usap berbasis PCR. “Adaro berpartisipasi melalui yayasan,” ujar Boy.
Eksekutif Yayasan Adaro, Okty Damayanti, mengatakan kerja sama dengan sejumlah yayasan dan perusahaan bertujuan menyediakan tes PCR yang terjangkau. Dalam jawaban tertulis yang dikirimkan melalui Kepala Divisi Komunikasi Korporat Febriati Nadira, Okty menyatakan GSI telah menggelar 5.000 tes PCR gratis untuk masyarakat miskin dan petugas garda terdepan.
Pemegang saham mayoritas Genomik adalah Yayasan Indika untuk Indonesia. Yayasan milik PT Indika Energy Tbk ini menguasai 932 lembar saham senilai Rp 932 juta. Chief Financial Officer Indika Energy Retina Rosabai didapuk menjadi Komisaris Utama Genomik, Adapun portofolio bisnis Indika didominasi sektor energi.
Sejak April 2016, Indika Energy dipimpin Arsjad Rasjid, yang kini menjabat Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia. Dalam laporan tahunan perusahaan pada 2020, ia tercatat menguasai 0,02 saham perseroan. Dokumen itu juga menyatakan bahwa Genomik merupakan entitas anak dari Yayasan Indika.
Dokumen perusahaan yang sama menerangkan bahwa Genomik membukukan pendapatan pada 2020 sebesar US$ 232.454 atau setara dengan Rp 3,29 miliar. Padahal GSI Lab baru beroperasi pada Agustus tahun lalu. Arsjad tak membalas konfirmasi mengenai investasi Indika di Genomik. “Mohon maaf sedang kunjungan kerja ke Inggris,” tutur Arsjad melalui pesan WhatsApp.
Pemilik lain Genomik terlacak melalui investasi Yayasan Northstar Bhakti Persada. Berdasarkan akta, Patrick Sugito Walujo dan Glenn Timothy Sugita menjadi pendiri dan pembina yayasan itu. Keduanya berkongsi membentuk firma investasi di Singapura, Northstar Group. Yayasan Northstar membenamkan modal Rp 242 juta sehingga menguasai 242 lembar saham Genomik.
Pada Jumat, 29 Oktober lalu, Patrick menjelaskan bahwa Northstar masuk ke Genomik karena ingin meningkatkan kualitas dan kapasitas tes diagnosis virus corona. Menurut dia, Indonesia mengalami kekurangan infrastruktur tes PCR saat pandemi Covid-19 merebak. Patrick mengklaim partisipasi Northstar di Genomik adalah kegiatan sosial dan bukan komersial.
Communication and Social Initiative Lead GSI Lab Kezia Morla membenarkan jika perusahaannya disebut didirikan oleh beberapa yayasan. Menurut dia, laboratorium tes usap itu merupakan bentuk kewirausahaan sosial yang berkomitmen menggunakan kembali sebagian pendapatan untuk tujuan sosial.
“Kami menawarkan kepada perusahaan dan individu untuk berkolaborasi melakukan tes PCR gratis kepada masyarakat,” kata Kezia melalui jawaban tertulis yang dikirimkan lewat surat elektronik.
Pemilik jaringan klinik tes usap lain juga bertalian dengan politikus. Salah satunya PT Inti Bios Persada Sejahtera, yang mengoperasikan laboratorium tes PCR dengan bendera Intibios Lab & Klinik. Di situs resmi klinik, bekas Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita, disebut sebagai pendiri perusahaan.
Jejak kader Partai NasDem itu terang di dokumen perusahaan. Berdasarkan akta, Intibios dibentuk dengan modal awal Rp 5 miliar. Ada sejumlah pihak dan perseroan yang membandari Intibios. Yang terbesar, PT Anugerah Perkasa Investama, dengan modal Rp 3,2 miliar. Di perusahaan itu, anak Enggartiasto, Rinaldy Ananda, ditetapkan sebagai komisaris.
Pengusaha ekspor-impor Sumadi Seng juga terlibat dalam perusahaan. Ia menjabat Komisaris Utama Intibios. Pada 2018, Tempo menurunkan laporan mengenai dugaan kejanggalan transaksi keuangan di rekening Sumadi senilai Rp 1,5 triliun. Duit itu ditengarai dibagikan kepada pejabat Bea-Cukai, polisi, dan aparat penegak hukum lain.
Baca: Setoran Mencurigakan Taipan Pelabuhan
Sumadi dan Enggartiasto terpotret berdampingan saat mengunjungi pusat logistik berikat Cikarang Dry Port, Jawa Barat. Taipan kelahiran Indragiri, Riau, itu tak merespons permintaan wawancara Tempo. Dalam sejumlah acara penyerahan bantuan bahan pokok selama pagebluk corona, Sumadi menyatakan pandemi bisa dilalui jika banyak pihak bergotong-royong.
Enggartiasto hanya merespons permohonan wawancara dari Tempo dengan mengirimkan siaran pers mengenai kesiapan Intibios menerapkan banderol baru tes PCR pada Kamis, 28 Oktober lalu. Namun ia tak lagi menjawab pertanyaan tentang posisi dan alasan terjun ke bisnis tes usap.
Direktur Utama Intibios Rio Abdurrachman Podungge mengungkapkan Intibios dicetuskan oleh para dokter. Menurut dia, Enggartiasto hanya menyarankan untuk membuka cabang laboratorium dan klinik tes PCR di berbagai daerah. “Bisnis kami tak ada kaitan dengan partai politik karena murni urusan profesional dan demi kemanusiaan saja,” ujar Rio.
Beroperasi sejak Agustus 2020, Intibios mengendalikan 62 laboratorium di 16 kota di Jawa dan Sumatera. Rio menyatakan Intibios mematuhi harga tes PCR yang ditetapkan oleh pemerintah, Rp 275 ribu. Dengan harga itu, Intibios tak bisa mengandalkan uji usap sebagai satu-satunya layanan. Rio berencana membuka laboratorium pemeriksaan medis umum dan tes serologi.
Suasana pelayan tes PCR dan Antigen Covid 19 Bumame Farmasi di kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta, 28 Oktober 2021. TEMPO/Tony Hartawan
Kader Partai NasDem lain yang juga berbisnis tes usap adalah Lusyani Suwandi, calon legislator pada Pemilihan Umum 2019 dari daerah pemilihan Bangka Belitung. Ia menjabat Direktur PT Hamera Sarana Indonesia, yang mengendalikan Hamera Laboratorium di Cilincing, Jakarta Utara. Lusyani membenamkan modal Rp 9,9 miliar dan menguasai 99 persen saham perseroan.
Lusyani membenarkan bila disebut sebagai pemegang saham mayoritas Hamera. Sebagai pemilik saham, ia mengaku berupaya mencari untung agar bisnisnya tetap eksis. Namun turunnya harga PCR berpotensi membuat perusahaannya rugi. “Tapi kami berharap turunnya harga membuat warga lebih mampu mengakses tes Covid-19,” ucapnya.
Selain itu, ada PT Budimanmaju Megah Farmasi, yang sejak 2020 mengoperasikan jaringan laboratorium tes PCR dengan bendera Bumame Farmasi. Perusahaan itu kini mengelola 39 lokasi PCR di Jakarta dan sekitarnya, Bandung, Surabaya, dan Palembang. Mayoritas saham PT Budimanmaju dikempit PT Bumame Jakarta Indonesia.
Akta pendirian PT Bumame menerangkan pemegang saham mayoritas adalah pengusaha Jack Budiman. Nama Jack pernah disebut dalam kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP pada 2012. Waktu itu, pengusaha Paulus Tannos berkonflik dengan putra Tomy Winata, Andi Winata. Paulus, yang telah ditetapkan sebagai tersangka, sampai sekarang masih menjadi buron di Singapura.
Masalah itu membuat Tomy turun tangan. Menurut Tomy, Paulus meminta dia menengahi konflik dengan Andi. Ia pun menemui Paulus di Hotel Conrad, Bangkok, dan Hotel Borobudur, Jakarta. “Dia minta tolong kepada saya untuk menengahi persoalannya, melalui Jack Budiman,” katanya. Jack adalah teman kongsi Paulus yang juga dekat dengan Tomy.
Permohonan wawancara Tempo yang dikirimkan melalui layanan kontak situs resmi Bumame Farmasi tak berbalas hingga Sabtu, 30 Oktober lalu. Dalam sejumlah kesempatan, Direktur Utama Bumame Farmasi James Wihardja mengatakan layanan tes PCR yang disediakan perusahaannya bertujuan memudahkan masyarakat memeriksakan diri.
“Layanan kami diharapkan memberi rasa aman dan nyaman kepada masyarakat,” ujar James saat meresmikan pos tes PCR di Pantai Indah Kapuk, Jakarta, pada April lalu.
HUSSEIN ABRI DONGORAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo