Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBAGAI pengusaha, Siti Hartati Murdaya dikenal dekat dengan lingkaran kekuasaan. Pusaran itu menjadi "sandarannya" bila tersandung persoalan. Bos Central Murdaya Group ini, misalnya, pernah mengirim surat ke Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi agar izin hak pengusahaan hutan PT Intracawood Manufacturing, salah satu perusahaannya, tidak dicabut.
Pada akhir Maret lalu, sepucuk surat juga dilayangkan Hartati ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dengan tembusan buat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia kesal karena kontainer sepatunya disita aparat Bea dan Cukai. PT Nagasakti Paramashoes Industry, perusahaannya, ditengarai melakukan penyelundupan di kawasan berikat.
Hartati meradang. "Pemerintah seharusnya berterima kasih karena saya sudah menciptakan lapangan kerja," katanya kepada Yandhrie Arvian dan Heri Susanto dari Tempo, dalam dua kesempatan terpisah, pekan lalu. Berikut petikannya:
Kenapa kontainer keluar dari kawasan berikat tanpa izin?
Itu penyimpangan yang dilakukan oleh karyawan. Karena itu saya melapor ke polisi agar dilakukan penyelidikan. Setelah tertangkap, kontainer dikembalikan ke pabrik. Maksud polisi supaya surat-surat diselesaikan, karena sepatu harus diekspor.
(Kepolisian Resor Tangerang dan Kepolisian Sektor Tigaraksa, Tangerang, mengaku tidak pernah menerima laporan dari Hartati ataupun Nagasakti soal pencurian, juga tidak ada permintaan untuk memeriksa karyawan Nagasakti-Red.)
Lalu?
Ada pahlawan kesiangan. Segerombolan orang mengaku dari Bea dan Cukai mengambil paksa kontainer. Padahal kontainer harus dibawa ke Tanjung Priok untuk diekspor. Lalu Bea dan Cukai membesar-besarkannya sebagai penyelundupan.
Tapi kenapa ada puluhan ribu sepatu ditimbun di gudang di luar pabrik?
Itu sepatu tua, sudah rusak dan tidak ada nilainya. Karyawan tidak pernah lapor ke saya kalau sepatu itu dipindahkan ke gudang di luar pabrik. Saya baru tahu setelah persoalan ini mencuat. Tapi Bea dan Cukai menuduh itu penyelundupan.
Anda protes?
Ya. Saya minta waktu bertemu dengan Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi, tak lama setelah kontainer disita. Saya jelaskan persoalannya dan minta kontainer dilepas.
Apa tanggapan Dirjen Bea dan Cukai?
Dia malah mengomel dan menyalahkan saya karena tidak bisa mengawasi karyawan. Saya tidak bisa pegang semuanya satu per satu. Dia bilang, salah sendiri punya banyak perusahaan. Saya merasa terhina. Emangnya saya maling. Lihat jejak rekam saya. Selalu tertib bayar pajak dan mendapat penghargaan.
Apa yang Anda lakukan setelah itu?
Saya jengkel. Kata Dirjen Bea dan Cukai, yang bisa memerintahkannya hanya Menteri Keuangan dan Presiden. Akhirnya saya kirim surat ke Menteri Keuangan dan saya tembuskan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Biar tahu kerja anak buahnya seperti apa.
Apa isi surat tersebut?
Saya jelaskan kronologinya. Saya juga meminta pemerintah jangan salah langkah karena akibatnya bisa fatal. Ekspor saya per bulan satu juta pasang sepatu. Nilainya US$ 10-15 juta (Rp 88 miliar hingga Rp 132 miliar). Empat belas ribu karyawan bisa kehilangan nafkah kalau perusahaan kolaps. Pemasukan buat pemerintah juga bisa terhenti. Bea dan Cukai jangan pakai kaca mata kuda.
Kekhawatiran Anda sampai ke sana?
Yonex sudah membatalkan semua kontraknya. Untung, itu merek kecil. Kalau Nike yang membatalkan pesanan, bagaimana nasib karyawan?
Apakah Nike mengizinkan Anda memproduksi sepatu merek lain?
Kami ada perjanjian dengan Nike, kalau pesanan lagi sedikit, boleh memproduksi sepatu merek lain, asalkan merek kecil. Produksi mesti berjalan karena harus menggaji karyawan. Tapi, kalau pesanan Nike naik, pesanan merek lain kami setop.
Adakah respons Menteri Keuangan setelah surat dikirim?
Tidak ada. Menteri Keuangan Sri Mulyani mungkin terpengaruh versi dirjennya.
Respons Presiden?
Tidak ada juga. Pekerjaan beliau urusan negara, bukan ngurusin perkara kecil seperti ini.
Tapi surat Anda menimbulkan tekanan politik terhadap Bea dan Cukai?
Itu tidak benar.
Kabarnya, Anda dekat dengan Presiden Yudhoyono?
Ha-ha-ha..., biasa saja. Saya ini cuma rakyat kecil.
Bukankah dulu menyediakan kantor buat Yudhoyono sebelum menjadi Presiden?
Kantor itu disewa. Pak Yudhoyono juga menyewa kantor di tempat lain. Kok, menyewa di tempat saya yang jadi persoalan?
Anda juga yang menggalang dukungan buat pencalonan Yudhoyono menjadi wakil presiden pada 2001?
Ketika itu saya anggota MPR Utusan Golongan dari umat Buddha. Teman-teman mengajak saya menggalang dukungan. Saya ikut tanda tangan. Karena sudah malam, semuanya pulang, saya ketempuhan karena nama saya yang tertulis.
Dalam kasus PT Intracawood, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi juga membantu Anda.
Saya mengirim surat ke Pak Sudi karena kebetulan kami satu angkatan di Lemhannas. Ternyata ia kesal juga, lalu menulis surat ke Menteri Kehutanan M.S. Kaban. Pak Sudi bilang supaya diselesaikan menurut hukum yang berlaku. Sekarang Kaban sudah tidak mengganggu kami lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo