Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Skandal kepolisian jerman barat

Jer-bar dituduh menyembunyikan hasil palacakan pengeboman boeing 747 panam 103, pesawat yang meledak di lockerbie, skotlandia. membiarkan sebuah organisasi teroris menjalankan operasinya di jer-bar.

14 April 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PADA 26 Oktober 1988, pukul 07.45, dua bulan sebelum pengeboman Panam, sebuah perintah meluncur dari markas BKA, lembaga intelijen Jerman Barat. Polisi bersenjata lengkap segera beraksi. Sebelum hari itu berlalu, mereka menyerbu 12 apartemen dan empat pusat bisnis. Dua tim BKA mengepung Dalkimoni (tangan kanan pemimpin PFLP Ahmed Jibril) dan Kreeshat (pembuat bom) di pusat kota Neuss. Dua orang itu hendak pergi ke telepon umum di sebuah bank. Berhadapan dengan puluhan petugas, keduanya tak berupaya mempertahankan diri. Dalam mobil Ford mereka, petugas menemukan paspor kosong Syria dan Spanyol. Juga sebuah radio tape Toshiba Bombeat. Dalkimoni dan Kreeshat pun ditahan, sedangkan sejumlah petugas balik ke apartemen Hashem Abassi. Di sana, mereka menemukan sebuah stopwatch, baterai, sebuah detonator, pengatur waktu, komponen radio, dan sejumlah paspor Syria atas nama berbagai penyamaran Dalkimoni. Salah satu di antaranya adalah paspor pemerintah yang masih kosong. Juga ada paspor kosong dari Departemen Agama Syria. Petugas terus menggebrak. Di Sandweg 28, Frankfurt, mereka menahan penghuninya, serta menemukan sejumlah kecil racun arsen, sebuah bazoka Amerika, lima pistol otomatis Hungaria, serta enam kantung barang rakitan: 20 penjepit amunisi, pelontar granat, karaben, serta 30 granat tangan. Di sana, juga terdapat berbagai bahan peledak. Di antaranya lima kilogram Semtex bahan peledak bikinan Cekoslovakia, hampir enam kilo TNT, serta 14 buah dinamit. Dalam waktu 12 jam, aparat BKA menciduk 13 terdakwa lain di Neuss, Frankfurt, Hamburg, Mannheim, dan Berlin. Mereka orang-orang yang pernah bertemu atau bicara dengan Dalkimoni selama penyelidikan Autumn Leaves. Surat tuntutan dikeluarkan untuk terdakwa lain, Martin Kadorah, di luar Jerman. Di tahanan, misteri penghuni Sandweg 26 terungkap. Ia adalah Abdel Fattah Ghadanfar, seorang Palestina yang berusia 47 tahun. Ternyata, Ghadanfar dikenal polisi, setidaknya di lima negara dalam berbagai penyamaran. "Saya di sini atas komando PFLP," ujarnya, bangga. Ghadanfar bilang bahwa ia ditugasi Dalkimoni untuk menyewa apartemen itu sepuluh bulan lalu. Menurut dia, Dalkimoni adalah kepala divisi luar negeri -- baru PFLP yang dibentuk Ahmed Jibril untuk merangkul para siswa anggota mereka yang tinggal di luar negeri. Namun Dalkimoni, yang disel tak jauh dari Ghadanfar, bungkam. Berbagai lembaga berita Jerman Barat mengacungkan jempol tinggi-tinggi. Mereka menyebut bahwa BKA telah "mencegah operasi teroris besar-besaran di Jerman". Menteri Dalam Negeri mengeluarkan pernyataan yang memujikan hasil kerja aparat keamanannya yang jempolan itu. Namun, dalam memo intern BKA, seorang pengawas membuat catatan: "Kita tak tahu apa sebenarnya sasaran mereka. Namun, kita dapat mengatakan bahwa kemungkinan besar serangan tidak ditujukan pada Republik Federal Jerman." Sore berikutnya, di ruang pengadilan Dusseldorf, petugas menjejerkan Dalkimoni, Ghadanfar, Kreeshat, dan 11 orang lain yang masih ditahan (dua di antaranya lalu dibebaskan) di hadapan Hakim Christian Rinne. Hakim menyebut kurangnya bukti-bukti dan melepaskan 11 orang. Seorang di antara mereka, Ramzi Diab, dikenal sebagai teroris yang berkali-kali menemani Dalkimoni di berbagai kejadian. Celakanya: Satu-satunya informasi yang melengkapi penangkapan Diab hanya tanggal kelahiran dan kota penangkapan, Frankfurt. Selang 72 jam, enam dari yang dibebaskan itu lenyap dari Jerman Barat, dan menyebar ke berbagai kawasan lain di Eropa. Misalnya, beberapa hari kemudian, polisi Swedia menangkap tujuh orang di Stockholm dan Uppsala. Di antaranya ada Martin Imandi, pemilik Volvo putih, sopir Mohammed Moghrabi, serta Ahmed Abassi. Sampai akhir Oktober 1988, hanya Dalkimoni, Ghadanfar, dan Khreeshat yang masih dipenjara. Mereka dipersalahkan memiliki senjata, membentuk dan menjadi anggota terorisme. Tak lama kemudian, Khreeshat pun dibebaskan. Karier Marwan Khreeshat sebagai pembuat bom membentang selama 18 tahun, sewaktu pesawat jet Swissair meledak pada 1970. Sewaktu polisi menyelidiki tape Toshiba Bombeat, tiga hari setelah ditemukan, mereka mendapati barometer pemicu bom. Serupa yang dipakai untuk meledakkan Swissair, namun lebih canggih. Alat ini berisi 300 gram Semtex -- bahan peledak yang sangat kuat dan dapat ditempa dimasukkan dalam silinder, dibungkus lapisan aluminium, dan dipasangi label Toshiba. Ini adalah bom "dua tahap" dengan satu sumbu standar dan dua perlengkapan penggerak: Sebuah barometer rahasia di bawah motor dan sebuah timer dari tabung gelas yang sederhana. Jika agen BKA menembaki mobil yang dinaiki Dalkimoni, bom bakal meledak. Yang pasti, bom itu dirancang untuk satu hal: Untuk meledakkan pesawat di ketinggian. Pada minggu pertama November, Khreeshat minta izin menelepon. Pemerintah Jerman Barat setuju, dan menyambungkan telepon ke Yordania. Agen BND kemudian memberi tahu koleganya, BKA, bahwa Khreeshat menghubungi seorang petugas intelijen Yordania. Adakah Khreeshat bekerja sebagai mata-mata Yordania, ataukah ia begitu bodoh menelepon langsung sehingga membuka kedoknya? Beberapa hari setelah Khreeshat menelepon Yordania, seorang jaksa penuntut minta agar pengadilan menunda berkas perkara Khreeshat. Ia menyatakan bahwa berkas akan dilengkapi dengan lebih banyak informasi. Hakim menolak permintaan itu. "Kontak Khreeshat dengan terdakwa lain sangat terbatas, dan hanya pada tingkat pertemanan," kata hakim. "Ia tak tahu apa-apa tentang rencana serangan. Kami tak punya alasan yang meyakinkan untuk menghukum tahanan itu." Sekali bebas Khreeshat -- seperti kawan-kawannya -- lenyap. Sejauh yang diketahui umum, Operasi Autumn Leaves berlangsung sukses. Para pimpinan organisasi teroris sudah ditahan. Bom mereka gagal mencapai sasaran. Namun, para staf intelijen Jerman punya pendapat berbeda. Dalam sebuah memo intern tertulis: "Tentang penangkapan Dalkimoni, kami berpendapat bahwa setidaknya sentral organisasi sudah dihancurkan. Kami tak dapat menyimpulkan bahwa semua orang yang terlibat telah tertangkap." Dua bulan berikutnya, pesawat 103 jatuh di Lockerbie. Para intelijen Amerika dan Israel kini percaya bahwa beberapa minggu setelah pengeboman Panam 103, sejumlah intelijen Jerman pasti menyadari bahwa kesimpulan bulan Oktober itu salah. Mereka keliru menginterpretasikan kode dalam percakapan telepon yang menyebut lebih dari satu bom. Mereka juga terus mempercayai informasi salah yang disampaikan oleh informan, termasuk info tentang Diab dan Khreeshat. Semua itu menjadi masalah serius bagi Jerman. Bom penerbangan 103, pembuat bom, dan mungkin para pengebomnya -- siapa pun dia telah sempat dalam genggaman, tapi Jerman Barat telah melepaskan mereka. Menyadari betapa besar akibat kekeliruan mereka, lembaga intelijen Jerman mulai menutup-nutupi untuk menyembunyikan kesalahan mereka. Bukan hanya kepada Inggris atau Amerika, tapi juga pada BKA. Untuk para penyidik di Lockerbie, London, dan Washington, kabar buruk dari Jerman itu datang dalam berbagai dosis kecil. Pada bulan Januari, tim penyidik Lockerbie meminta daftar nama 17 orang yang ditangkap dalam operasi Autumn Leaves. Mereka hanya memperoleh 12 nama. Beberapa kali pejabat-pejabat Amerika meminta kepada Jerman untuk dapat mempelajari dosir-dosir intel tentang operasi dan personalia Front Populer di Jerman Barat. Jawabannya adalah "tidak". Akhirnya tim detektif Amerika dan Skotlandia meminta untuk dapat mewawancarai Hafez Dalkimoni dan Abdel Ghadanfar -- yang masih dalam tahanan. Pejabat-pejabat Jerman Barat menolak permintaan itu. Menurut seorang pejabat senior dalam penyidikan Lockerbie, jawaban Jerman Barat atas semua permintaan tim bukan telak "tidak" tapi mencla-mencle. BKA tetap bersikeras agar setiap pertanyaan yang berkenaan dengan semua orang yang dicurigai berat diajukan secara tertulis. Tapi pertanyaan-pertanyaan itu selalu dikirim balik dengan ditambah catatan: kurang spesifik. BKA juga menyerahkan terjemahan-terjemahan yang dikerjakan dengan sembarangan sehingga tak bisa dipakai dalam penyidikan. Pada tingkat operasional penyidikan polisi, FBI dan Inggris menilai Jerman Barat tidak kooperatif dan sama sekali tak mau membantu. Menurut beberapa orang penyidik, malah para pejabat Jerman Barat menolak setiap kemungkinan bom yang telah meledakkan Maid of the Seas itu telah ditanamkan dalam pesawat itu di Frankfurt. "Pokoknya, tak ada bukti," kata Jaksa Achim Thiele beberapa bulan setelah peledakan terjadi. "Semuanya adalah spekulasi, dan saya yakin, itu merupakan beberapa kebetulan yang aneh," sambungnya. Tapi, sesuatu yang menentukan muncul pada awal Februari 1989. CIA mendapat kisikan bahwa Marwan Khreeshat muncul kembali di Amman. Para pejabat Yordania mengatakan kepada Amerika, ia memang telah bekerja untuk Yordania dan mengamat-amati kegiatan Front Populer. Raja Hussein dari Yordania menganggap Jibril sebagai ancaman serius lantaran ia telah menyerang beberapa sasaran di Yordania. Karenanya, Hussein bertekad untuk menyetopnya. Khreetshat mau ngomong. Dan inilah yang dikatakan kepada tuan-tuannya di Yordania: Di Jerman, ia telah merakit lima bom, dan bukan satu. Malah bisa jadi bom-bom tersebut masih tersimpan di flat Hashem Abassi di Isarstrasse No. 16, Neuss. Orang-orang Yordania itu juga menyerahkan kejutan lain yang lebih besar. Mereka telah menyampaikan informasi itu kepada BND Jerman. Orang-orang Jerman yang seharusnya jadi mitra penuh Amerika dan Skotlandia dalam penyidikan ternyata diam seribu basa tentang informasi itu. FBI marah besar. Beberapa bulan sebelum itu Oliver (Buck) Revell, yang kemudian menjadi asisten eksekutif direktur jawatan itu, telah mendapat brifing (taklimat) dari polisi Jerman mengenal bom yang ada dalam player kaset Toshiba. Ia menanyakan kepada para pejabat Jerman apa yang terjadi dengan mereka yang ditangkap oleh Operasi Autumn Leaves. Tapi informasi yang didapatnya sangat sedikit. Setelah itu FBI tak punya alasan untuk menekan. Sekarang baru alasan itu ada. Yang harus dilakukan oleh Jerman sederhana saja: geledah kembali flat Abassi. Pada bulan Februari -- dua tahun setelah jatuhnya Maid of the Sea -- Amerika dar Skotlandia -- meminta Jerman untuk meneliti kembali flat Abassi. Alangkah terkejutnya mereka lantaran BKA telah melakukan itu. Tim spesialis BKA, yang bertindak atas laporan orang Yordania, pada 31 Januari telah memeriksa kembali flat di rumah no. 16 di Isarstrasse tempat Abassi menitipkan beberapa miliknya. Sebenarnya, Abassi telah pindah ke kota lain, tapi tempatnya berjualan bahan makanan di Neuemarkt no. 14 Neuss masih tetap disewanya. Mereka tak menemukan apa-apa. Padahal, mereka telah memeriksa enam alamat lain yang diperkirakan sarang bom-bom Khreeshat. Mereka gagal menemukannya. Tim penyidik Lockerbie terkesima. Flat itu harus digeledah sekali lagi. Tapi Jerman menolak. FBI yang berusaha mengelakkan konfrontasi sekali lagi meminta daftar tahanan Operasi Autumn Leaves. Mereka juga meminta untuk melihat semua laporan intel mengenai aktivitas Front Populer di Jerman. Termasuk informasi yang dimiliki Jerman dari mereka yang ditangkap, termasuk Dalkimoni dan Ghadanfar. Permohonan ulangan tersebut melalui jaluran yang benar, lalu FBI menunggu dengan sabar. Tapi mereka terpaksa hanya menunggu dan menunggu. Pada pertengahan -- Maret datang jawaban: tidak! Dosir tak mungkin diberikan. Informasi sekecil apa pun yang didapat pasti akan diragukan. Seorang ahli intel Amerika yang senior menyebutnya sebagai, "Jawaban itu setengah sontoloyo dan kami tak mempercayainya." Jerman ternyata tetap menolak kecurigaan Amerika dan tak percaya adanya bom-bom yang lain. Padahal, FBI dan CIA yakin betul bahwa sebenarnya Jerman mengetahui Khreeshat telah membikin lebih dari satu bom. Mereka tak mengerti mengapa Jerman yang biasanya begitu efisien tak menemuhan bom-bom itu. Menurut Amerika, kebuntuan Jerman adalah akibat kekusutan birokrasi. BND menahan informasi yang didapatnya dan tak memberikannya kepada BKA. Atau karena alasan lain yang tak mungkin diterangkan. Revell dan kawan-kawannya di tim penyidik Lockerbie benar-benar bingung. "Orang Jerman biasanya sangat profesional dan andal. Sekarang ini tidak normal. Mereka betul-betul tak mau mengakui adanya partalian erat antara Panam 103 dengan kegiatan Front Populer. Memang bisa dimaklumi dan biasa saja. Tapi, setidak-tidaknya mereka harus curiga. Kita harus mencari bukti." Pada petang hari 13 April, penyidik khusus BKA kembali ke flat lama Hashem Abassi di Isarstasse no. 16, Neuss. Juga ke toko pangannya. Kali ini mereka diperlengkapi dengan informasi baru. Membawa daftar rinci tentang apa saja yang mesti diteliff. Mereka minta melihat tuner stereo yang disimpan Hafez Dalkimoni di kamarnya ketika ia tinggal di rumah itu. Abassi, yang menyesali hubungannya dengan Dalkimoni, datang menyertai tim BKA ke ruang bawah tanah, tempat tersimpan beberapa miliknya serta barang-barang Dalkimoni. Ternyata, di sana ditemukan kedua tuner, persis seperti cerita Khreeshat. Dengan izin Abassi, polisi membawa benda-benda itu ke kantor BKA di Meckenheim lalu menempatkannya di atas meja ditektif kepala yang bernama Klink. Kedua barang itu terus saja di sana tanpa penjagaan sampai Senin pagi berikutnya, 17 April. Yang sangat mengherankan, mereka sama sekali tak memeriksanya. Kejadian berikutnya benar-benar menyedihkan. Pagi hari 17 April, seorang teknisi BKA di Meckenheim mendapat perintah untuk memeriksa tuner yang ditinggalkan di atas meja tulis Klink. Tak lama setelah ia mulai mengutik-utik satu dari tuner itu, didengarnya suara yang aneh. Ada suara berdetik. Teknisi itu secara tak sengaja telah menghidupkan alat penggerak waktu. Tuner tersebut segera dibawa ke kantor pusat BKA di Wiesbaden. Di ruang penyidikan, dua orang teknisi BKA, Hans Jurgen Sonntag, 35 tahun, yang ahli peledak, dan Thomas Effinger, 29 tahun, seorang perwira yunior, mulai mempreteli alat itu. Para ahli bom BKA telah berpengalaman menangani bom-bom yang ditanam Gerombolan Baader-Meinhoff, teroris Palestina, dan yang terakhir oleh operasi Irish Republican Army (IRA). Sonntag tahu betul apa yang harus dicari untuk menentukan apakah sebuah bom sudah dilekatkan di alat itu. Pengecekan yang rinci menunjukkan tak ada sensor penggerak di dalam tuner yang akan menyebabkan ledakan. Dengan bantuan Ettinger, Sonntag mulai menarik kabel-kebal mencurigakan itu. Tiba-tiba saja muncul percikan lalu ledakan menggelegar menggetarkan seluruh gedung. Sebuah ambulans dan helikopter penolong melarikan Sonntag dan Ettinger ke ruang gawat darurat Klinik Universitas Mainz. Tapi, dua jam kemudian Sonntag meninggal, sedangkan Ettinger luka berat. Barulah BKA dapat diyakinkan bahwa Marwan Khreeshat memang benar-benar telah merakit lebih dari satu bom. Tak lama setelah ledakan di Wiesbaden itu, sekali lagi tim penyidik BKA mengetuk pintu flat Abassi. Kali ini mereka ingin memeriksa monitor TV Sanyo yang dihubungkan ke sebuah PC. Seseorang di BKA telah memeriksa kembali catatan-catatan mengenai penggeledahan yang terdahulu. Sekarang semua alat elektronik yang ada di rumah Abassi menjadi bahan untuk dicurigai. Dengan disertai Abassi, para penyidik kemudian kembali ke ruang bawah tanah. Di sana bertengger monitor Sanyo yang dicari itu. Kali ini BKA memutuskan untuk memanggil ahli bom dari luar buat membongkar alat itu. Pada pukul 07.45 malam -- yang mestinya tak lama setelah Sonntag dan Ettinger menyelesaikan kerja mereka -- ahli bom itu mengeluarkan 400 gram lempengan bahan peledak Semplex yang terbuat dari plastik. Dari inti monitor tersebut dikeluarkannya juga sebuah detonator yang dihubungkan dengan kawat ke sebuah barometer. Pengecekan lebih lanjut menunjukkan bahwa tuner yang kedua juga dimuati Semtex dan detonator yang dihubungkan ke barometer. Kedua bom tersebut hampir identik dengan yang dimuatkan pada player kaset bermerk Toshiba Bombeat yang disebutkan di atas. Alexander Prechtel, juru bicara Kejaksaaan Federal di Karldruhe, sekarang mengakui. "Kemungkinan teoreffs" bom yang dibuat Khreeshat itu yang meledakkan pesawat Panam. Tapi, ia masih menganggapnya sebagai sesuatu yang "spekulatif". Padahal, kebanyakan pejabat Jerman sempat menolak mengakui adanya hubungan antara bom yang dibuat Khreeshat dan penerbangan no. 103. Bahkan sampai Juni 1989 Jaksa Achim Thiele mengatakan kepada wartawan, "Sebegitu jauh BKA masih belum menemukan hubungan antara Front Populer dan Lockerbie." Di dalam BKA, kematian Sonntag dan luka parahnya Ettinger tampaknya telah meninggalkan bekas yang dalam. Sebuah dokumen intern BKA menyebut seluruh episode itu sebagai "skandal polisi paling besar dalam sejarah kepolisian Republik Federal". Jerman telah menutup mata begitu lama atas segala aktivitas Dalkimoni. Intel Jerman telah membiarkan sebuah organisasi teroris yang tangannya penuh berlumuran darah untuk menjalankan operasinya persis di pusat Benua Eropa. ZUC

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus