BOLA memang bulat. Namun, di Bandung, ada sebuah bola yang tak bakal menggelinding lagi, walaupun lengkap dengan sosok orang siap menendang. Itulah bola batu, monumen khas Bandung yang diresmikan setelah Lebaran. Hiasan Kota Kembang itu menarik perhatian. Tingginya sekitar tiga meter dan letaknya strategis di "pulau" simpangan Jalan Sumatera-Tamblong-Lembong-Veteran. Patung kreasi Nyoman Nuarta itu campuran tembaga dan kuningan. Beratnya satu ton. Pemrakarsanya adalah Ateng Wahyudi, Wali Kota Bandung, yang juga Ketua Umum Persib. Seperti diduga, patung itu ada hubungannya dengan Persib yang barusan kampiun. Tapi, Ateng wanti-wanti, "Ah, ini cuma proyek memperindah kota. Kebetulan, belum ada monumen berbentuk patung. Jadi, kenapa bukan patung pemain bola saja?" Angan-angan mendirikan patung seperti itu sudah sejak 1988. "Saya ingin menghormati Persib yang telah mengharumkan nama Bandung. Persib pernah juara kompetisi sepakbola perserikatan pada 1937, 1950, 1961, 1985, dan 1990," urai Ateng, 54 tahun, kepada Hedy Susanto dari TEMPO. Maka, enam bulan silam, rencana itu diwujudkan melalui polesan tangan Nyoman Nuarta. Biayanya dari APBD, Rp 76 juta, ditambah sumbangan PT Djarum Rp 20 juta. Di setumpak marmar monumen, dipahatlah nama pemain yang sukses membawa Persib sebagai juara, sejak 1937. Selain official-nya, juga nama Pak Wali? "Iya, dong. Saya kan termasuk official." Mirip siapa, sih, itu patung? "Tidak mirip siapa-siapa. Itu fiktif saja," jawab Ateng. Menurut Yusuf Bachtiar. 28 tahun, seandainya Ketua Persib bukan wali kota, mungkin patung itu tidak terwujud. Gelandang penyerang Persib yang langganan jadi kapten itu setuju kalau patung itu melambangkan semangat bermain bersih, alias fair play. "Tapi, sebaiknya itu ditulis di bawah patung. Kan tak semua orang mengerti seni," katanya. Mungkin yang menimbulkan pertanyaan lagi, apakah semua pemain bola kita paham makna fair play dan peduli bahwa lapangan bola itu bukan ring tinju.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini