Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PIDATO Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dalam rapat pimpinan nasional partai itu, Mei lalu, telah memberikan sinyal dukungan bagi pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. "SBY bercerita sudah lima tahun lebih mendekati Mega tapi gagal," kata politikus Demokrat, Rabu pekan lalu, menyebut Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Rapat digelar di Hotel Sultan, Jakarta, dihadiri ketua pengurus provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, serta pengurus pusat Demokrat. Menurut sang politikus, Yudhoyono berkeluh-kesah tentang hubungan pribadinya dengan Megawati yang beku sejak keduanya bersaing pada pemilihan presiden 2004. Berbagai pendekatan telah dilakukan, termasuk menawarkan sejumlah kursi menteri bagi kader PDI Perjuangan. Ajakan bertemu, baik melalui utusan langsung maupun media massa, selalu mentah.
Wakil Ketua Fraksi Demokrat DPR Achsanul Qosasi dan Ketua Demokrat Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi membenarkan "curahan hati" Yudhoyono itu. Achsanul menilai, sudah lama bahasa tubuh Yudhoyono menunjukkan tak berpihak ke Joko Widodo, calon presiden yang diajukan PDI Perjuangan bersama Partai Kebangkitan Bangsa, Partai NasDem, Partai Hanura, serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia. "Pidato itu hanya memperkuat kesan," ujarnya.
Hasil rapat memang tak berpihak kepada Jokowi. Tak ada pengurus yang mencantumkan calon presiden itu pada kuesioner yang dibagikan. Menurut Ketua Harian Demokrat Sjarifuddin Hasan, sebagian besar pengurus menyatakan ingin netral. Sisanya, pro-Prabowo-Hatta, mengusulkan "poros ketiga"—ketika itu pembentukan koalisi belum final.
Sinyal dari Yudhoyono kembali muncul dalam pertemuan dengan para ketua Demokrat provinsi di rumahnya, Puri Cikeas, Bogor, setelah itu. Zainul Majdi, yang juga Gubernur Nusa Tenggara Barat, mengungkapkan bahwa Yudhoyono banyak berbicara tentang visi nasionalisasi aset asing yang dikumandangkan Prabowo. Yudhoyono meminta visi itu dicermati karena dikhawatirkan akan merugikan perekonomian nasional, kecuali konteksnya pembaruan kontrak. Yudhoyono tak memerintahkan, tapi mempersilakan, jika peserta yang sebagian gubernur itu menyokong Prabowo.
Sjarifuddin mengatakan hasil rapat pimpinan nasional ditindaklanjuti dengan "undangan" kepada para calon presiden untuk menjelaskan visi-misi. Tapi hanya Prabowo dan besan Yudhoyono, Hatta, yang merespons. Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo memastikan Jokowi tak bakal hadir.
Sehari kemudian, 1 Juni lalu, Prabowo-Hatta memaparkan visi-misi di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta. "Sebelas pertanyaan mereka jawab semua," ujar Sjarifuddin. Menurut dia, pengamatan terhadap visi dan misi Prabowo terus dilakukan. Ia juga menghadiri debat calon presiden dan calon wakil presiden serta beberapa kali kampanye Prabowo.
Ia menuturkan, Prabowo-Hatta selalu menyatakan akan melanjutkan program Yudhoyono. Hatta, Ketua Umum Partai Amanat Nasional dan mantan Menteri Koordinator Perekonomian, dianggap menjadi penghubung kedua pihak. Sjarifuddin selalu melaporkan perkembangan kampanye Prabowo kepada Yudhoyono. "Saya tak melaporkan Jokowi-Jusuf Kalla karena tak punya datanya," kata Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah itu.
Setengah bulan kemudian, Fraksi Demokrat mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo. Itu karena Prabowo dianggap akan "mewarisi" visi-misi Yudhoyono. Yang pasti, deklarasi didahului lampu hijau dari Yudhoyono. "Ketua Fraksi yang berkomunikasi bersama Sekjen," ujar Achsanul. Sekjen yang dimaksud adalah Edhie Baskoro Yudhoyono, putra Yudhoyono. Pengurus pusat Demokrat mendeklarasikan dukungan itu pada Kamis dua pekan lalu. Sjarifuddin dan Achsanul menepis anggapan bahwa dukungan diberikan karena hubungan keluarga Yudhoyono dan Hatta.
Ruhut Sitompul, politikus Demokrat yang menyeberang ke kubu Jokowi, menolak kesamaan visi-misi menjadi alasan dukungan. "Prabowo bicara kebocoran dan kedaulatan. Memangnya pemerintah selama ini tak berdaulat?" katanya. Tapi ia tak menolak kabar bahwa hubungan dengan Megawati menjadi masalah. Achsanul mengakui, "Ya, nomor satu memang soal hubungan dengan Mega."
Sjarifuddin mengatakan upaya Yudhoyono memperbaiki hubungan dengan Megawati dilakukan sejak 2004. Keakraban Yudhoyono dengan suami dan putri Megawati, Taufiq Kiemas dan Puan Maharani, serta mantan Sekretaris Jenderal PDIP Pramono Anung tak meluluhkan Megawati. Tjahjo tak menjawab ketika ditanyai soal itu.
Tanda dukungan Yudhoyono paling tegas muncul Jumat malam pekan lalu, lima hari sebelum pencoblosan pada Rabu pekan ini. Dia menerima sowan Prabowo-Hatta di gazebo Puri Cikeas. Di hadapan keduanya dan para ketua umum partai pendukung, Presiden Yudhoyono menyampaikan wejangan agar keduanya sabar, tak dendam, serta berlaku adil jika kelak memimpin. "Saya yakin Pak Prabowo bisa melaksanakannya," ujarnya. Prabowo lalu menyampaikan terima kasih sebelum saling cium pipi dengan Yudhoyono dan memberi hormat untuk berpamitan.
Yudhoyono punya sejarah dengan Prabowo. Mereka sama-sama masuk Akademi Militer pada 1970 meski Yudhoyono lebih dulu lulus pada 1973. Ketika berpangkat letnan jenderal dan menjabat Kepala Staf Sosial Politik ABRI, Yudhoyono menjadi anggota Dewan Kehormatan Perwira yang memeriksa Prabowo dalam kasus penculikan aktivis pada 1998.
Dewan Kehormatan merekomendasikan Prabowo diberhentikan dari ketentaraan karena terbukti memerintahkan penculikan dan melakukan pelanggaran disiplin lain ketika menjabat Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat. Prabowo diberhentikan pada usia 47 tahun dengan pangkat letnan jenderal.
Meski akhirnya menyokong Prabowo, Yudhoyono sebenarnya juga telah menerima Jokowi. "Cuma pertemuannya tertutup. Pesannya banyak," kata Jokowi kepada Riky Ferdianto dari Tempo di Karawang, Jumat malam pekan lalu. Beberapa tokoh Demokrat juga resmi bergabung ke tim Jokowi, seperti Ruhut Sitompul, Hayono Isman, T.B. Silalahi, Suaidi Marasabessy, Gubernur Sulawesi Utara Sinyo Harry Sarundajang, dan Dahlan Iskan.
Sjarifuddin mengatakan Yudhoyono akan netral meski publik mengetahui citranya tak bisa dipisahkan dengan Demokrat. Bahkan dia yakin dukungan bosnya bisa memicu kemenangan calon presiden. "Popularitas SBY 60 persen, ambil setengahnya sudah menang."
Namun ketua tim sukses Prabowo-Hatta, Mahfud Md., menganggap dukungan Yudhoyono dan Demokrat di saat akhir tak akan banyak mendongkrak suara Prabowo. Ia beralasan, pada pekan lalu pemilih sudah tak berubah pilihan, kecuali yang memang belum menentukan pilihan. Ia mengaku tak tahu alasan dukungan itu. "Mungkin dia melihat pertanda alam aja. Kan, lebih baik memilih yang hampir pasti menang," kata Mahfud.
Jobpie Sugiharto, Muhamad Rizki (Jakarta), Agus Supriyanto, Edwin Fajerial (Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo