Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Zakiah Aini diduga terpapar ideologi ISIS dari media sosial.
Zakiah dikenal berkepribadian tertutup.
Namanya tak masuk radar jaringan teroris sampai peristiwa penyerangan Mabes Polri.
SEORANG perempuan menghentikan laju sepeda motor matiknya di depan rumah di Jalan Lapangan Tembak, Gang Takwa, Ciracas, Jakarta Timur, Rabu malam, 31 Maret lalu. Alih-alih masuk ke dalam rumah, ia menemui tetangga di seberang. Ia berbincang dengan beberapa orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Vero Gultom, salah seorang tetangganya, mengatakan sang perempuan enggan masuk ke dalam rumah karena melihat banyak orang tak dikenal di sana. Setelah berbincang, perempuan 38 tahun itu terlihat menangis. “Dia langsung masuk ke rumah dan meninggalkan semua bawaan di motor,” ujar Vero.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia kakak sulung Zakiah Aini, 25 tahun, penyerang Markas Besar Kepolisian RI pada Rabu, 31 Maret lalu, pukul 16.30. Belasan polisi sempat menggeledah rumah Zakiah dan menginterogasi keluarganya malam itu. Zakiah tewas setelah melontarkan peluru gotri dari pistol airsoft gun ke arah beberapa polisi berseragam. Sebutir timah panas polisi menembus jantungnya.
Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan Zakiah diduga terpapar ideologi kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Indikasinya, unggahan terakhir Zakiah di akun Instagram miliknya adalah bendera ISIS dan tulisan perjuangan jihad, 21 jam sebelum penyerangan. Jenderal Sigit menyebut Zakiah sebagai lone wolf. Ia memerintahkan Detasemen Khusus 88 Antiteror mengusut tuntas penyerangan itu dan mencari orang-orang di belakang Zakiah. “Sampai kelompok dan jaringannya,” ujarnya, Rabu, 31 Maret lalu.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi, Adhe Bhakti, juga menduga Zakiah terpapar ideologi ISIS. Serangan Zakiah mirip dengan doktrin ISIS yang memerintahkan teror dengan cara dan senjata apa pun. Adhe juga menduga Zakiah berhubungan dengan kelompok Jamaah Ansharut Daulah, yang salah satu sasarannya adalah polisi. “Perlu dicari jaringan dan daerah mana,” ucapnya, Kamis, 1 April lalu.
Sebelum teror terjadi di Mabes Polri, Adhe dan timnya tak pernah mendengar nama Zakiah Aini. Senada dengan kepolisian, ia menduga Zakiah bergerak sendirian. Zakiah diperkirakan belajar tentang ISIS dari media sosial.
Zakiah adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Di lingkungannya, ia dikenal sebagai pribadi yang tertutup. Sifatnya berbeda dengan ibunya yang berusia 67 tahun. Sang ibu aktif di lingkungan sekitar. Ia menjabat Ketua Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga di sana. Ibunya pun memiliki toko kelontong di rumah. Ayahnya juga aktif bersosialisasi di musala dekat rumah. “Zakiah tidak pernah ikut kegiatan apa pun di lingkungan,” ujar Kasdi, ketua rukun tetangga setempat.
Kuliah di Jurusan Akuntansi Universitas Gunadarma, Depok, Jawa Barat, Zakiah Aini tak melanjutkan studinya setelah semester kelima. Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Universitas Gunadarma Irwan Bastian mengatakan status kemahasiswaan Zakiah dicabut pada 2013 karena ia tak kuliah selama empat semester atau dua tahun. Pihak kampus tak mengetahui alasan Zakiah tak kuliah lagi.
Nama Zakiah Aini tertera pada kartu Basis Shooting Club./Istimewa
Zakiah mengantongi kartu tanda anggota Basis Shooting Club. Kartu itu menuliskan Basis merupakan bagian dari Persatuan Berburu dan Menembak Seluruh Indonesia (Perbakin). Dalam berbagai kesempatan, pengurus Perbakin menyatakan Zakiah bukan anggota kelompok itu.
Basis Shooting Club dimiliki oleh Suyono, meninggal pada 28 November 2020. Ia juga pemilik Toko Cakra di kawasan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan. Di toko ini, Zakiah diduga membeli pistol air gun untuk menembak polisi. Yanto, penduduk setempat, menyebutkan Toko Cakra berdiri pada 2017. “Tapi sejak Februari sudah tutup,” katanya.
HUSSEIN ABRI DONGORAN, LINDA TRIANITA, ADE RIDWAN YANDWIPUTRA (DEPOK)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo