Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PULUHAN ribu buruh tumpah di jalan-jalan di hampir semua kota besar di negeri ini pada 1 Mei lalu. Tuntutan mereka seragam: meminta agar hari buruh internasional yang jatuh pada hari itu dijadikan sebagai hari libur nasional.
Di Jakarta, sekitar tiga ribu buruh berunjuk rasa di depan Istana Negara dan Gedung DPR di Senayan. Selain menggelar spanduk, mereka berteriak menyuarakan tuntutan. Seharusnya, kata seorang demonstran, buruh di negeri ini dihargai seperti di negara lain. Di negara seperti Amerika Serikat dan Singapura, kalangan buruh mempunyai hari libur nasional. Tuntutan semacam ini juga didengungkan di Medan, Bandung, Makassar, dan Surabaya.
Semua aksi itu berjalan aman, kecuali di Surabaya. Di Kota Pahlawan ini, sekitar 200 pekerja yang tergabung dalam Komite Pemogokan Rakyat Miskin sempat bentrok dengan polisi. Akibatnya, delapan buruh luka-luka dan tujuh orang ditangkap polisi.
Menurut Kepala Polresta Surabaya Utara, Ajun Komisaris Besar Tugas Dwi Apriyatno, bentrokan itu terjadi gara-gara para demonstran ngotot berorasi di dekat pompa bensin. Padahal polisi sudah melarangnya. Akhirnya mereka dibubarkan secara paksa.
Lalu, bagaimana tuntutan mereka? Wakil Presiden Hamzah Haz menyatakan bahwa pemerintah tidak bisa memenuhi permintaan mereka. Soalnya, sekarang sudah terlalu banyak hari libur nasional di Indonesia. "Kalau mau memperingati, silakan saja," katanya
Xanana Bertemu Megawati
XANANA Gusmao tidak pernah melupakan Indonesia, negeri yang pernah memenjarakan dirinya. Presiden terpilih Timor Loro Sa’e itu, Kamis pekan lalu, datang ke Jakarta untuk bertemu dengan Presiden Megawati Sukarnoputri.
Dalam pertemuan yang berlangsung 25 menit itu, Xanana menyampaikan undangan kepada Megawati untuk menghadiri peringatan satu tahun kemerdekaan Timor Loro Sa’e pada 20 Mei nanti. Pada hari itu juga Xanana akan dilantik secara resmi sebagai presiden pertama negeri tersebut.
Megawati tak segera menjawab undangan itu. "Ibu Presiden menjawab, nanti akan diputuskan. Tapi saya yakin beliau akan datang," kata Xanana kepada pers.
Presiden tampaknya sangat berhati-hati bersikap. Soalnya, banyak tokoh politik yang kurang setuju Megawati berkunjung ke Timor Timur. Selain Ketua MPR Amien Rais, Ketua DPR Akbar Tandjung juga menyarankan agar Presiden tidak perlu memenuhi undangan Xanana. "Hubungan baik memang harus dijalin tapi tidak sekarang," kata Akbar.
Lawatan Megawati ke Timor Loro Sa’e memang belum pasti. Tapi pemerintah tampaknya berusaha mengubur luka-luka lama saat negeri Xanana masih menjadi kerikil bagi Indonesia. Buktinya, Departemen Luar Negeri sudah merencanakan untuk membuka Kedutaan Besar RI di Timor Loro Sa’e. "Kantornya sudah ada, tinggal masalah administrasi saja," kata Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda.
Perjanjian Antiteroris
PERANG terhadap teroris internasional belum berhenti. Perangkat hukum untuk menjerat kaum teroris terus diperkuat. Pada Selasa pekan ini, sebuah perjanjian antiteroris antara Indonesia, Malaysia, dan Filipina akan ditandatangani di Kuala Lumpur. Dengan adanya perjanjian ini, kata Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, ketiga negara bisa melakukan banyak hal, mulai dari tukar-menukar informasi sampai operasi bersama lintas negara.
Setelah serangan 11 September yang menghancurkan gedung World Trade Center di New York, Amerika Serikat, dunia internasional memang getol memerangi terorisme internasional. Kawasan Asia Tenggara, terutama Malaysia dan Indonesia, sering disorot oleh Amerika Serikat karena dianggap sebagai tempat persembunyian para teroris internasional.
Banteng Digugat Banteng
KISRUH PDI Perjuangan (PDIP) Surabaya berbuntut panjang. Kali ini Sekjen PDIP Sutjipto yang kena getahnya. Rabu pekan lalu, ia digugat Rp 1 miliar oleh Wakil Ketua DPC PDIP Surabaya, Ir. Unggul Roseno, dan sekretarisnya H. Isman, lewat Pengadilan Negeri Jakarta.
Selain itu, mereka juga meminta Sutjipto mencabut dua surat keputusan DPP PDIP yang jadi biang keributan barisan banteng di Surabaya itu. Surat pertama berisi pemecatan M. Basuki dari jabatannya sebagai Ketua PDIP Surabaya. Yang kedua adalah surat keputusan yang menyangkut sanksi terhadap fungsionaris partai yang melakukan pelanggaran.
Menurut Haryanto Taslam, anggota DPR dari PDIP, Sutjipto telah mengelabui Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri, sehingga dia bersedia meneken kedua surat tersebut. "Dia mengatakan kepada Ketua Umum bahwa surat itu didasarkan pada rapat pimpinan PDIP. Padahal kenyataannya rapat itu tidak pernah ada," kata Taslam, yang dikenal sebagai pendukung Basuki.
Konflik Sutjipto dan Haryanto Taslam dalam urusan PDIP Surabaya ini memang sudah berlangsung lama. Sebelumnya Taslam juga sudah mengadukan Sekjen PDIP itu ke polisi dengan tuduhan pemalsuan surat keputusan partai.
Sutjipto menanggapi semua manuver Taslam dengan enteng. Ia berpendapat, keputusan yang dikeluarkannya sudah sesuai dengan aturan di partainya. "Tindakan pidana apa yang saya lakukan?" katanya.
Pematangsiantar:
Tersandung Pasar Darurat
MARIM Purba sekarang tidak bisa tidur tenang. Selangkah lagi, Wali Kota Pematangsiantar ini akan diperiksa sebagai tersangka kasus korupsi. Surat permohonan izin pemeriksaan telah dikirimkan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara kepada Presiden Megawati, Selasa pekan silam.
Adalah proyek pembangunan kios darurat senilai Rp 1,8 miliar di Jalan Merdeka yang membelit Marim. Kios sebanyak 346 unit ini sudah ludes terbakar pada 12 Januari lalu, tapi persoalannya belum tuntas. Diduga, dana pembangunan pasar darurat digelembungkan sebesar Rp 700 juta.
Sejumlah saksi telah diperiksa oleh kejaksaan. Hasilnya, diduga kuat dana hasil mark up itu masuk ke kantong Marim Purba. "Kasus ini memang mengarah ke Wali Kota," kata Abraham Putong, Kepala Kejaksaan Negeri Pematangsiantar.
Kendari:
Aksi Protes Orang Moronene
KANTOR DPR Sulawesi Utara, pekan lalu, kebanjiran tamu tak diundang. Mereka adalah sekitar 100 warga suku Moronene yang bermukim di Desa HukaEa-LaEa, Kendari, yang mengadukan nasibnya berkaitan dengan urusan tanah. Kata mereka, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara telah mengusir mereka dari tanah ulayatnya.
Semua itu gara-gara operasi sapu jagat yang digelar Gubernur Laode Kaimoeddin Rabu pekan silam. Orang-orang Moronene yang tinggal di kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai dipindahkan secara paksa ke lokasi permukiman transmigrasi Raurau oleh aparat pemerintah. "Mereka sama sekali tidak memberi kesempatan pada kami untuk bernegosiasi," kata Thamrin Sunaris, seorang warga suku Moronene.
Oleh Gubernur, para warga itu dianggap menyerobot lahan milik negara. Tapi, bagi penduduk, justru pemerintah yang sewenang-wenang. Soalnya, kata Bakati, salah seorang suku Moronene, pihaknya sudah tinggal di situ sejak 1920.
Jadi, siapa yang menyerobot?
Solo:
Wali Kota Digugat Rp 100 Miliar
JADI pejabat tak selamanya enak. Salah sedikit bisa menuai gugatan. Ini dialami oleh Wali Kota Solo, Slamet Suryanto. Gara-gara lalai menangani hunian di bantaran sungai, ia digugat Rp 100 miliar oleh Forum Penegak Keadilan dan Kebenaran, sebuah LSM di kota itu. Sidang perkara ini mulai digelar di Pengadilan Negeri Solo, Selasa pekan lalu.
Di mata penggugat, Slamet Suryanto dinilai tidak serius menangani kawasan bantaran sungai di kota itu. Sehingga, banjir sewaktu-waktu bisa mengancam warga Solo. Soalnya, di kawasan terlarang itu sekarang berdiri sekitar 2.000 rumah. Beberapa di antaranya cukup mewah dan tanahnya dilengkapi dengan sertifikat. "Ini mengherankan, bagaimana bisa tanah bantaran sungai bisa diterbitkan sertifikat. Pasti ada apa-apanya," ujar Ismu dari forum yang menggugat itu.
Jika gugatan itu dikabulkan, menurut Wisnu, duitnya akan dipakai untuk menata hunian di bantaran sungai di Solo.
Tanjung Pinang:
Unjuk Rasa Pegawai Negeri
PARA pegawai negeri di Kabupaten Kepulauan Riau, Kamis pekan lalu, pasang aksi. Mereka ramai-ramai mencopoti simbol dan papan nama Provinsi Riau yang dipasang di kabupaten itu. Aksi yang dilakukan di lapangan monumen Raja Haji Fisabilillah, Tanjung Pinang, ini sebagai bentuk protes terhadap Gubernur dan DPRD Riau. Mereka telah lama menginginkan Kepulauan Riau menjadi provinsi sendiri, tapi selalu ditolak.
Aksi serupa juga terjadi di beberapa wilayah di Kepuluan Riau. Di Tanjung Batu, misalnya, papan nama "Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Riau" ditumbangkan, diganti dengan nama "Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Kepulauan Riau". "Mulai hari ini, simbol-simbol Provinsi Riau secara resmi diganti dengan simbol Provinsi Kepulauan Riau," kata seorang pegawai negeri.
M. Taufiqurohman, Hendriko L. Wiremmer, Tempo News Room
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo