Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sudah Jadi Besi Tua?

Penerangan listrik di bengkulu menyedihkan walaupun tarif listrik sudah 3 kali naik, namun listrik selalu mati. dipertanyakan pemanfaatan plta di tes, kabupaten rejang lebong yang dikatakan mubazir. (kt)

19 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MESKI sudah berkali-kali tarifnya naik dan memungut biaya-biaya tambahan, toh penerangan listrik di Bengkulu tetap menyedihkan. Jangankan mampu memberi cahaya buat jalan-jalan umum, untuk rumah-rumah penduduk saja pun, kesangupannya tak menentu. Padahal saku penduduk sudah berkali-kali dikeruk. Ambil contoh sejak tahun 1973, tak kurang dari 3 kali, tarif listrik naik. Yaitu bagi pemakai 200 Watt ke bawah, dari Rp 489 naik jadi Rp 901. Tahun 1975 naik lagi. Dari Rp 901 jadi Rp 1.101. Para langganan pun dikenakan pula biaya "tunjangan bahan bakar" (TBB) sebesar Rp 300 per bulan. Cuma sebulan bertahan, bulan Pebruari 1975 tarif naik lagi jadi Rp 1.601. Disusul bulan Juni 1975 jadi Rp 1.700. Berhenti sampai di situ? Maaf, belum. Karena si pemakai lampu lagi-lagi dikenakan biaya tambahan. Kali ini Rp 1 buat satu Watt. Ini bagi si pemakai sampai dengan 200 Watt. Kabarnya pungutan yang satu ini, buat menopang pembiayaan penerangan lampu-lampu jalan raya. Tapi toh belum terlihat buktinya. Sebab nyatanya lampu di jalan-jalan raya masih saja banyak yang tak hidup. "Bayangkan, bagaimana rasanya penanggungan kami", keluh seorang langganan di sana. Yang lebih menyulitkan lagi ialah: sejak April lalu ada pula giliran gelap. Padahal biaya TBB tadi, katanya dimaksud buat meniadakan giliran-giliran itu. Lagi pula di kota Bengkulu toh belum ada industri besar yang mungkin memerlukan banyak tenaga listrik. Dan warga kota pun bertanya-tanya pula, apa saja kerepotan PLN Cabang Bengkulu yang memiliki PLTA di Tes, Kabupaten Rejang Lebong, yang berkekuatan 2 x 600 kilo Watt. Juga PLTD sebanyak 2 buah yang masing-masing berkekuatan 250 kilo Watt pun, tak pernah terdengar dimanfaatkan. Padahal peresmiannya telah dilakukan Presiden Suharto beberapa tahun lalu. Sudah jadi besi tua?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus